Jumat, 02 Mei 2014

Hello Goodbye


Judul: Hello Goodbye
Penulis: Ayu Widya, berdasarkan scenario Titien Wattimena
Penerbit: Qanita
Tahun Terbit: Cetakan II, Januari 2013
Jumlah Halaman: 160
ISBN: 978-602-9225-52-5

Sinopsis
Hidup adalah rangkaian persimpangan, tempat manusia bertemu dan berpisah.

Indah, seorang diplomat yang bertugas di KBRI Korea. Dia menikmati kesendiriannya. Tanpa ikatan, tanpa teman. Kala sebuah tugas mewajibkannya menjaga Abi, seorang pelaut pria yang menyebalkan, rewel, susah didekati, dan banyak tuntutan, Indah melakukan tugasnya dengan setengah hati. Indah tak sabar menunggu kedatangan kapal yang akan membawa Abi pergi dari hidupnya. Namun, lambat laun, kedua hati yang beku itu meleleh. Akankah hidup mereka bersimpangan kembali? Ataukah perjumpaan mereka hanyalah persimpangan sementara yang takkan kembali?


Review
Ini kedua kalinya saya membawa novel yang diangkat dari skenario film. Filmnya sendiri belum saya tonton. Diperankan oleh sepasang artis yang sekarang menjadi suami istri: Rio Dewanto dan Atiqah Hasiholan. Pasangan yang klop banget. Ini pertama kalinya juga saya membaca karya Ayu Widya, dan ternyata saya sukaaa…. Walaupun dia seorang penulis yang baru saya kenal, diksi-diksinya teratur, terpilih, dan sanggup membawa saya masuk ke dalam cerita. Bisa dipastikan, Ayu Widya ini bukan penulis baru kemarin. Saya saja yang baru pertama membaca karyanya. Gak nyesel deh membaca novel ini.

Kover
Kovernya adalah poster filmnya juga, bergambar kedua pemeran film: Rio Dewanto dan Atiqah Hasiholan saling berpandangan dengan lekat, sehingga membuat jantung kita ikut berdebar-debar. Ekspresi wajah keduanya sesuai dengan karakter mereka di novel ini. Rio dengan tatapan dingin dan Atiqah dengan tatapan sendu. Pas deh.

Latar Tempat
Entah apakah novel ini juga terpengaruh dengan Hallyu atau Korean Wave yang masih mewabah di negara kita ini sehingga settingnya diambil di Korea Selatan juga, akan tetapi kota Busan yang dipilih memberikan warna lain dari sebuah novel yang bersetting di Korea. Kebanyakan novel berbau Korea mengambil setting di kota atau pulau yang romantis, seperti Seoul dan Jeju, sedangkan kota Busan ini jauh dari kata romantis. Ini adalah salah satu kota pelabuhan terbesar di seluruh dunia, tetapi jauh dari hiruk pikuk modernitas. Ini yang kota yang sepi. Gak heran kalau Indah dan teman-teman di KBRI yang bertugas di Busan ini merasa bosan. Busan=Bosan. Pemilihan setting ini menurut saya sangat menarik, membuka mata kita bahwa Korea tak selalu gemerlap. Sangat nyata digambarkan kebosanan pegawai kedutaan Indonesia di Korea dalam menjalani hari-hari mereka di Busan. Walaupun bersetting Korea, ini tetap novel bercitakhas Indonesia karena orang-orang Korea hanya muncul sebagai dokter dan perawat, bukan tokoh utama.

Karakter Tokoh
Abi, seorang pelaut yang terkena serangan jantung mendadak saat sedang berlayar di tengah laut Korea sehingga kemudian dibawa ke Busan dan dirawat di salah satu rumah sakit di sana. Abi berkarakter keras, cuek, tidak banyak bicara, tapi  memiliki mata yang hidup. Mata yang menarik perhatian Indah, ketika pertama kali melihatnya. Indah, seorang pegawai kedutaan Indonesia di Korea, yang bosan dengan pekerjaannya di Busan. Dia ingin keliling dunia, dan sebenarnya sudah tercapai dengan awal karirnya di Busan. Tapi, kota Busan sama sekali jauh dari bayangannya. Dia ingin tinggal di kota yang dinamis, gemerlap, dan hidup. Bukan kota yang sepi dan kampungan. Indah pun menjadi sosok yang pendiam, pemurung, dan pengkhayal. Kadang-kadang dia diajak minum-minum oleh teman-teman sekantornya, tapi sebenarnya dia lebih suka menyendiri di rumah sambil berbicara dengan boneka-boneka hanjinya.

Penulis berhasil membangun karakter Abi dan Indah. Abi yang keras kepala, menolak diobati oleh dokter, tidak mau makan, dan membuang obat-obatan yang disorongkan kepadanya. Dia bersikeras bahwa dia tidak sakit. Wajahnya yang dingin selalu ditampakkan kepada Indah, sehingga Indah pun jenuh menghadapinya. Saya bisa membayangkan berada di posisi Indah yang harus menunggui pasien sakit yang keras kepala. Indah sudah mencoba membuka pembicaraan, tetapi Abi sangat irit bicara. Rasanya pasti membosankan menunggui pasien yang menyulitkan. Toplah untuk penggambaran karakter kedua tokoh ini.

