Rabu, 18 Februari 2015

SYIAH: Menguak Tabir Kesesatan dan Penghinaannya terhadap Islam


Judul: SYIAH, Menguak Tabir Kesesatan dan Penghinaannya terhadap Islam
Penulis: Drs. Muhammad Thalib
Penerbit: El Qossam
Tahun Terbit: 2007
Jumlah Halaman: 248
ISBN: 978-979-16660-0-8

“Allah itu bersifat bada’, yaitu baru mengetahui sesuatu bila sudah terjadi. Akan tetapi, para imam Syiah telah mengetahui lebih dahulu hal yang belum terjadi.” (Al Kulaini, seorang ulama ahli hadist Syiah dalam kitab Ushulul Kafi halaman 40).



Baru-baru ini terjadi penyerangan terhadap Majelis Adz Zikra yang dipimpin oleh Ustadz Arifin Ilham, yang diduga dilakukan oleh sebagian penganut ajaran Syiah. Perseteruan antara kaum Sunni (Ahlusunnah wal Jamaah) dengan Syiah memang sudah terjadi sejak Nabi Muhammad Saw meninggal dunia.  Ahlusunnah wal Jamaah (Sunni) meyakini bahwa ajaran Syiah itu sesat dan bukan termasuk bagian dalam Islam. Penganutnya adalah kafir.

Jika melihat sejarah munculnya Syiah, hal itu sungguh dapat dimaklumi karena Syiah muncul setelah Nabi Muhammad Saw meninggal dunia, dilatarbelakangi oleh protesnya beberapa kalangan yang tidak sepakat atas penunjukan khalifah pengganti Nabi. Mereka—yang kemudian menyebut dirinya “Syiah”—beranggapan bahwa khalifah pengganti Nabi seharusnya berasal dari keturunan Nabi, yaitu Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi, sebagian besar sahabat Nabi menunjuk Abu Bakar Shidiq sebagai khalifah berikutnya. Lalu, setelah Abu Bakar Shidiq meninggal, digantikan oleh Umar ibn Khattab. Amarah kaum Syiah pun semakin menggelegak, dan itu pula yang membuat mereka membenci Abu Bakar Shidiq dan Umar ibn Khattab, dua orang sahabat Nabi yang dijamin masuk surga.

Jadi, mengapa Syiah bisa disebut sesat dan telah keluar dari Islam? Tentu saja sahabat Nabi dan para ulama Sunni tidak sembarangan menyebut sesat tanpa didasari oleh alasan-alasan yang prinsip. Buku ini adalah salah satu buku yang menguak kesesatan Syiah, patut dibaca oleh muslim, terutama bagi yang selama ini beranggapan bahwa Syiah itu hanya salah satu Mahzab dalam Islam dan tidak ada perbedaan-perbedaan yang prinsip dalam ritual ibadahnya. Sesungguhnya, anggapan itu hanyalah satu dari sekian banyak kebohongan Syiah, karena penganut Syiah memiliki prinsip Taqiyyah, yaitu kebolehan berbohong untuk menyembunyikan identitas mereka. Jika kita membaca buku ini, kita akan tahu betapa banyaknya perbedaan akidah Syiah dengan akidah Islam yang murni.

Secara umum, kesesatan Syiah seperti berikut ini:
  • Berkeyakinan bahwa para imam Syiah itu maksum (terlepas dari dosa) dan derajatnya lebih tinggi dari Rasul.
  • Al Quran yang ada sekarang tidak asli, alias palsu.
  • Para sahabat Nabi semuanya berdusta dan berkhianat kepada Nabi, kecuali beberapa orang saja.
  • Semua hadist yang dianggap sahih dalam kitab hadist Muslimin, dianggap palsu.
  • Khalifah selain dari Ali adalah penjahat, karena merebut kekuasaan kekhalifahannya. (halaman 7).

Penulis buku ini mengungkap kesesatan Syiah, justru dari kitab-kitab hadist yang ditulis oleh para ulama Syiah itu sendiri. Seperti kutipan kalimat di atas, kaum Syiah beranggapan bahwa Allah itu bersifat bada’, yaitu baru mengetahui sesuatu bila sudah terjadi. Sedangkan para imam Syiah telah mengetahuinya lebih dulu sebelum terjadi. Seorang muslim yang akidahnya murni, tentu akan menolak pernyataan tersebut. Bagaimana mungkin Allah tidak lebih tahu daripada para imam Syiah? Dengan kata lain, penganut Syiah menganggap bahwa para imam Syiah lebih tinggi pengetahuannya daripada Allah. Mereka memuja berlebihan terhadap para imam Syiah. Menurut mereka, para imam Syiah itu bebas menentukan halal dan haram, memiliki sifat maksum (terlepas dari dosa) seperti halnya para Nabi, derajat Imam lebih tinggi daripada derajat Kenabian, mengetahui hal yang gaib melebihi Nabi Musa as, dan sebagainya (halaman 15).

