Kamis, 09 April 2015

Kinanthi: Terlahir Kembali


Judul: Kinanthi, Terlahir Kembali
Penulis: Tasaro GK
Penerbit: Bentang Pustaka
Tahun Terbit: Cetakan Kedua, Januari 2013
Jumlah Halaman: viii + 536
ISBN: 978-602-8811-90-3

Tasaro GK adalah jaminan novel bermutu. Saya belum pernah kecewa selama membaca novel-novel Tasaro. Setebal apa pun novelnya, pasti bisa dibaca dalam waktu singkat. Novel ini juga cukup tebal, dengan font huruf yang kecil, tapi tak menghalangi minat saya untuk membacanya. Tasaro memang selalu bisa menghadirkan suspense yang menarik pembaca untuk tidak berhenti membaca novelnya bila belum sampai di halaman terakhir.


Kinanthi, seorang gadis dari Gunung Kidul yang terperangkap di dalam kemiskinan bersama ayahnya yang seorang penjudi dan ibunya yang bekerja serabutan. Ibunya disebut baulawean, karena sudah menikah tiga kali dan suaminya selalu meninggal. Kinanthi dijauhi teman-temannya karena kondisinya itu. Hanya ada satu orang yang mau berteman dengannya; Ajuj. Ajuj adalah anak seorang rois atau tokoh agama yang disegani yang sering memimpin doa para penduduk Gunung Kidul. Akan tetapi, cara berdoa Saepull ini melenceng dari ajaran Rasulullah saw karena menggunakan perantara (tawasul) penunggu pohon keramat. Saya juga pernah menemukan kyai yang memimpin doa dengan cara tawasul ini, sewaktu mengikuti kegiatan KKN (kuliah kerja nyata) di Demak. Belakangan saya tahu bahwa tawasul itu tidak diperbolehkan. Kalau mau berdoa ya langsung saja kepada Allah, tidak perlu menyebut nama orang-orang sakti yang sudah meninggal. Misalnya begini, “Atas perantara Ki Ageng Keramat, saya mohon diberikan rejeki yang melimpah….” Jadi, sindiran Tasaro ini “kena” sekali, karena masih banyak orang desa yang berdoa dengan cara tawasul.

Ajuj disiapkan bapaknya untuk menjadi rois berikutnya, tapi putra semata wayang itu menolak. Ia tak merasa bisa mengemban tugas yang berat, sebagai tokoh agama. Pertemanannya dengan Kinanthi pun dipermasalahkan. Ibu dan bapaknya melarang Ajuj bergaul dengan Kinanthi, tapi pemuda itu tetap bermain dengan Kinanthi di rumah Mbah Gogoh, seorang nenek yang hidup sebatangkara. Sampai kemudian Kinanthi dijual oleh orangtuanya untuk menjadi Tenaga Kerja Wanita di Arab. Ajuj kehilangan jejak Kinanthi, meski dia tetap setia mencari hingga bertahun-tahun lamanya karena wasiat Mbah Gogoh.

Kinanthi adalah potret kesengsaraan perempuan Indonesia yang dijual keluarganya untuk menjadi TKW demi sesuap nasi dan segenggam emas. Kenyataannya, Kinanthi tidak mendapatkan emas di tanah Arab. Tasaro sungguh-sungguh menceritakan kekejaman para majikan Arab yang membuat Kinanthi dendam setengah mati. Dari mulai nyaris diperkosa, dipukuli, sampai akhirnya benar-benar diperkosa. Sayangnya, tidak disebutkan satu saja majikan Arab yang baik hati. Seolah-olah semua majikan Arab itu jahat. Padahal, tidak demikian. Lho, memangnya saya pernah jadi TKW Arab? Kok tahu? Tahu, dong…. Seorang Bulek (Tante) saya yang juga berasal dari Gunung Kidul, sampai hari ini masih menjadi TKW di Arab, dari sejak anaknya masih kecil sampai anaknya dewasa. Dia terpaksa menjadi TKW karena suaminya tidak bekerja. Kedua anaknya dititipkan ke Bulek saya yang lain, dibesarkan dengan baik. Ibunya hanya setahun sekali pulang ke Indonesia. Ironis, uang yang diperolehnya malah dipakai suaminya untuk kawin lagi. Ya, begitulah nasib para TKW.

Bulek saya bercerita bahwa dia betah kerja di Arab karena majikannya sangaaaat baik. Dia bekerja hanya kepada satu orang majikan itu, tidak pernah ganti majikan. Kalau dia pulang ke Indonesia, majikannya akan cepat-cepat menelepon memintanya balik lagi. Apa yang saya ceritakan ini kisah nyata, saya bahkan beberapa kali ditelepon oleh Bulek saya dari Arab. Setelah bercerai dari suaminya, uang yang diperolehnya itu digunakan untuk menyekolahkan anak-anaknya. Masalah bahwa anak-anaknya kekurangan kasih sayang orangtua, itu soal lain.  Yang saya lihat, anak-anaknya baik-baik saja, tidak jadi berandalan atau bagaimana karena dititipkan kepada Bulek saya yang memang taat beragama. Bulek saya pun masih saja bekerja pada majikannya itu. Dia menganggap majikannya sudah seperti saudara, malah kangen kalau pulang lama-lama ke Indonesia.

