Judul: Kinanthi, Terlahir Kembali
Penulis: Tasaro GK
Penerbit: Bentang Pustaka
Tahun Terbit: Cetakan Kedua,
Januari 2013
Jumlah Halaman: viii + 536
ISBN: 978-602-8811-90-3
Tasaro GK adalah jaminan novel
bermutu. Saya belum pernah kecewa selama membaca novel-novel Tasaro. Setebal
apa pun novelnya, pasti bisa dibaca dalam waktu singkat. Novel ini juga cukup
tebal, dengan font huruf yang kecil,
tapi tak menghalangi minat saya untuk membacanya. Tasaro memang selalu bisa
menghadirkan suspense yang menarik
pembaca untuk tidak berhenti membaca novelnya bila belum sampai di halaman
terakhir.
Kinanthi, seorang gadis dari
Gunung Kidul yang terperangkap di dalam kemiskinan bersama ayahnya yang seorang
penjudi dan ibunya yang bekerja serabutan. Ibunya disebut baulawean, karena sudah menikah tiga kali dan suaminya selalu
meninggal. Kinanthi dijauhi teman-temannya karena kondisinya itu. Hanya ada
satu orang yang mau berteman dengannya; Ajuj. Ajuj adalah anak seorang rois
atau tokoh agama yang disegani yang sering memimpin doa para penduduk Gunung Kidul.
Akan tetapi, cara berdoa Saepull ini melenceng dari ajaran Rasulullah saw
karena menggunakan perantara (tawasul) penunggu pohon keramat. Saya juga pernah
menemukan kyai yang memimpin doa dengan cara tawasul ini, sewaktu mengikuti
kegiatan KKN (kuliah kerja nyata) di Demak. Belakangan saya tahu bahwa tawasul
itu tidak diperbolehkan. Kalau mau berdoa ya langsung saja kepada Allah, tidak
perlu menyebut nama orang-orang sakti yang sudah meninggal. Misalnya begini,
“Atas perantara Ki Ageng Keramat, saya mohon diberikan rejeki yang melimpah….”
Jadi, sindiran Tasaro ini “kena” sekali, karena masih banyak orang desa yang
berdoa dengan cara tawasul.
Ajuj disiapkan bapaknya untuk
menjadi rois berikutnya, tapi putra
semata wayang itu menolak. Ia tak merasa bisa mengemban tugas yang berat,
sebagai tokoh agama. Pertemanannya dengan Kinanthi pun dipermasalahkan. Ibu dan
bapaknya melarang Ajuj bergaul dengan Kinanthi, tapi pemuda itu tetap bermain
dengan Kinanthi di rumah Mbah Gogoh, seorang nenek yang hidup sebatangkara.
Sampai kemudian Kinanthi dijual oleh orangtuanya untuk menjadi Tenaga Kerja
Wanita di Arab. Ajuj kehilangan jejak Kinanthi, meski dia tetap setia mencari
hingga bertahun-tahun lamanya karena wasiat Mbah Gogoh.
Kinanthi adalah potret
kesengsaraan perempuan Indonesia yang dijual keluarganya untuk menjadi TKW demi
sesuap nasi dan segenggam emas. Kenyataannya, Kinanthi tidak mendapatkan emas
di tanah Arab. Tasaro sungguh-sungguh menceritakan kekejaman para majikan Arab
yang membuat Kinanthi dendam setengah mati. Dari mulai nyaris diperkosa,
dipukuli, sampai akhirnya benar-benar diperkosa. Sayangnya, tidak disebutkan
satu saja majikan Arab yang baik hati. Seolah-olah semua majikan Arab itu jahat.
Padahal, tidak demikian. Lho, memangnya saya pernah jadi TKW Arab? Kok tahu?
Tahu, dong…. Seorang Bulek (Tante) saya yang juga berasal dari Gunung Kidul,
sampai hari ini masih menjadi TKW di Arab, dari sejak anaknya masih kecil
sampai anaknya dewasa. Dia terpaksa menjadi TKW karena suaminya tidak bekerja.
Kedua anaknya dititipkan ke Bulek saya yang lain, dibesarkan dengan baik.