Sementara dalam ritual ibadah, banyak sekali perbedaannya dengan ahlusunnah wal jamaah, dari mulai azan, syahadat, bacaan salat, sampai bacaan Al Quran pun ditambahi sesuai hawa nafsu mereka seolah-olah kedudukan Ali bin Abi Thalib itu lebih tinggi daripada Nabi Muhammad Saw. Di buku ini, penulis melampirkan ayat-ayat Al Quran versi Syiah.

Syiah dan Yahudi sangat berhubungan, karena Syiah diembuskan oleh Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang mengaku muslim tetapi sebenarnya ingin merusak Islam dari dalam. Sejak Nabi Muhammad Saw diutus menjadi Rasul, kaum Yahudi memang tidak senang terhadap Islam dan senantiasa berbuat kezaliman untuk menghancurkan kaum muslimin. Hal itu sudah disebutkan di dalam Al Quran, dan bila kita membaca sirah Nabawiyah—sejarah kenabian—kaum Yahudi sering mengkhianati perjanjian dengan kaum muslimin. Kebencian mereka telah mengurat akar dan akan terus berlangsung sampai kiamat. Pemerintah Iran dengan Syiahnya mengatakan bahwa mereka juga membenci Yahudi dan akan memerangi Yahudi, tetapi pada kenyataannya mereka berpelukan di belakang dengan kaum yang telah dilaknat Allah Swt itu.

Bagi Anda yang belum mengenal Syiah dan belum meyakini kesesatannya, ada baiknya Anda membaca buku ini. Syiah menjunjung Ali bin Abi Thalib secara berlebihan, padahal mereka pula yang mengkhianati keponakan Rasulullah Saw itu. Bahkan, Ali berkata kepada Syiah, “Semoga Allah memusnahkan kalian. Kamu semua telah membanjiri darahku dengan nanah, dan kalian telah memadati dadaku dengan kemarahan dan membuntu pernafasanku. Kalian telah merusak pandanganku dengan penyelewengan dan pembangkangan sehingga orang Quraisy itu berkata, “Putra Abi Thalib itu seorang pemberani, tetapi sayang tidak mengerti berperang!” Akan tetapi, aku tidak akan lagi menoleh kepada orang yang tidak patuh dan suka membangkang!” (halaman 88).

Ajaran Syiah yang sangat menjunjung para imam—Ali bin Abi Thalib dan keturunannya—tampak dari ucapan Khomeini, Imam Revolusi Iran di dalam al Hukumah al Islamiyah halaman 141: “Malaikat tunduk kepadanya, semua manusia tunduk kepadanya, sekalipun musuhnya. Mereka tunduk karena kebenaran  yang ada pada Ali, baik itu ketika sedang berdiri, duduk, berbicara, diam, berpidato, salat, maupun berperang.” (halaman 151). Sifat-sifat tersebut menjelaskan bahwa Ali adalah jelmaan Tuhan. Bahkan, Nabi Muhammad Saw sekalipun tidak mendapatkan penghormatan seperti itu, lalu bagaimana mungkin Ali bisa mendapatkannya?

Dr. Musa Al Musawi, tokoh imam Syiah, menegaskan bahwa Khomeinisme adalah sebuah gerakan Zionis, bekerja dengan dana besar dari Israel. “Revolusi Khomeini berjalan sesuai skenario Zionisme Internasional dengan tujuan untuk melenyapkan suara Islam yang bebas di iran dan mengucilkan Iran dan rakyatnya yang miskin dari dunia Islam.” (halaman 164). Pemerintah Teheran telah mendirikan enam Universitas baru untuk menampung mahasiswa miskin dari Indonesia, Malaysia, India, dan Nigeria. Mereka diajari gagasan Khomeini agar kelak dapat menjadi propagandis Khomeinisme di negeri mereka. (halaman 165).

Apa yang diucapkan oleh Dr. Musa Al Musawi itu agaknya sudah terbukti di Indonesia, seperti yang kita  lihat belakangan ini di mana kaum Syiah sudah berani menunjukkan dirinya dan mengklaim bahwa mereka juga Islam, bahkan sudah menduduki kursi DPR. Syiah telah berhasil mengacaukan pikiran umat Islam untuk sekadar meyakini bahwa Syiah itu sesat. Semoga Allah melindungi akidah kita dari kesesatan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar