Judul:
The Mint Heart
Penulis:
Ayuwidya
Penerbit:
Bentang Pustaka
Tahun
Terbit: Cetakan Pertama, Maret 2013
Jumlah
halaman: x+326 halaman
ISBN:
978-602-7888-21-0
Blurb:
Mencintaimu seperti menikmati seporsi mint
ice cream. Kebekuan hatimu, dingin menyentuhku. Tak cukup satu sendok untuk
merasamu. Butir pahit yang melebur di dalamnya justru membuatku menyendok lagi,
dan lagi….
Ini
novel Ayuwidya yang kedua yang saya baca setelah Hello Goodbye. Saya berharap
menemukan jalinan kisah romantis yang mendayu-dayu, dengan bahasa lembut dan
puitis seperti saat membaca Hello Goodbye. Ternyata, gaya menulis Ayu di novel
ini sama sekali berbeda dengan di novel Hello Goodbye. Novel The Mint Heart
yang jika dilihat dari depan seperti novel romantis mengharubiru, apalagi kalau
baca blurbnya, ternyata bisa dikategorikan ke dalam novel Chicklit atau
Metropop. Diksinya spontan, diselingi tingkah lucu dan konyol tokoh-tokohnya.
Walaupun melesat dari perkiraan, saya bisa menikmati membaca novel ini karena
gaya menulis Ayu sesuai dengan selera saya.
Kisahnya tentang Lula, penulis rubrik
wisata di Majalah Travel Lover’s Magz, ditugaskan untuk mengisi rubrik Wherever
You Want.” Semacam tantangan traveling ke mana saja tergantung polling pembaca.
Lula akan berangkat bersama Leon, cowok kece yang bertugas sebagai fotografer
yang kebetulan sudah lama ditaksir Lula. Sayangnya, Leon itu sedingin es krim
rasa mint yang pahit. Sudah dingin,
pahit pula. Sikap Leon yang cuek bebek membuat Lula harus berusaha mati-matian
mengambil perhatiannya.
Karakter Lula dan Leon sudah
sering diangkat oleh komikus Manga Jepang. Ceweknya konyol dan jatuh cinta
mati-matian sama si cowok, sedangkan cowoknya dingin dan gak acuh. Tentu saja
akhirnya bisa ditebak. Pasti mereka akan bersama juga. Novel romance memang
memiliki kisah yang mudah ditebak, jadi bukan itu yang dicari dari novel
romance. Inti dari novel romance adalah bagaimana kita bisa menikmati perilaku
tokoh-tokohnya. Ikut tertawa, sedih, dan bahagia saat tokoh-tokohnya tertawa,
sedih, dan bahagia. Setidaknya, saya bisa larut ke dalam cerita ini, walaupun
sudah tentu banyak hal-hal klise di dalamnya.
Saking cueknya Leon, nyaris saja
ketinggalan pesawat pertama mereka ke Padang. Untung Lula mampu bersandiwara di depan petugas bandara,
bahwa mereka akan menikah dan berbulan madu, jadi Leon tidak boleh ketinggalan
pesawat. Sampai di hotel, ternyata kamarnya cuma satu karena mereka datang
terlalu cepat, jadi hotelnya belum siap. Saya tidak tahu apakah boleh check ini
duluan? Ini mengingatkan saya pada adegan di novel lain, barangkali juga ada di
drama-drama Korea. Bisa ditebak toh, pasti mereka jadi sekamar deh. Yup,
walaupun ditolak Leon, akhirnya Lula berhasil menguasai kamar itu.
Nilai positif dari novel ini
barangkali kisah perjalanan travelling Lula dan Leon ke tempat-tempat wisata di
Indonesia, dari Sumatra Barat, Maros, Jogjakarta, dan lain-lain, yang membuka
pengetahuan pembaca. Konflik? Agak mengecewakan, kenapa harus mendatangkan
Anika, yang ternyata tunangan Leon, untuk menghalangi kisah cinta Lula dan
Leon? Konflik itu terlalu biasa.
Saya bisa ikut tertawa, sedih,
dan kesal bersama Lula selama perjuangannya mengambil perhatian Leon. Tapi,
setelah kedatangan Anika yang secara kebetulan bertemu dengan mereka di
Makasar, dan ternyata adalah tunangan Leon, membuat minat saya berkurang. Yap,
adegan-adegan selanjutnya seperti di novel-novel lainnya, deh. Terus berputar
pada adegan-adegan salah paham antara Leon dan Lula, yang diakibatkan oleh
Anika. Hubungan pertunangan Anika dan Leon berakhir dengan mudah, karena
keduanya tidak saling mencintai. Kehadiran Lula membuat Anika mudah memutuskan.
Itu belum selesai, karena Lula masih berpikir Leon bertunangan dengan Anika. Dan…
kesalahpahaman itu diurai oleh penulisnya, nyaris setengah isi novel!
Saya bertahan untuk membacanya
hanya agar bisa mereview novel ini dengan obyektif, tapi memang sudah tak ada
yang menarik lagi walaupun saya sudah membacanya sampai selesai. Setidaknya,
novel ini cukup menghibur, lucu, dan seru. Cocok untuk pembaca buku yang tak punya waktu banyak, serta butuh hiburan. Ayuwidya memang pencerita yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar