Senin, 15 Desember 2014

Aku Mencintaimu


Judul: Aku Mencintaimu
Penulis: Irhayati Harun
Penerbit Salsabila, Al Kautsar
Cetakan Pertama: September, 2014
ISBN: 978-602-1695-15-9
Jumlah Halaman: 208

Sinopsis di belakang buku:
Pernikahan yang langgeng tidak dijamin oleh sebuah janji di atas kertas. Pernikahan abadi membutuhkan cinta, rasa menghargai, rasa percaya, saling memahami, persahabatan, ketulusan, dan kejujuran dalam menjalani hubungannya. Dalam perjalanannya, cinta kadang tergerus, terlupakan oleh rutinitas hidup sehari-hari yang kadang membosankan. Cinta yang dulu terasa hangat menghidupkan hati sepasang suami istri kadang meredup. Inilah saatnya kita berhenti sejenak. Bacalah buku ini. Ia akan mengingatkan kita kembali akan indahnya cinta yang pernah kita punya. Ini adalah muhasabah cinta bagi pasangan yang sedang dalam pernikahan, atau bahkan yang baru menikah dan ingin menikah. Sehingga cinta tidak akan hanya menjadi kenangan, tetapi menjadi energi menghidupkan jalinan hari-hari yang kita miliki bersamama suami/ istri.


Setelah bertahun-tahun menikah (atau bahkan baru setahun menikah pun), pasangan suami istri kerap dilanda kebosanan. Barangkali itu adalah salah satu faktor penyebab perceraian. Apakah pernikahan akan begitu saja diselesaikan manakala menghadapi batu kerikil dan gunung tinggi? Dalam buku ini, Irhayati Harun memberikan tips-tips merawat cinta dalam pernikahan. Bukan sekadar teori atau sekadar pengulangan buku-buku bertema pernikahan, tetapi banyak tips yang didasarkan oleh kisah nyata penulis maupun narasumber.

Setiap bab diawali dengan puisi yang romantis, buah karya penulis. Contohnya puisi ini:

Di sini di hamparan sajadah
Aku kembali bersimpuh
Di tubuh subuh yang teduh
Menghadap Sang Penerima Keluh
Meski telah habis segala ucapan
Tapi, aku masih membilang
Hatur doa merangkai kata
Di ujung imaji bermunajat
Dirimu tak raib dalam rambang
Sayang….
Teruslah membingkai rindu untukku
Menyimpan bara di dada
Karena telah lama janji ditaburkan
Kita akan terus bersama

Di bab 1, penulis mengajak pasangan suami istri untuk merenungi setiap makna yang terkandung di dalam pesta pernikahan. Misalnya, cincin pernikahan menyiratkan adanya penyatuan perbedaan-perbedaan yang dibawa saat menikah. Coba renungkan sendiri oleh Anda, apa makna di balik setiap prosesi pernikahan? Niscaya Anda akan temukan kedalaman artinya, tak sekadar seremoni. Dari situ saja Anda harus memahami bahwa pernikahan bukan ikatan sembarangan. Kemudian, di bab 2 dan seterusnya, penulis memberikan tips-tips untuk merawat pernikahan, diantaranya dengan mengingat kembali alasan memilih pasangan. Penulis mengadakan survey kecil-kecilan, di antara pengisi survey itu rupanya sudah saya kenal juga, diantaranya:

Nia K. Haryanto: “Karena hatinya.”
Dwina Yusuf: “Karena dia satu-satunya yang enggak pernah protes kalau dengar saya nyanyi.”
Riana Inna Wulandari: “Karena dia sabar, baik hati, dan gemar menabung.”

Dan lain-lain. Alasannya ada yang serius, ada pula yang lucu. Memang benar, ketika kita mengingat kembali alasan memilih suami/ istri, kita akan tersadarkan bahwa “dia” memang orang yang kita pilih.

Penulis mengadakan survey lagi dengan mengajak narasumber untuk menuliskan harapannya kepada suami. Menurut penulis, bila kita menyebutkan harapan kita kepada pasangan, barangkali pasangan akan berupaya memenuhi harapan tersebut. Kerapkali, masalah dalam rumah tangga terjadi karena suami/ istri tidak memenuhi harapan pasangannya. Beberapa surat dari istri kepada suaminya ini ada yang serius, ada pula yang lucu. Sayangnya, tidak ada surat dari suami kepada istri, padahal suami perlu juga mengungkapkan harapan kepada istrinya.

“Harapanku tuk suamiku, semoga kau mengingat cara menulis namaku dengan benar. Juga mengingat hari kelahiranku dan anak-anak kita. Walau dulu kita tak sempat pacaran, apalagi berkirim surat, tapi mengingat hal-hal dasar seperti itu juga penting. Masa sih kalau ada pendataan harus selalu telepon dulu sama istri hehehe…. Sebab kau telah memilihku menjadi istri dan ibu dari anak-anakmu, maka hal remeh  temeh seperti itu juga kau ingat, yaaa!” (Risye Fitriyani), halaman 55.

Masalah dalam rumah tangga itu sebagian besar disebabkan oleh gagalnya komunikasi di antara suami istri. Penulis memberikan tips membangun komunikasi yang baik di antara suami istri. Tak lupa, penulis menyisipkan cerita rumah tangga Rasulullah Saw yang patut dijadikan panutan. Sekali lagi, penulis menyisipkan cerita-cerita dari narasumber mengenai kebiasaan-kebiasaan sederhana yang menyentuh. Acap kali, romantisme dalam rumah tangga tidak perlu berwujud hal-hal besar dan materialistis, melainkan cukup berupa hal-hal kecil yang membahagiakan, seperti:

“Hal yang paling menyentuh adalah saat aku pergi ke pasar ditemani suamiku, dia menggandeng tanganku ketika kami memilih barang belanjaan dan menawarnya sambil tertawa. Apalagi suami yang menawarkan diri untuk membawa kantong belanja.” (Eni Martini) halaman 104.

Di bab-bab terakhir, penulis memberikan tips-tips mengatasi kejenuhan dalam rumah tangga, perselisihan dalam rumah tangga, intervensi mertua, masalah pengasuhan anak, istri bekerja, dan yang terparah adalah perselingkuhan. Semua solusi disertai kisah nyata dari narasumber. Kisah yang dapat menjadi inspirasi bagi pembaca, terutama bagaimana cara pasangan lain menyelesaikan masalah mereka. Sayangnya, sebagian besar narasumber yang menyumbang cerita di dalam buku ini adalah para istri. Mungkin karena para suami tidak mudah terbuka untuk bercerita, terlebih menceritakan kejadian di dalam rumah tangganya. Padahal, saya ingin sekali mengetahui isi hati para suami mengenai istri-istrinya.

Tulisan Irhayati Harun di dalam buku ini ringan dibaca,  menyentuh, dan inspiratif. Patut dibaca oleh semua pasangan suami istri (termasuk suami-suami), agar hubungan pernikahan tetap sakinah, mawaddah, dan warrahmah karena solusi-solusi yang diberikan sangat dapat diaplikasikan dalam kehidupan pernikahan.

9 komentar: