Senin, 04 Maret 2013

Taj Mahal: Bukti Keabadian Cinta


Sempurna! Itulah kata pertama yang tebersit dalam benakku usai menuntaskan lembar terakhir halaman novel Taj, karya Timeri N. Murari. Aku seperti melihat sendiri susunan Taj Mahal yang terbuat dari berton-ton batu-batu mulia nan mahal, ruby, zamrud, bahkan berlian. Sebuah persembahan abadi dari seorang suami kepada istri yang sangat dicintainya. Telah berdiri berabad silam, tetapi masih utuh sampai hari ini. Menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Bangunan yang mempesona, semempesona kisah cinta di baliknya. Bukan… bukan hanya  kisah cinta Shah Jahan dan Arjumand Banu yang membuatku berdecak kagum, tetapi  juga jejak yang ditinggalkannya. Sebuah sejarah bahwa Kerajaan Islam pernah berjaya di tanah Hindustan.


Kerajaan Mughal Islam, kerajaan Islam terakhir di India. Telah hancur setelah diserbu oleh Persia, tetapi Taj Mahal masih berdiri kokoh. Bukti cinta Shah Jahan kepada Arjumand Banu, istri satu-satunya yang meninggal dunia di usia muda, 38 tahun, setelah melahirkan anak keempat belas. Di masa itu, wajar saja seorang raja memiliki banyak istri dan selir, tetapi Shah Jahan hanya memiliki satu istri, sebagai bukti cintanya yang teramat dalam kepada Arjumand Banu.

Ada banyak versi mengenai kisah di balik Taj Mahal, tetapi karya Timeri menceritakan bahwa Arjumand adalah satu-satunya istri Shah Jahan. Memang, Shah Jahan pernah menikah sebelum menikahi Arjumand, karena paksaan ayahnya. Seorang pangeran hanya boleh menikah dengan putri raja, sedangkan Arjumand hanyalah keponakan seorang gubernur. Shah Jahan dipaksa menikahi putri raja Persia. Tetapi, pernikahan yang berjalan lima tahun dan tidak dikaruniai anak itu (karena Shah Jahan tidak mau menyetubuhi istrinya), berakhir juga. Shah Jahan masih terus mengharapkan Arjumand, gadis berusia 13 tahun, yang telah menawan hatinya tatkala mereka bertemu di sebuah pasar malam.

Masa itu, semua perempuan muslim mengenakan cadar, begitu juga dengan Arjumand. Ada satu hari di mana semua perempuan dibolehkan melepas cadar dan para lelaki bebas memandang wajah-wajah cantik yang selama ini tersembunyi di balik cadar. Para perempuan yang melepas cadar juga berharap wajah mereka dilihat oleh pembesar-pembesar kerajaan untuk kemudian dijadikan istri atau harem. Di hari itulah Shah Jahan memandang Arjumand yang aura wajahnya langsung memikat hatinya. Sayang, cinta mereka harus menunggu sampai lima tahun lamanya, karena ketidaksetujuan ayah Shah Jahan. Shah Jahan boleh memperistri Arjumand, asalkan menjadi istri kedua. Sedangkan Shah Jahan hanya mau menjadikan Arjumand sebagai istri pertama.

Intrik-intrik perebutan kekuasaan mulai terlihat ketika Mehrunnisa, bibi Arjumand, berhasil menikah dengan ayah Shah Jahan, raja yang berkuasa kala itu. Ada kemungkinan ibu Shah Jahan meninggal karena diracun, dan suami Mehrunnisa meninggal karena dibunuh, demi mewujudkan persatuan Mehrunnisa dengan Raja. Setelah itu, semakin terlihat bahwa permaisuri Mehrunnisa menguasai kebijakan-kebijakan kerajaan, termasuk memerintahkan Shah Jahan untuk pergi berperang. Arjumand tidak pernah absen mendampingi suaminya berperang, meskipun sedang hamil tua. Beberapa kali ia melahirkan di medan perang. Dan hampir setiap tahun ia melahirkan. Shah Jahan ingin  memiliki banyak anak darinya, tanpa memperhatikan kondisi Arjumand.