Alur
Ini novel yang pendek, bahkan bisa disebut sebagai novela. Jadi, plotnya sederhana saja, berjalan maju dimulai sejak kedatangan Abi ke pelabuhan Busan dalam kondisi setengah pingsan, Indah menunggui Abi di rumah sakit, lalu timbul percik-percik cinta di antara mereka. Abi sama sekali tak menunjukkan ketertarikannya kepada Indah. Dia hanya ingin pulang ke kapal. Indah mengakui  bahwa dia mulai jatuh cinta kepada Abi, walaupun Abi sangat mengesalkan. Cerita menggunakan Pov 1, yaitu Aku, dalam hal ini, Indah. Kita mungkin berpikir keduanya akan bersama, nyatanya penulis memberikan kejutan menjelang akhir cerita. Ada yang kurang dari alurnya, yaitu latar belakang kehidupan Indah dan Abi. Keluarga Abi diceritakan sekilas, tapi tak diceritakan alasan mengapa Abi tak mau mengabari keluarganya perihal sakitnya kecuali bahwa dia tak mau membuat cemas mereka. Apakah keluarganya sangat miskin? Keluarga Indah tak ada gambaran sama sekali, seakan-akan Indah ini anak hilang atau tak punya keluarga. Apa yang membuat Indah  selalu berwajah mendung dan hanya menyukai baju warna hitam dan abu-abu? 

Level Romantis
Sebagai novel romantis, novel ini hanya mencapai level dua: saling berpandangan, berpelukan, Indah ada sekali berbaring di lengan Abi, tapi tentu tidak terjadi apa-apa bahkan tidak ada ciuman. Itu sangat berisiko untuk pasien penyakit jantung seperti Abi, yang hanya karena emosi sedikit saja bisa kambuh sakitnya. Jadi, eksplorasi romantisnya sangat manis dan tidak ada letupan nafsu seksual sebagaimana yang banyak terdapat di novel-novel romantis selevel Harlquein. Novel ini aman untuk dibaca oleh remaja sekalipun.

Kutipan-Kutipan
“Karena dia, dua kata yang tak pernah bersanding dalam dimensi waktu yang menyatu. Hello Goodbye…” (halaman 8)

"Bagaimana kamu bisa menikmati perjalanan kalau perjalanan itu bisa membuatmu melupakan tujuan? Tujuan yang sudah kaucita-citakan sejak dulu?" (halaman 101)

“Gimana kamu bisa sampai tujuan kalau kamu gak tau titik awalnya?” (halaman 151)

Pertanyaan Saya
Saya pernah membaca curhatan seorang istri diplomat juga (walaupun bukan bertugas ke Kore). Katanya, istri-istri diplomat itu doyan pesta dan belanja. Di sini, saya juga melihat gambaran itu. Indah harus menemani istri-istri diplomat (bosnya) berbelanja, karena Indah masih karyawan yunior. Dipikir-pikir enak juga ya jadi istri diplomat? Wkwkwkwk….. Trus, itu kerjaan Indah kok “cuma” nemenin belanja istri diplomat? Itu yang bikin Indah bosan, karena gak ada pekerjaan di kantornya. Pas Abi datang, Indah pikir dia bakal dapat pengalaman baru, mendampingi WNI yang sakit di Korea. Indah menemani Abi seharian, mirip perawatnya saja. Nah, saya jadi mikir lagi deh. Enak banget ya jadi WNI yang sakit di Luar negeri, ditungguin sama orang dari kedutaan, heheeh…. Udah gitu, biaya rumah sakit Abi selama berbulan-bulan juga ditanggung oleh Kedutaan. Coba kalau orang Indonesia sendiri yang sakit di Indonesia, kayaknya gak ada yang ditungguin dan dilayanin sampai segitunya. Belum biaya rumah sakitnya, harus bayar sendiri, kan? Kecuali kalau orang miskin, bisa pakai kartu miskin. Itupun ngurusnya, ampuuun deh. Entah apakah diskriminasi seperti ini benar-benar ada dalam dunia nyata. Kalau ada, aduh ngiri banget deh. Namanya juga novel, fiksi, bisa benar bisa enggak.  

4 komentar:

  1. novel diangkat dari film? keren juga ya mbak, #mikir mau jadikan film apa sebagai calon novel ahhahaaa

    BalasHapus
  2. Udah punya buku ini dapat diskonan. 10 ribu atau 15 ribu itu kemarin harganya. Tapi belum dibaca. Baca review mbak Leyla jadi pengin baca :D

    BalasHapus
  3. kalu yang berbau korea, tetep aku masih lebih suka nonton drakor hehehe....
    kalu baca novelnya apalagi karya anak bangsa takut rasanya kebanting hahai

    BalasHapus