Penulis: Jihan Davincka
Penerbit: Quanta, Elex Media
Tahun Terbit: September, 2013
Jumlah Halaman: 171
ISBN: 978-602-02-2097-0
Siapa yang tidak ingin ke Jeddah,
Arab Saudi? Jihan Davincka semula menolak keras ketika suaminya menerima
tawaran bekerja di Jeddah. Jihan sudah termakan stereotip orang Saudi yang
tidak menyenangkan, kotor, panas, wanita tidak bebas bepergian sendirian,
terbelakang, dan sebagainya. Apalagi setelah googling, Jihan hanya mendapati keluhan-keluhan WNI yang tinggal di
Jeddah. Namun, setelah lelah berargumentasi dengan suaminya, Jihan pun menuruti
perkataan suaminya untuk pindah ke Jeddah. Ternyata, apa yang dipikirkannya tak
seburuk kenyataan. Banyak hal menyenangkan yang dialaminya di Jeddah, dan
sebagian diceritakannya di dalam buku ini.
Jihan Davincka adalah seorang
blogger wanita yang banyak menuliskan kisah hidupnya di dalam blog, sebagian
telah dibukukan. Pengalamannya mengikuti suami ke Teheran, Jeddah, dan kini
Athlone, Irlandia, memberinya banyak inspirasi menulis. Buku ini memuat
sebagian pengalamannya selama tinggal di Jeddah. Tinggal di Jeddah berarti
hanya satu jam perjalanan ke Mekkah! Setiap akhir pekan, Jihan mengajak
suaminya untuk umroh. Bayangkan, kalau tinggal di Indonesia tentu tidak akan
semudah itu umroh, bukan? Perlu biaya belasan juta rupiah. Perjalanan dari
Jeddah ke Mekkah bisa ditempuh dengan naik mobil pribadi di mana harga mobil di
Jeddah jauh lebih murah daripada di Indonesia. Harga BBM sekelas Pertamax pun
hanya Rp 1000/ liter. Masya Allah!
Harga makanan kebutuhan
sehari-hari pun tidak berbeda jauh dengan di Indonesia. Berhubung banyak
pendatang dari Indonesia yang menetap di Jeddah, jadi banyak pula toko makanan
khas Indonesia. Bahkan, di Jeddah juga ada perusahaan Indomie, harga Indomie
hanya selisih beberapa rupiah dari harga di Indonesia. Konon penyebabnya karena
dulu banyak TKW Indonesia yang membawa Indomie dari Indonesia dan diberikan ke
anak-anak majikannya. Anak-anak itu ketagihan, Indomie laris-manis, bahkan
sampai membuka cabang di Jeddah.
Untuk berhaji pun, calon haji
dari Jeddah banyak mendapatkan kemudahan dibandingkan dari Indonesia. Biaya,
sudah pasti lebih murah karena tidak perlu penerbangan dari Indonesia ke
Mekkah. Dari segi fasilitas pun mendapatkan banyak kelebihan, bahkan melebihi
jemaah haji ONH Plus. Tidur di atas kasur, makanan berlimpah, toilet tersedia
banyak, dan sebagainya. Membaca cerita Jihan saat berhaji dari Jeddah membuat
saya menitikkan airmata, betapa inginnya saya ikut berhaji dengannya!
Namun, sebagaimana orang
Indonesia memandang orang Saudi itu tidak ramah dan menyenangkan, orang Saudi
pun memiliki stereotip tersendiri terhadap orang Indonesia. Semua orang Indonesia
yang datang ke Saudi akan dianggap berprofesi sebagai pembantu rumah tangga!
Termasuk Jihan Davincka. Jihan yang mengikuti suaminya, seorang Insinyur, tentu
saja harus menelan ludah berkali-kali bila penduduk Saudi menganggapnya sebagai
pembantu rumah tangga. Ironisnya, ketika dia
berbicara dengan orang Saudi menggunakan Bahasa Inggris, dia justru
dikira orang Malaysia atau Filipina!
“You Indonezi? Speak English? Masya Allah!”
Kita tidak bisa menyalahkan
pandangan orang Saudi terhadap orang Indonesia yang menganggap semua orang
Indonesia yang ke Jeddah itu berprofesi sebagai pembantu rumah tangga, sebab
kenyataannya memang demikian. Malaysia dan Filipina hanya mengirimkan warga
negaranya yang memiliki keterampilan tinggi untuk bekerja di luar negeri,
sehingga di Jeddah mereka berprofesi sebagai perawat, manajer, akademisi, dan
jabatan-jabatan tinggi lainnya. Warga Malaysia dan Filipina yang berada di
Jeddah telah piawai berbahasa Inggris. Sementara, Indonesia kebanyakan
mengirimkan warganya sebagai pembantu rumah tangga! Ini kritikan untuk
pemerintah kita, agar lebih memperhatikan pendidikan warga negaranya.
Sayangnya, buku ini terlalu
tipis. Belum puas rasanya mendengarkan cerita Jihan tentang Jeddah. Pasti masih
banyak yang tersimpan di dalam memorinya dan bisa dibagikan kepada pembaca. Memoar
of Jeddah, sungguh membuat saya merindukan Kakbah yang dapat dilihat setiap
akhir pekan, bila berangkat dari Jeddah.
171 halaman memang lumayan tipis ya mbak ela
BalasHapusIya memang tipis, harganya juga murah.
Hapuslumayan tipis kalo yang nulis mb Jihan. Gaya bahasanya itu loh..asyik
BalasHapusBetul, harusnya ditambah lagi ya halamannya :D
Hapuswaah,,bikin penasaran nih buku ya mba,,aku baru tau malah,,hrga bbm skelas pertamax d sana cm seribu he he jd pngen buka warteg di jeddah biar bisa tinggal di sana he he :D
BalasHapusAyo Mak kita buka warteg di sana, pasti makmur, wkwkwkw...
HapusPengen baca banget, Mak...
BalasHapusMasha Allah ternyata pengalaman hidup di LN-nya Mak Jihan itu udah seabrek banget.... baru ngeh. terimakasih tulisannya, Mak :)