Ibunya hanya setahun sekali pulang ke Indonesia. Ironis, uang yang diperolehnya
malah dipakai suaminya untuk kawin lagi. Ya, begitulah nasib para TKW.
Bulek saya bercerita bahwa dia
betah kerja di Arab karena majikannya sangaaaat baik. Dia bekerja hanya kepada
satu orang majikan itu, tidak pernah ganti majikan. Kalau dia pulang ke
Indonesia, majikannya akan cepat-cepat menelepon memintanya balik lagi. Apa
yang saya ceritakan ini kisah nyata, saya bahkan beberapa kali ditelepon oleh
Bulek saya dari Arab. Setelah bercerai dari suaminya, uang yang diperolehnya
itu digunakan untuk menyekolahkan anak-anaknya. Masalah bahwa anak-anaknya kekurangan
kasih sayang orangtua, itu soal lain. Yang
saya lihat, anak-anaknya baik-baik saja, tidak jadi berandalan atau bagaimana
karena dititipkan kepada Bulek saya yang memang taat beragama. Bulek saya pun
masih saja bekerja pada majikannya itu. Dia menganggap majikannya sudah seperti
saudara, malah kangen kalau pulang lama-lama ke Indonesia.
Jadi, jangan sampai setelah orang
membaca novel Kinanthi ini lalu muncul anggapan bahwa semua majikan Arab (semua
orang Arab) itu jahat, padahal mereka muslim. Seakan-akan agama Islam yang
dianutnya tidak berbekas. Memang ada banyak majikan Arab yang suka menyiksa dan
memperkosa, tapi tidak semuanya. Andai saja ada satu saja diceritakan
tentang majikan Arab yang baik di novel
ini, tentu saya tidak akan segemas ini. Anehnya, jika semua majikan Arab itu
jahat, mengapa masih banyak TKW yang mau bekerja di Arab? Nah, itu dia… Bulek
saya tidak mau pulang ke Indonesia karena gaji yang diberikan oleh majikannya
itu sangat besar, bisa membeli rumah, perabotan, dan membiayai sekolah
anak-anaknya, bahkan dipakai kawin lagi oleh suaminya. Ya, pantas saja banyak
orang yang mau jadi TKW di Arab daripada jadi pembantu rumah tangga di negeri sendiri yang hanya digaji ratusan ribu.
Di Amerika, barulah Kinanthi
bertemu dengan Arsy, orang Arab-Mesir yang baik, yang menolongnya setelah kabur
dari majikannya. Seolah penulis ingin menyampaikan pesan bahwa tidak semua
orang Arab itu jahat. Tapi karena porsi Arsy sangat sedikit, tetap saja yang
tertanam di benak saya itu orang Arab jahat-jahat semua. Apalagi Arsy bukan
orang Arab yang tinggal di Arab, tapi di Amerika. Sehingga seakan-akan penulis
ingin mengatakan bahwa orang Amerika itu baik-baik semua. Memang citra yang
ditampilkan penulis terhadap Amerika itu sangat positif, sedangkan negara Islam
itu negatif. Ini beberapa bagian dari novel ini yang kurang saya setujui.
Nasib membawa Kinanthi sampai ke
Amerika. Setelah sembuh dari trauma akibat pemerkosaan, dia diasuh oleh Asma,
seorang aktivis kesetaraan gender yang belakangan makin tidak benar saja karena
menjadi imam salat bagi laki-laki. Kinanthi pun meninggalkan Asma, mendapatkan
beasiswa kuliah kedokteran, menulis buku-buku ilmiah, dan terakhir menulis
novel yang berisi kisah cintanya dengan Ajuj. Kinanthi masih memikirkan Ajuj.
Demi Ajuj, dia mengabaikan perhatian Zhaxi, pria Tibet yang metroseksual.
Padahal, setelah bertemu Ajuj, Kinanthi melihat Ajuj tidaklah seperti dalam
bayangannya. Pria itu tidak modis, bahkan hitam dan dekil sebagaimana pria-pria
desa lainnya. Masihkah Kinanthi memperjuangkan cintanya kepada Ajuj, atau
menerima pinangan Zhaxi?
Terlepas dari ketidaksetujuan
saya pada beberapa bagian dalam novel ini, romantisme antara Kinanthi dan Ajuj
terasa menggetarkan. Tasaro dapat merangkai mimpi seorang gadis kecil yang
menyimpan pangeran idamannya di dalam hati, tetapi lalu mendapati bahwa
kenyataan tak seindah impian. Novel ini juga sarat ilmu dan pengetahuan, yang
kadang-kadang terasa membosankan. Apalagi bila Kinanthi yang sudah menjadi
Profesor itu bertutur kata, banyak kata yang tidak saya pahami seolah-olah saya
sudah menjadi seperti Ajuj yang awam, hehehe….
“Hai, setan tidak pernah gentayangan di luar otak kalian. Kalian hanya
mengalami peningkatan neurotransmitter, yang memancing gejala-gejala
skizofrenik, membuat isi pikiran kalian menjadi kacau. Itu tak lebih dari
simtom adanya perubahan karakter dari sirkuit jaringan otak.” (halaman 404)
Apakah thalamusku tidak berfungsi? Mati? Bukankah Ajuj adalah obyek
cinta? Seharusnya, sensasi kehadirannya direspon oleh thalamus di kepalaku.
Seharusnya, data itu diolah di pusat sensoris, dikirim ulang melalui girus singulata
bersama thalamus ke sistem limbik. (halaman
409)
“Ya.. dulu, sebelum aku tahu bahwa lokasi itu bernama Caldwell 99.
Dulu, aku tidak tahu rongga langit itu terkenal dengan sebutan coal sack.
Apakah kamu tahu, jaraknya sekitar 550 tahun cahaya dari bumi. Seorang pelaut
Portugis bernama Vincente Yanez Pinzon menemukannya pada tahun 1499.” (halaman 434)
Kemudian, Ajuj berkata, “Aku ndak mudheng, Thi. Kalimatmu ilmiah
sekali. Aku ndak ngerti.” (halaman 435)
Dan saya pun menimpali, “samaaaa,
Juuuj… aku juga nggak ngerti Kinanthi ngomong apa…..”
Yah, itu memang tergantung
keilmuan kita saja, dan memang saya bukan seorang dokter atau ahli Biologi atau
Astronomi. Berbagai ilmu pengetahuan penting yang dijejalkan Tasaro ke dalam
novelnya itu ternyata tak berbekas di kepala saya. Yang berbekas hanya kisah
drama antara Kinanthi dengan Ajuj. Rupanya saya ini pembaca drama, alias
pembaca yang lebih suka kisah dramanya saja daripada jejalan informasi yang menjadi
tempelan cerita, hehehe….
Barangkali salah satu informasi
yang menarik perhatian saya adalah kisah pernikahan Poliandri yang terjadi pada
suku Tibet. Saya baru tahu kalau perempuan Tibet itu menikah dengan lebih dari
satu laki-laki, fungsinya untuk mempermudah tugas-tugas keluarga. Jadi,
masing-masing suami memiliki tugas yang berbeda, misal: ada yang berkebun, ada
yang beternak, dan sebagainya. Saya jadi memikirkan bagaimana kalau seorang
istri punya lebih dari satu suami? Pada akhirnya, pemikiran saya mengarah
kepada Pekerja Seks Komersil yang sanggup melayani beberapa orang laki-laki
dalam satu malam. Artinya, bisa saja. Apalagi kalau sudah menjadi budaya. Yang
menjadi masalah, si anak tidak tahu siapa bapaknya. Konon katanya, perempuan
mengetahui benih siapa yang ada di rahimnya, tapi saya sendiri yang sudah
menikah, tidak tahu janin yang ada di rahim saya itu hasil perbuatan kapan? Bagi
pernikahan poliandri, jalan satu-satunya untuk mengetahui siapa bapak dari si
anak adalah tes DNA. Intinya, semua itu kembali pada budaya. Memang, budaya
Tibet itu matrilineal, perempuan yang memegang kuasa.
Tidak rugi membaca novel ini. Sungguh.
Sudah lama sekali saya pengen baca novel ini, mbak. Tapi belum kesampaian.
BalasHapusWaaah, saya jadi tertarik banget untuk membacanya langsung ini, Mbak :)
BalasHapus