Cinta yang kuat terhadap Arjumand membuat Shah Jahan tidak mau menikah lagi atau berhubungan intim dengan harem (selir). Ia hanya mau menyatukan tubuh dengan istrinya seorang, sehingga Arjumand sering hamil dan melahirkan. Pengorbanan cinta Arjumand adalah ketika merasakan kesulitan-kesulitan dalam hamil dan melahirkan hingga belasan kali. Tidak semua anaknya lahir dengan mudah. Ada kalanya lahir dengan sulit. Bahkan ia pernah diam-diam menggugurkan bayinya, karena tidak mau melahirkan. Maklum, zaman itu belum ada alat kontrasepsi.

Meskipun Mehrunnisa pernah berupaya menjegal langkah Shah Jahan untuk menjadi pengganti Raja, tetap saja Shah Jahan berhasil menjadi Raja. Rupanya ada baiknya dulu Mehrunnisa sering memerintahkan Shah Jahan untuk berperang, sehingga kekuatan Shah Jahan tidak diragukan lagi. Akhirnya, Shah Jahan dan Arjumand Banu menjadi Raja dan Permaisuri Kerajaan Mughal berikutnya.

Timeri N. Murari berhasil menyajikan Taj Mahal dengan detil, menggunakan kata-kata yang puitis, sehingga semakin menonjolkan keindahan cinta Shah Jahan dan Arjumand. Kita seperti menyaksikan Taj Mahal dari jauh, apalagi ditambah dengan foto bangunan Taj Mahal dari luar dan dalam. Tatkala melahirkan anak keempat belas, Arjumand meninggal dunia. Sebelum meninggal, ia sempat membisikkan beberapa pesan kepada Shah Jahan, salah satunya adalah minta dibuatkan makam yang indah. Dan makam itu diberi nama Taj Mahal, berasal dari kata Mumtaz Mahal, nama lain dari Arjumand Banu. Taj Mahal artinya, wanita terindah di istana.

Pembuatan Taj Mahal memakan waktu 20 tahun, dengan menggunakan berton-ton batu mulia yang berharga dan beribu-ribu pekerja. Shah Jahan mengeluarkan banyak anggaran Negara hanya untuk membangun Taj Mahal. Namun, hasilnya seperti yang kita saksikan sekarang di bukunya atau di google. Indah dan abadi. Kerajaan Islam Mughal telah hancur, tetapi tidak dengan Taj Mahal. Bangunan itu menjadi bukti bahwa Islam pernah berjaya di India.

Kehancuran kerajaan Islam di belahan bumi mana pun, sesungguhnya bukan berasal dari serangan musuh dari luar, melainkan serangan musuh dari dalam. Menjadi pelajaran buat generasi mendatang, bahwasanya harta dan tahta adalah sumber kehancuran, apabila tidak dipergunakan dengan benar. Begitu pula yang terjadi kerjaan Mughal, sepeninggal Shah Jahan. Anak-anaknya saling membunuh dan berebut tahta, sehingga kekuatan mereka melemah dan dapat dengan mudah dihancurkan oleh musuh.
Kisah yang indah dan mencengangkan. Membuatku ingin melihat filmnya, andai ada. Dan menyusuri sendiri bangunan Taj Mahal, yang dibangun di atas darah dan air mata, juga cinta abadi Shah Jahan kepada Arjumand Banu.   Kisah sejarah yang menakjubkan. 

1 komentar:

  1. Membaca postingan diatas jadi pengen banget memiliki buku novel TAJ ini. Nanti sore mau ke BP ah, cari novel ini. Resensinya menarik banget nih mak Leyla Hana.

    BalasHapus