Kamis, 09 Januari 2014

Temui Aku di Surga: Menguak Intrik di Balik Pemilihan Kepala Desa


Judul: Temui Aku di Surga
Penulis: Ella Sofa
Penerbit: Quanta, Elex Media
Tahun Terbit: Cetakan I, Juni 2013            
ISBN:  97806020213606
Tebal: vii+279 hal

Di televisi secara nyata ditayangkan intrik-intrik perebutan kekuasaan di kalangan eksekutif dan legislatif. Politik itu kejam, demikian ungkapan yang sering terdengar. Demi menempati posisi-posisi penting dalam pemerintahan, tokoh-tokoh partai saling menjatuhkan satu sama lain dengan melakukan tindakan-tindakan negatif baik berupa pemutarbalikan fakta, fitnah harta dan wanita, permainan media, sampai hal-hal di luar logika seperti menggunakan jasa dukun dan bahkan membunuh lawan politiknya.


Ternyata, intrik-intrik politik itu tak hanya terjadi pada pemerintah pusat, melainkan juga sampai ke daerah. Contohnya, intrik politik yang terjadi pada pemilihan Kepala Desa. Malik dan Yudho adalah dua sahabat yang digambarkan memiliki wajah dan perawakan mirip satu sama lain, meski terlahir dari orang tua yang berbeda. Malik adalah anak dari keluarga menengah ke atas, sedangkan Yudho adalah anak dari keluarga miskin. Malik sempat menjadi anak nakal, bergabung dengan geng motor yang hobi membuat kerusakan dan bertempur dengan geng motor lawan. Yudho sebaliknya, seorang pemuda  baik-baik yang ikut mencari nafkah untuk membantu biaya sekolah adik-adiknya.

Yudho  yang semula bekerja di toko pemasangan kaca, diajak oleh Malik untuk membuat usaha sendiri. Hal ini membuat geram Solikin, mantan bos Yudho. Sementara itu, orang tua Malik bercita-cita mencalonkan anaknya menjadi Petinggi Desa (Kepala Desa) karena petinggi yang sudah memerintah dirasa tak becus. Contohnya, jalanan desa semakin rusak, sementara pemasukan desa dipakai foya-foya oleh Kepala Desa.

Sayangnya, rencana pencalonan Malik tak berjalan lancar, karena pemuda itu keburu dibunuh oleh orang lain dalam tabrak lari. Yudho pun digadang-gadang oleh orang tua Malik dan sesepuh desa yang menginginkan perbaikan desa, sebagai calon Kepala Desa selanjutnya. Mereka menyumbang dana untuk pencalonan Yudho dan berharap kondisi desa akan menjadi lebih baik dengan terpilihnya Yudho.

Tanda manis dari penulisnya :-)
Ide novel ini sangat menarik, mengenai intrik-intrik di balik pencalonan Kepala Desa. Membaca novel ini, kita dapat mengetahui bahwa tidak mudah untuk menjadi Kepala Desa. Bahkan, untuk mencalonkan diri pun, membutuhkan kekuatan fisik, mental, dan sudah tentu materi. Yudho yang anak orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemasang kaca, mendapatkan bantuan dari warga desa yang sudah ingin mengubah kondisi desa dengan melengserkan Kepala Desa yang lama. Akan tetapi, jalan itu tetap tidak mulus. Ada kecurangan-kecurangan disertai ancaman pembunuhan yang menarik untuk diikuti. Yudho pun bertanya-tanya, apakah penyebab terbunuhnya Malik juga ada hubungannya dengan pencalonannya sebagai Kepala Desa?

Membaca novel ini, wawasan kita menjadi terbuka bahwasanya permainan politik itu benar-benar ada: politik uang, ancaman pembunuhan, pemakaian jasa preman untuk mengancam (di sini disebutkan sebagai orang abangan), bahkan memakai jasa dukun, di mana Kepala Desa yang lama memakai Jas Ontokusumo untuk memikat pemilih. Bila pemilihan Kepala Desa saja sudah mengandung intrik yang sedemikian rupa, bagaimana dengan pemilihan anggota legislatif dan eksekutif pusat? Tentu dapat kita dapat ambil kesimpulan bahwa kasus-kasus politik yang ramai di media massa hanyalah bagian dari intrik para penguasa untuk memperoleh kekuasaan atau mempertahankan kekuasaannya.

Setting novel di Jepara juga amat terasa dari logat para tokohnya yang kental, seperti panggilan “Nang” untuk anak laki-laki dan gaya menulis sang novelis yang mengentak-entak, khas Jepara. Tak heran karena penulisnya pun asli Jepara. Pembaca dibuat penasaran mengenai misteri di balik kematian Malik dan kegagalan Yudho menduduki posisi Kepala Desa walaupun sudah didukung oleh sebagian besar penduduk desa. Kita juga bisa belajar dari semangat dan tekad Yudho yang anak orang tidak mampu, untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik dengan bekerja keras dan bercita-cita melanjutkan sekolahnya sampai jenjang yang lebih tinggi.

Dimuat di Nabawia.com

1 komentar: