Senin, 01 Desember 2014

Love Splash


Judul: Love Splash
Penulis: Amelia
Penerbit: Teen Noura
Tahun Terbit: Cetakan I, Oktober 2014
Jumlah Halaman: 264
ISBN: 978-602-1306-20-8

Sinopsis di belakang buku:
Jika mencintai seseorang, kau harus jadi air, 70% zat yang ada dalam tubuhnya.
Natt benci air, tetapi dia ke Bangkok saat Festival Songkran berlangsung. Dia harus menemukan “harta karun” demi masa depannya. Jadi, Natt terpaksa memakai jas hujan sepanjang hari. Kris cinta Songkran. Saat melihat Natt memakai jas hujan, Kriss jadi kesal. Mana ada orang yang datang ke festival air, tetapi tidak mau basah? Mereka bertemu di Khao San. Saat semua orang datang dengan pistol air. Saat semua orang rela disiram air yang dingin. Saat semua orang larut dalam kegembiraan. Namun, saat itu pula pertama kalinya Natt menangis di hadapan orang asing… dan pertama kalinya Kris harus memahami kenapa seorang gadis menangis di hadapannya.


Ini novel pertama bersetting Thailand yang saya baca. Tidak banyak penulis Indonesia yang menulis tentang Thailand. Justru karena itu novel ini menjadi unik. Setelah membacanya, saya jadi tahu salah satu festival di Thailand, yaitu festival Songkran yang berlangsung antara tanggal 13 sampai 15 April di Khao San Road, Thailand. Itu adalah tahun barunya orang Thailand. Rupanya mereka punya tahun baru sendiri, lho, sama seperti tahun baru Masehi, Islam, dan China. Pada Festival Songkran, orang-orang saling menyemprotkan air ke jalan-jalan, sehingga mereka seolah sedang  bermain hujan-hujanan. Gajah-gajah (hewan yang disucikan di Thailand) pun turut serta.

“Dulunya, saat tahun baru—merayakan mulainya musim panen, masyarakat Thai memandikan patung-patung Buddha. Namun, lama-lama jadi acara memandikan diri sendiri dan orang lain, sebagai tanda membersihkan diri sendiri dari kotoran-kotoran—rohani dan jasmani…” (halaman 84)

Festival Songkran
Nattasha datang ke Thailand bertepatan dengan Festival Songkran, padahal ia sangat benci dengan air. Tidak dijelaskan mengapa Nattasha benci air, apakah dia mengalami phobia air karena pernah tercebur ke dalam kolam ikan atau lainnya? Tapi, yang pasti, Nattasha langsung mengenakan jas hujannya agar tidak terkena basah. Sebelumnya, di pesawat, Natt berkenalan dengan Mai, gadis Thailand yang mengikuti ayahnya ke Indonesia. Mai ke Thailand untuk mengunjungi ibu dan kakaknya. Mereka berpisah sejak orang tuanya bercerai. Sedangkan Natt ke Thailand untuk menemui neneknya, Nenek Gib, demi meminta harta warisan. Restoran Thailand milik papanya jatuh bangkrut, papanya juga jatuh sakit. Ibunya berjualan tahu gimbal, karena tidak menguasai resep warisan kakeknya sendiri—justru papa Natt yang mewarisi resep itu. Natt butuh biaya kuliah dan akan meminta dari neneknya. Padahal, ibu Natt sudah 20 tahun tidak menemui neneknya—walaupun disebutkan bahwa keluarga Natt pernah ke Thailand ketika Natt usia SMP—karena menikah dengan papa Natt tanpa persetujuan, keduanya pun melarikan diri ke Indonesia.

Natt, Mai, Can, dan Kris
sumber foto: asiaplacetosee
Seorang cowok Thailand bernama Kris, merasa aneh melihat orang mengenakan jas hujan di festival Songkran. Cowok itu malah mengerjai Natt dengan menyemprotkan air melalui belalai gajah. Ternyata Kris adalah kakak Mai. Natt bertemu lagi dengan Mai, bahkan akhirnya malah menginap di rumah Mai karena rumah Nenek Gib sudah pindah. Berhasilkah Natt menemukan Nenek Gib dan meminta warisan? Apakah Nenek Gib akan memberikan warisan itu mengingat ibu Natt yang kawin lari dan tidak menemuinya selama puluhan tahun?

Sayangnya, tidak ada penjelasan ataupun deksripsi mengenai kuliner Thailand yang disebutkan di dalam novel ini, seperti pad thai, itim kati, maupun masakan goi pad pongali yang menjadi resep andalan di restoran milik ayah Natt, bahkan kitab resepnya sampai diperebutkan segala, kecuali bahwa itu sejenis pasta kari kuning. Seandainya penulis mendeskripsikan seperti apa bentuk makanan itu, terbuat dari apa, dan bagaimana rasanya, tentu saya jadi ikut lapar membacanya.

Riset yang dilakukan penulis terhadap budaya Songkran di Thailand sudah cukup baik, seolah kita ikut bermain air dan tepung dalam festival itu. Wawasan saya jadi bertambah, tanpa harus mengeluarkan tiket pesawat dan akomodasi (tapi lebih enak lagi kalau ada yang mau bayarin saya ke Thailand :P). Festival Songkran ini mau tidak mau mengingatkan saya akan festival sejenis di India, yang saya tonton dari film-film India (ya elaah... kapan ke Indianya, coba?!), di mana masyarakat saling melempar tepung berwarna-warni, berkejaran, dan tertawa-tawa bahagia. Kalau dipikir-pikir, sepertinya ada kemiripan budaya antara India dan Thailand. Sama-sama memiliki hewan yang disucikan (sapi di India, gajah di Thailand), dan sama-sama punya festival lempar melempar tepung.

Mumpung buku ini masih didisplay di toko buku, buruan deh beli! :D 

5 komentar:

  1. wah, masih fresh ya novelnya :)
    novel setting thai yg kental lainnya yg Bangkok, seri STPC

    BalasHapus
  2. Aku merasa Dejavu. Ceritanya mirip novel STPC yang berjudul 'Bangkok', yaitu tentang perjalanan ke bangkok dalam rangka mencari menemukan 'harta karun'. Tapi di sana gak ada Songkran sih, hehee...

    BalasHapus
  3. Wah, saya malah belum pernah baca buku dengan setting Thailand :D
    Kayaknya seru ya.
    *ngelirik tabungan buat beli buku*

    BalasHapus
  4. Belum pernah baca novel setting Thailand juga. Kalau film beberapa kali. Dulu malah ada stasiun tv swasta yang mutar serial drama Thailand. Pas acara reality show Korea, Running Man syuting di sana, ada acara hunting makanan di pasar, dan banyak yang mirip ma makanan Indonesia :D

    BalasHapus
  5. Mbak, ini novelnya dapet reward dari Noura? wah, asyik yaa..

    BalasHapus