Judul: Checkhlist Persiapan
Berhaji untuk Perempuan
Penulis: Dra. Hj. Siti Noordayat
MR. AKT
Penerbit: Stiletto Book
Tahun Terbit: Cetakan 1, Januari
2015
Jumlah Halaman: 165
ISBN: 978-602-7572-32-4
“Mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan
perjalanan ke Baitullah. (QS 3: 97).
Menunaikan ibadah haji adalah
cita-cita sebagian besar umat Islam di dunia. Mereka rela menabung dan menunggu
bertahun-tahun demi bisa beribadah di depan kakbah. Sepanjang hidupnya, umat
Islam beribadah dengan menghadap ke arah kiblat, yaitu ke arah kakbah. Alangkah
indahnya bila kita bisa beribadah di depan kakbah dan menyempurnakan rukun
Islam. Tak hanya itu, dalam ritual ibadah haji, kita menapaktilasi
sejarah-sejarah kenabian yang menjadi tonggak awal berkembangnya agama Islam ke
seluruh dunia. Dimulai dari pertemuan kembali Nabi Adam dan Siti Hawa di Jabal
Nur, Nabi Ibrahim meninggalkan Siti Hajar dan Ismail di Mekkah, Nabi Muhammad
hijrah ke Madinah, dan sebagainya.
Dikatakan di dalam rukun Islam,
bahwasanya ibadah haji hanya diwajibkan bagi umat Islam yang mampu. Mengapa
demikian? Karena memang ibadah haji adalah ibadah yang berat. Tak hanya berat
di ongkos, tapi juga di fisik. Terlebih bagi umat Islam yang tinggal di
negara-negara yang jauh dari Mekkah, contohnya Indonesia. Paling tidak kita
membutuhkan tak kurang dari Rp 50 juta untuk bisa berhaji. Lain halnya dengan
umroh yang biasanya di bawah itu (untuk masa sekarang). Sebagian besar jamaah
haji sudah berusia lanjut karena mereka harus menabung dulu selama
bertahun-tahun. Kuota hajinya pun terbatas, dan Indonesia selalu kelebihan
kuota sehingga kita harus antri. Jika tahun ini mendaftar haji ke Kementerian
Agama, barangkali baru delapan tahun lagi kita bisa berangkat. Kecuali bila menggunakan ONH Plus yang tentu
saja biasanya berkali-kali lipat daripada ONH biasa.
Selain itu, jemaah haji harus
melakukan ritual fisik yang tak kalah beratnya. Itulah mengapa, ibadah haji
memerlukan kesiapan fisik, mental, spiritual, dan materi. Terutama untuk calon
jemaah haji perempuan. Tahu sendiri kan, perempuan kalau bepergian bawaannya
lebih repot daripada laki-laki. Apalagi pergi haji yang memakan waktu lebih
dari satu bulan. Apa saja ya persiapan pergi haji bagi perempuan? Dra. Hj. Siti Noordayat MR. AKT menulis
buku ini berdasarkan pengalamannya beribadah haji. Buku yang sangat komplit,
menurut saya. Bahkan, hal-hal kecil tapi penting pun tak luput dimasukkan. Dari
mulai persiapan sebelum berangkat, daftar barang bawaan, dan
pengalaman-pengalaman selama berada di Mekkah dan Madinah.
Misalnya dalam bab yang berjudul Persiapan Sebelum Berangkat, apabila
kita memiliki anak-anak yang masih sekolah, kita harus mempersiapkan keperluan
mereka selama ditinggalkan. Memastikan anak-anak aman dengan pengasuh yang
menggantikan tugas kita, memberitahu guru dan tetangga, memastikan anak-anak
tetap memakan makanan bergizi, dan sebagainya. Sedangkan dalam bab Daftar Barang Bawaan, penulis menyebutkan
barang-barang apa saja yang perlu dibawa oleh perempuan sampai yang
sekecil-kecilnya, misalnya saja Ulekan (buat mengulek sambal atau bumbu) dan
Dirijen 5 liter (pergi diisi beras, pulang diisi air zam-zam). Ini pengetahuan
yang penting sekali, setidaknya bagi saya, insya Allah jika kelak saya
dipanggil untuk menunaikan ibadah haji.
Di bab-bab berikutnya, penulis
menceritakan pengalaman-pengalamannya dalam berhaji, yang bisa menjadi
pelajaran bagi kita. Ada beberapa hal unik yang saya tandai,
Pertama, “Ada yang aneh di sini, kalau kita beli segelas air putih panas saja
dengan gelas kosong harganya SAR 2, tetapi kalau kita beli air putih panas
dengan gelas yang sudah kita isi Pop Mi harganya menjadi SAR 5, dan ini tidak
bisa ditawar.” (halaman 88).
Pengalaman penulis kelak bisa saya jadikan pegangan kalau mau beli Pop Mi di
Mekkah, beli air putih panasnya saja, lalu Pop Mi-nya diisi sendiri setelah ada
air putih panasnya. Tapi, daripada makan Pop Mi, mending makan makanan khas
Arab mumpung sedang berada di sana.
Kedua, “Di Madinah, jemaah tinggal di hotel dengan fasilitas mesin cuci,
almari es, serta kompor ataupun oven listrik. Apabila Anda ingin memanfaatkan
mesin cuci, segeralah mencuci baju ketika Anda sampai di dalam kamar. Kenapa?
Karena mesin cuci tersebut akan segera ditarik oleh petugas, jadi mesin
tersebut hanya bertahan setengah hari saja. Setelah itu, petugas akan berpesan
atau menawarkan jasa laundry.” (halaman
96). Membaca ini membuat saya tersenyum, membayangkan kelucuan petugas
hotel yang mengambil kembali mesin cuci, padahal baru ditaruh setengah hari.
Ketiga, “Untuk salat di dalam
masjid, sandal bisa dibawa masuk dengan dimasukkan di tas sandal maupun kantong
plastic. Bisa juga diletakkan di rak sepatu di luar. Jangan meletakkan sandal
sembarangan di lantai, asykar akan menggusur semua sandal serta sepatu tersebut
ke satu tempat, bertumpuk menjadi satu. Bisa dibayangkan kerepotan yang
menunggu kalau kita lalai.” (halaman 108). Wuiiih… saya pun tak terbayang
bagaimana mencari sandal di antara tumpukan sandal yang menggunung. Informasi
ini penting sekali diperhatikan bagi siapa pun yang mau berhaji.
Pada bab terakhir, penulis
menyisipkan cerita tentang tempat-tempat bersejarah untuk diziarahi, seperti
Taman Raudhah di Madinah, Masjid Qiblatain dengan dua kiblat, Jabal Tsur,
tempat-tempat belanja dan kuliner, serta tempat-tempat yang tak kalah
menariknya.
Subhanallah, membaca buku ini
membuat saya termotivasi untuk segera membuka tabungan haji agar bisa berhaji
di usia muda dan dengan tenaga yang masih kuat. Aamiin… semoga Allah Swt
memudahkan langkah kita untuk memenuhi panggilan-Nya.
Resensi yang jujur dan ciamik
BalasHapusSalam hangat dari Surabaya