Penulis:
Ruwi Meita
Penerbit:
Gagas Media
Tahun
Terbit: Cetakan pertama, 2008
Jumlah
halaman: x + 286
ISBN:
979-780-228-0
Saya
tak tahu kalau novel ini termasuk genre thriller. Saya mengenal penulisnya,
Ruwi Meita, di facebook. Tahu-tahu saja saya sudah berteman dengannya, tanpa
ingat kapan mengkonfirmasi pertemanan. Ternyata dia penulis yang sudah cukup
berpengalaman. Sering menjuarai lomba menulis bergengsi. Saya jadi penasaran
ingin tahu gaya menulisnya. Saya menemukan buku ini dijual di sebuah toko
online dan dengan serta merta membelinya. Begitu saya baca sinopsisnya,
astagaa! Sepertinya ini novel horor! Sejujurnya, saya orang yang penakut.
Sinopsis:
Mala tahu ini bukan sebuah mimpi buruk.
Bukan halusinasi sebagaimana yang dipikirkan Nawai. Ini kenyataan. Ada enam
orang asing yang hidup dan bernapas di rumah lebah. Mata telanjang milik gadis
kecil genius berjiwa ganjil itu melihat semuanya. Melihat apa yang tak
diketahui dan tak dilihat orang. Tidak juga Nawai. Atau tepatnya, tak boleh ada
seorang pun mengetahui itu semua. Sebab, itu justru akan menjadi gladi kotor
kematian bagi sang ratu lebah. Sosok yang seharusnya tak boleh diganggu
keberadaannya.
Saya
beranikan diri untuk membacanya. Ini alasan kenapa novel thriller saya pun
belum selesai direvisi, karena saya sendiri takut membacanya, wahahaha… Lah,
kenapa suka nulis thriller? Walaupun takut, film atau novel thriller itu selalu
menantang untuk dibaca karena penulis menyajikan misteri-misteri untuk
dipecahkan. Begitu juga dengan novel ini. Ruwi Meita memiliki diksi yang menarik
untuk memetaforakan rumah lebah. Saya baru tahu dari novel ini, kalau ratu
lebah itu akan membunuh lebah-lebah betina
yang lahir bersama dengannya.
Bagian
prolognya langsung membuat jantung deg-degan dan bulu kuduk berdiri.
Dikisahkan, Mala hilang dari tempat tidurnya, dan tahu-tahu sudah ada di atap
genting rumah. Gadis 10 tahun itu katanya diajak oleh teman khayalannya,
Willis, bersembunyi di atas genting, untuk menghindari Satira, gadis berwajah
jahat. Nawai dan Winaya tak tahu siapa itu Willis, Satira, juga Abuela, Ana,
yang sering diceritakan oleh Mala. Kata Mala, orang-orang itu juga tinggal di
rumah mereka. Hiiiyyy…. Kita pasti sudah membayangkan keempat orang itu adalah
hantu, sayangnya, ini bukan novel tentang hantu.
Alkisah,
Winaya yang seorang penulis terkenal pun pindah ke Ponorogo bersama
keluarganya, membeli sebuah rumah di atas bukit yang jauh dari peradaban. Di
sekeliling mereka adalah hutan. Tetangga mereka hanya vila-vila kosong yang
didatangi pemiliknya hanya saat liburan. Salah satu vila itu dimiliki oleh
Rayhan, seorang pengusaha lajang yang suka berganti-ganti pasangan. Kebanyakan
adalah model atau artis yang sedang melambung namanya. Saat Winaya pindah ke
rumah baru, Rayhan sedang menjalin hubungan dengan Alegra Kahlo, artis berdarah
keturunan Spanyol.
Mala
semakin sering menunjukkan keanehan. Kecerdasannya di atas rata-rata anak
seusianya. Dia tidak suka bergaul dan sering mengobrol dengan teman-teman
khayalannya. Nawai menderita penyakit anemia dan sering tertidur tiba-tiba. Suatu
hari, editor Winaya mengabarkan bahwa novel Winaya akan difilmkan dan mereka
telah memilih pemeran wanitanya: Alegra. Yap, secara kebetulan, Alegra sedang
sering bertandang ke vila Rayhan. Artis itu pun mendekati Winaya untuk bisa
menyelami perannya dalam film yang diangkat dari novel Winaya.
Teman-teman
khayalan Mala pun mulai sering menunjukkan diri. Satira yang jahat, punya masa
lalu kelam, pernah diperkosa oleh ayahnya di masa kecil. Willis, si lelaki
hijau, selalu terlihat bersedih. Albuela, nenek tua yang suka berbahasa
Spanyol. Tante Ana, wanita binal yang suka mengecat rambutnya berwarna merah
marun. Lalu, terjadilah pembunuhan yang menimpa seorang wartawan tabloid gossip
bernama Deni, yang diduga dilakukan oleh Alegra, artis yang merasa terancam
oleh Deni karena rahasianya akan dibongkar bila tak menyerahkan sejumlah uang. Kartika,
polisi yang memimpin penyelidikan kasus itu, menemukan sebuah fenomena luar
biasa yang dialami oleh Nawai dan Mala. Apakah itu?
Wow,
sampai mendekati akhir pun, saya tidak bisa menebak ceritanya, sampai kemudian
saya tahu apa yang menimpa Nawai. Ruwi berhasil menarik ulur cerita sehingga
menjadi begitu misterius, walaupun ternyata kasus yang menimpa Nawai sudah
sering diangkat ke dalam novel. Yap, split
personality, kepribadian ganda. Pada akhirnya, diketahui bahwa Willis,
Abuela, Ana, dan Satira adalah orang yang sama, yaitu NAWAI. Siapa sangka ibu
rumah tangga yang penurut dan tidak macam-macam itu ternyata mengalami gangguan
kejiwaan? Ia bisa menjadi enam orang sekaligus dalam satu waktu, tapi tidak
menyadarinya. Masa lalu yang kelam menjadi penyebabnya. Hanya Mala yang
mengetahui itu. Jadi, bisa ditarik kesimpulan, semua teman khayalan Mala selama
itu adalah ibunya sendiri, yang berubah-ubah bentuk sesuai keadaan. Lalu,
siapakah yang membunuh Deni? Apakah Alegra? Atau Nawai? Atau jangan-jangan ada
orang lain yang mengambil keuntungan dari kegilaan Nawai?
Walaupun
review ini spoiler, Anda tetap harus
membaca novel ini untuk merasakan cara Ruwi mengajak kita bertanya-tanya
mengenai apa yang terjadi terhadap Nawai. Rasanya saya ingin membaca novel Ruwi
Meita lainnya. Cukup beberapa jam saja waktu yang diperlukan untuk membaca
novel ini karena Ruwi menuliskannya dengan amat menarik. Masih ada pertanyaan
yang menggantung di benak saya selepas membaca novel ini, tapi begitulah novel
thriller. Selalu menyisakan pertanyaan di akhir kisah, yang harus dijawab
sendiri oleh pembacanya. Hffff……
Ketika seekor ratu lebah menetas, dia akan
menjerit dengan lengkingan yang kuat. Siapa pun lebah betina yang ikut menetas
bersamanya, menjawab lengkingan itu, maka dia telah berbuat kesalahan. Sama
saja dia memanggil kematiannya sendiri. Hanya boleh ada satu ekor ratu lebah
dan sang ratu akan membunuhi siapa pun saingannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar