Senin, 03 Februari 2014

Seven Days: Novel atau Buku Travelling?


Judul: Seven Days
Penulis: Rhein Fathia
Penerbit: Qanita, Mizan
Tahun Terbit: Cetakan I, Februari 2013
Jumlah Halaman: 296
ISBN: 978-602-9225-72-3

Hanya ada satu alasan mengapa novel ini bisa menjadi pemenang pertama lomba novel romance Penerbit Qanita. Setting Bali yang kental! Selebihnya: penokohan, jalan cerita, konflik, logika, tidak mendukung pemilihan gelar itu. Setidaknya itu menurut saya, lho.


Ide ceritanya sangat-sangat biasa, mengingatkan saya pada film Kuch Kuch Hota Hai, tentang persahabatan Kajol dan Shah Rukh Khan yang berkembang menjadi cinta. Bedanya, kalau di KKHT itu Kajol  yang jatuh cinta kepada sahabat lelakinya, nah di novel ini, si cowok (Shen) yang jatuh cinta kepada Nilam (sahabat ceweknya). Seperti biasa untuk mendukung konflik, si Nilam telah memiliki pacar, Reza.

Novel ini bergaya memoar, tak heran bila di sinopsis belakang buku pun dituliskan dalam bentuk diary. Ditambah dengan penuturan dalam bentuk Pov 1 (Aku), kisah ini menjadi tak lebih dari sekadar kisah perjalanan Nilam dan Shen. Diksinya pun biasa saja, seperti orang yang sedang bertutur. Nilam yang sedang bingung dengan lamaran Reza, pacar yang sudah dipacarinya selama tiga tahun, diajak ke berlibur ke Bali selama tujuh hari oleh Shen, sahabatnya. Barangkali selama berlibur itu, Nilam jadi lebih mantap apakah menerima lamaran Reza atau tidak.

Logika mulai dipertanyakan ketika membaca tanggapan Reza yang biasa-biasa saja. Apakah Reza itu tidak memiliki sedikit pun rasa cemburu mengetahui pacarnya berlibur ke Bali selama tujuh hari oleh laki-laki yang bukan kakak atau adiknya? Oh my God! Di mana logika Reza?! Aih, saya jadi gemas sendiri. Mana lagi si Reza itu kelihatannya santai-santai saja, sangat percaya kepada Nilam. Reza benar-benar cowok yang sangat baik, tak ada kekurangannya sedikit pun.

Well, setahu saya sih ya, laki-laki normal itu pasti cemburu berat kalau tahu ceweknya jalan (apalagi berlibur) dengan cowok lain, berdua saja.  Penulis harus lebih mendalami pikiran laki-laki, karena nyaris sebagian besar lelaki itu mendahulukan logika. Mereka tidak akan membolehkan pacarnya jalan berdua saja dengan lelaki lain. Yang benar saja, dong, Rezaaaaa!

Sebenarnya saya sudah malas meneruskan membaca novel ini, tapi apa boleh buat karena saya sedang mengikuti Indiva Reading Challenge, saya harus membacanya sampai selesai. Gaya bertuturnya membosankan. Estimasi saya terlalu tinggi, karena saya sudah pernah membaca novel Rhein yang pertama “Jadian 6 Bulan,” dan cukup bagus. Tetapi, saya justru menemukan kontradiktif antara novel pertama Rhein yang islami itu, dengan novel ini.

Jadian 6 Bulan, Republish
Antara novel islami dan romance terdapat perbedaan prinsip yang amat besar. Di dalam novel islami, kita dilarang memasukkan adegan orang pacaran, sedangkan adegan itu menjadi tak terbantahkan di dalam novel romance. Masa novel romance gak ada mesra-mesranya, ya aneh to? Jadi, wajar saja kalau Rhein memasukkan adegan-adegan romantis di dalam novel ini (karena genrenya romance), seperti ketika Shen mengacak-acak rambut Nilam, Nilam mencubit pinggang Shen, Shen menarik Nilam ke dalam pelukannya, Shen menggendong Nilam yang kakinya terluka, dan yang paling maksimal adalah Shen mencium Nilam karena terbawa suasana. Oke, no problem, ini kan novel romance. Menjadi masalah bila kita membandingkannya dengan novel pertama Rhein (Jadian 6 Bulan) yang mengandung ceramah “Say No to Pacaran!” Novel itu bahkan sudah direpublish dalam waktu nyaris bersamaan dengan novel ini. Jadi, bagaimana tanggapan orang yang membaca kedua novel kontradiktif ini dalam waktu bersamaan? Eh, tapi saya gak tau juga sih bagaimana isi novel Republish Jadian 6 Bulan itu, barangkali sudah sedikit berubah?

Terlepas dari kekurangannya, ada sisi baiknya juga kok. Ya, sebagaimana saya sebutkan di awal. Novel ini sangat kuat setting Bali-nya. Saya serasa diajak berjalan-jalan ke Bali oleh Nilam dan Shen. Yang paling membekas adalah perjalanan mereka ke Besakih, di mana mereka mengalami pemerasan oleh warga sekitar. Sebelum masuk ke dalam kompleks Pura, mereka harus memakai sarung seharga 100 ribu, membayar ojek seharga 50 ribu, dan sebagainya. Ini bisa jadi informasi penting bagi yang ingin berkunjung ke Besakih, untuk berhati-hati menghadapi warga sekitar yang melakukan pemerasan.
Pemerasan terjadi di Pura Besakih

Novel ini baik untuk Anda yang sedang penat dan mencari buku bacaan yang sifatnya menghibur (bukan mumet), karena kita tak perlu berpikir banyak-banyak untuk mencerna jalan cerita Shen dan Nilam. Tak ada suspense yang membingungkan.  Saya berikan dua bintang untuk novel ini.



3 komentar:

  1. Suka dengan resensinya... joejoer. Saya berikan 4 bintang untuk resensi ini.

    BalasHapus
  2. sempat pengen beli buku in waktu tahu buku ini yang jadi juara 1 lomba novel romance qonita, setelah diintip beberapa kali (digramed) gak jadi....karena ya itu isinya biasa, diksi dan deskripsinya juga biasa bagusan yang juara 2 atau 3 ya, yang sabrina ws...ya selera juri kali ya hehehhe

    BalasHapus