Senin, 11 Agustus 2014

Senandung Cinta di Lembah Papua


Judul: Senandung Cinta di Lembah Papua
Penulis: Pujia Achmad
Penerbit: Quanta, Elex Media
Tahun Terbit: Jakarta, 2014
Jumlah Halaman: IV + 240
ISBN: 978-602-02-3897-5

Papua adalah surga emas, tetapi kekayaan alamnya yang luar biasa besar tak dapat memenuhi hajat hidup rakyat Papua karena lebih banyak dikuasai asing. Pedalaman Papua adalah tempat di mana keterbatasan meraja. Rakyat Papua terbiasa hidup apa-adanya, bahkan listrik pun diusahakan sendiri tanpa bergantung kepada pemerintah. Dakwah, siapa yang mau membaktikan diri berdakwah ke Papua? Meninggalkan kehidupan nyaman di kota untuk kehidupan serba terbatas di tanah yang sering dilanda perang antar suku itu?


Adalah Hasnah, seorang aktivis dakwah yang menerima pinangan Malik, lelaki asal Papua, demi alasan dakwah. Hasnah ingin membuktikan  bahwa dia bisa menikah hanya demi Allah Swt semata. Bahkan, tanpa melihat dahulu rupa Malik, Hasnah berani menentang larangan ayahnya, berangkat ke Papua dan menikah dengan Fajri. Beberapa kejutan terjadi sepanjang perjalanan, membuatnya semakin penasaran akan sosok Malik yang akan menjadi suaminya.

Desa Mulia, tempat di mana Malik dan keluarganya tinggal, sungguh sangat terpencil dan sulit dijangkau. Hanya ada pesawat kecil yang dapat mengantar pendatang. Ketika pertama tinggal di rumah Malik sembari menunggu hari pernikahan, Hasnah dihadapkan pada kesulitan tenaga listrik yang hanya ada di dua jam di malam hari. Selebihnya, ia harus berteman dengan gelap. Setelah menikah dengan Malik yang ternyata seorang pemuda keturunan Perancis-Papua dan sangat tampan, Hasnah pun sempat terkena penyakit Malaria, penyakit endemis di Papua.        

Demi dakwah, Hasnah yang berasal dari kota harus berdamai dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya di Papua. Pernikahannya dengan Malik sungguh membahagiakan, karena Malik adalah seorang suami yang baik. Dia merasa semakin jatuh cinta kepada suami yang dinikahinya karena dakwah itu. Beberapa ujian satu per satu dihadapinya, dari peperangan antarsuku, kelaparan akibat cuaca, sampai yang terbesar adalah rencana Malik untuk menikah lagi.

Poligami? Sanggupkah Hasnah menerima poligami suaminya? Setelah perjuangannya yang luar biasa besar, menentang ayahnya dan rela meninggalkan kota besar untuk tinggal di pedalaman Papua, tega-teganya Malik mengkhianati cintanya. Cinta? Bukankah dia menikah demi dakwah? Jika pernikahan kedua Malik dapat memperluas dakwah mereka di Papua, mengapa tidak? Walau masih dengan berat hati, Hasnah pun merelakan Malik menikah lagi, tapi cerita tidak berhenti di situ. Masih ada kejutan-kejutan lain yang menanti.
Pujia Achmad di novel keduanya ini kembali menyuguhkan konflik yang membuat jantung berdebar-debar.

Walaupun cerita terkesan cepat, tapi dada saya sempat meletup-letup oleh emosi yang ditimbulkannya. Kisah poligami, barangkali menjadi sebuah penutup yang teramat biasa bagi sebuah novel islami, tetapi tak bisa dipungkiri masih menjadi daya pikat sebuah cerita. Yang utama, mata kita dibukakan oleh kendala dakwah di Papua. Betapa keberadaan dai-dai yang ikhlas, sangat dibutuhkan di sana, juga belahan bumi lainnya yang masih terisolasi.

Selamat untuk Pujia Achmad atas novelnya yang mencerahkan ini. Semoga terus produktif menulis untuk kebaikan.










1 komentar:

  1. satu-satu novel bersetting papua yg sudah saya baca baru rabithah cintanya mba afra. tampaknya novel mba pujia ini boleh juga. Baru baca resensinya aja saya udah kepo, itu si hanah pergi sendiri ke papua mau nikah gak direstui bapaknya trus yang nikahin sapa? trus...trus... malik jadi poligami nggak ya? trus....wah banyak nih penasarannya.

    BalasHapus