Senin, 04 Maret 2013

Baby Traveller: Repotnya Membawa Anak-anak Bepergian


Fenomena yang sangat menggembirakan saat ini datang dari ibu-ibu rumah tangga yang antusias menggeluti hobi menulis di sela pekerjaan mengurus rumah tangga dan anak-anak. Tulisan-tulisan mereka sebagian besar terkumpul dalam buku antologi, atau kumpulan karya sastra, dalam hal ini esai nonfiksi. Pasti ada pertanyaan, bagaimana bisa para ibu rumah tangga itu menyempatkan diri untuk menulis di antara bertumpuknya tugas kerumahtanggaan yang menyita waktu dan tenaga?


Saya juga seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari berada di rumah bersama ketiga anak saya yang masih balita. Saya sudah menulis sejak remaja, dan hobi menulis ini masih saya gemari sampai sekarang. Ternyata tidak mudah membagi waktu antara menulis dan mengasuh anak. Memang,  untuk tugas rumah tangga semacam mencuci, menyetrika, dan membersihkan rumah, ada seorang asisten yang membantu. Tetapi tidak dengan mengasuh anak. Saya mengasuh ketiganya sendiri. Suami membantu saat sempat, berhubung jam kerjanya padat. Satu anak masih bayi, sehingga semakin susah membagi waktu untuk menulis. Ketika sedang menulis, ada saja permintaan anak-anak yang harus saya turuti, berhubung mereka masih membutuhkan bantuan saya dalam melakukan banyak hal.

Jadi, jika ada ibu rumah tangga yang mampu menulis di sela kegiatan kerumahtanggaannya, itu patut diacungi jempol. Tentulah mereka telah berhasil menyingkirkan segala hambatan untuk bisa menulis, dari mulai tugas rumah tangga yang tak habis-habis, rengekan anak-anak, fisik lelah, dan waktu yang terbatas. Hasil tulisan para ibu rumah tangga itu, dikumpulkan dalam buku antologi, yang sebagian besar isinya tentang pengalaman mereka dalam tugas kerumahtanggaan dan pernikahan. Misalnya saja buku antologi yang satu ini; Baby Traveller.

Buku yang disusun oleh Ida Mulyani ini, mengumpulkan kisah-kisah pengalaman para ibu saat bepergian dengan anak-anaknya yang relatif masih bayi. Sebagaimana yang kita ketahui, membawa bayi atau balita dalam perjalanan jauh bukanlah hal yang mudah. Sebagian besar bayi cenderung rewel dalam perjalanan. Ada banyak hal yang harus disiapkan untuk mengantisipasinya. Sebagai ibu yang juga sering mengajak anak-anak jalan-jalan, saya juga merasakan hal yang sama. Saya pernah membawa anak-anak naik bus yang sedang penuh sesak, lalu anak-anak menangis karena gerah, disertai muntah-muntah. Belum lagi anak yang bayi pup di dalam bus, dan diapersnya bocor.

Di dalam buku Baby Traveller, kita juga akan membaca pengalaman para ibu ketika membawa bayi atau balitanya bepergian, dari wilayah domestik sampai internasional. Misalnya pengalaman Dewi Irianti ketika harus ke Australia bersama bayinya, berdua saja, dan itu menjadi pengalaman pertamanya ke luar negeri dengan membawa bayi. Ada juga pengalaman Atik HW, yang sering mengajak anak-anaknya ke luar negeri, mengikuti tugas suaminya yang berpindah-pindah negara. Bagaimana Atik menahan gemas dengan tingkah seorang anaknya yang pup di toilet pesawat, dank arena tak tertahankan, pupnya tercecer ke mana-mana, sedangkan pesawat akan mendarat. Dari kisah mereka, kita diberikan tips bagaimana menghadapi perjalanan ke luar negeri bersama anak-anak yang masih balita.

Cerita menggemaskan juga datang dari Dian Onasis, yang dulu pernah kesal dengan ibu-ibu yang membawa anak di perjalanan dan si anak rewel bukan main. Ternyata dia mengalami hal yang sama setelah punya anak. Putrinya, Billa, rewel bukan main saat naik kereta api menuju Malang. Pandangan sinis para penumpang pun mendarat kepadanya, seperti ketika ia memandang sinis ibu-ibu yang tak dapat mengatasi kerewelan anak mereka di perjalanan. Ternyata tak mudah menenangkan anak yang rewel dalam perjalanan.

Pengalaman Viana Akbari membawa bayinya yang baru berumur 36 hari dari Jakarta ke Solo, patut kita contek. Dengan persiapan yang baik, membawa bayi dalam perjalanan jauh ternyata tak masalah. Sayangnya, hal yang sama tak terjadi pada Indri Astuti, yang justru kehilangan bayinya dalam perjalanan rekreasi keluarga. Pengalamannya benar-benar tragis, dan membuat saya teringat terus membayangkan bayinya yang baru berumur 3 bulan, jatuh dari gendongan dan meninggal dunia.

Dan masih banyak lagi kisah para ibu yang membawa bayi dan balita mereka dalam perjalanan jauh maupun dekat. Kisah-kisah itu disertai tips bepergian dengan bayi dan balita, yang dapat diambil manfaatnya oleh pembaca. Semua kisah ditulis dengan bahasa sederhana dan  mudah dipahami, bahasa para ibu. Para ibu yang ingin bepergian dengan anak-anaknya, boleh membaca buku ini. Tips-tipsnya bisa dijadikan antisipasi saat bepergian dengan bayi dan balita.

1 komentar:

  1. Astaghfirullah! Jatuh mba? Ya rab.. Saya baru paham repotnya org tua saya dulu setelah saya punya anak.. Sekarang saya mampu menyewa kendaraan utk pulang kampung sementara org tua saya dulu hrs membawa 3anak dgn kendaraan umuum. Jauh pula..

    BalasHapus