Jadi, jangan sampai setelah orang membaca novel Kinanthi ini lalu muncul anggapan bahwa semua majikan Arab (semua orang Arab) itu jahat, padahal mereka muslim. Seakan-akan agama Islam yang dianutnya tidak berbekas. Memang ada banyak majikan Arab yang suka menyiksa dan memperkosa, tapi tidak semuanya. Andai saja ada satu saja diceritakan tentang  majikan Arab yang baik di novel ini, tentu saya tidak akan segemas ini. Anehnya, jika semua majikan Arab itu jahat, mengapa masih banyak TKW yang mau bekerja di Arab? Nah, itu dia… Bulek saya tidak mau pulang ke Indonesia karena gaji yang diberikan oleh majikannya itu sangat besar, bisa membeli rumah, perabotan, dan membiayai sekolah anak-anaknya, bahkan dipakai kawin lagi oleh suaminya. Ya, pantas saja banyak orang yang mau jadi TKW di Arab daripada jadi pembantu rumah tangga di  negeri sendiri yang hanya digaji ratusan ribu. 

Di Amerika, barulah Kinanthi bertemu dengan Arsy, orang Arab-Mesir yang baik, yang menolongnya setelah kabur dari majikannya. Seolah penulis ingin menyampaikan pesan bahwa tidak semua orang Arab itu jahat. Tapi karena porsi Arsy sangat sedikit, tetap saja yang tertanam di benak saya itu orang Arab jahat-jahat semua. Apalagi Arsy bukan orang Arab yang tinggal di Arab, tapi di Amerika. Sehingga seakan-akan penulis ingin mengatakan bahwa orang Amerika itu baik-baik semua. Memang citra yang ditampilkan penulis terhadap Amerika itu sangat positif, sedangkan negara Islam itu negatif. Ini beberapa bagian dari novel ini yang kurang saya setujui.

Nasib membawa Kinanthi sampai ke Amerika. Setelah sembuh dari trauma akibat pemerkosaan, dia diasuh oleh Asma, seorang aktivis kesetaraan gender yang belakangan makin tidak benar saja karena menjadi imam salat bagi laki-laki. Kinanthi pun meninggalkan Asma, mendapatkan beasiswa kuliah kedokteran, menulis buku-buku ilmiah, dan terakhir menulis novel yang berisi kisah cintanya dengan Ajuj. Kinanthi masih memikirkan Ajuj. Demi Ajuj, dia mengabaikan perhatian Zhaxi, pria Tibet yang metroseksual. Padahal, setelah bertemu Ajuj, Kinanthi melihat Ajuj tidaklah seperti dalam bayangannya. Pria itu tidak modis, bahkan hitam dan dekil sebagaimana pria-pria desa lainnya. Masihkah Kinanthi memperjuangkan cintanya kepada Ajuj, atau menerima pinangan Zhaxi?

Terlepas dari ketidaksetujuan saya pada beberapa bagian dalam novel ini, romantisme antara Kinanthi dan Ajuj terasa menggetarkan. Tasaro dapat merangkai mimpi seorang gadis kecil yang menyimpan pangeran idamannya di dalam hati, tetapi lalu mendapati bahwa kenyataan tak seindah impian. Novel ini juga sarat ilmu dan pengetahuan, yang kadang-kadang terasa membosankan. Apalagi bila Kinanthi yang sudah menjadi Profesor itu bertutur kata, banyak kata yang tidak saya pahami seolah-olah saya sudah menjadi seperti Ajuj yang awam, hehehe….

“Hai, setan tidak pernah gentayangan di luar otak kalian. Kalian hanya mengalami peningkatan neurotransmitter, yang memancing gejala-gejala skizofrenik, membuat isi pikiran kalian menjadi kacau. Itu tak lebih dari simtom adanya perubahan karakter dari sirkuit jaringan otak.” (halaman 404)

Apakah thalamusku tidak berfungsi? Mati? Bukankah Ajuj adalah obyek cinta? Seharusnya, sensasi kehadirannya direspon oleh thalamus di kepalaku. Seharusnya, data itu diolah di pusat sensoris, dikirim ulang melalui girus singulata bersama thalamus ke sistem limbik. (halaman 409)

“Ya.. dulu, sebelum aku tahu bahwa lokasi itu bernama Caldwell 99. Dulu, aku tidak tahu rongga langit itu terkenal dengan sebutan coal sack. Apakah kamu tahu, jaraknya sekitar 550 tahun cahaya dari bumi. Seorang pelaut Portugis bernama Vincente Yanez Pinzon menemukannya pada tahun 1499.” (halaman 434)

Kemudian, Ajuj berkata, “Aku ndak mudheng, Thi. Kalimatmu ilmiah sekali. Aku ndak ngerti.” (halaman 435)

Dan saya pun menimpali, “samaaaa, Juuuj… aku juga nggak ngerti Kinanthi ngomong apa…..”

Yah, itu memang tergantung keilmuan kita saja, dan memang saya bukan seorang dokter atau ahli Biologi atau Astronomi. Berbagai ilmu pengetahuan penting yang dijejalkan Tasaro ke dalam novelnya itu ternyata tak berbekas di kepala saya. Yang berbekas hanya kisah drama antara Kinanthi dengan Ajuj. Rupanya saya ini pembaca drama, alias pembaca yang lebih suka kisah dramanya saja daripada jejalan informasi yang menjadi tempelan cerita, hehehe….

Barangkali salah satu informasi yang menarik perhatian saya adalah kisah pernikahan Poliandri yang terjadi pada suku Tibet. Saya baru tahu kalau perempuan Tibet itu menikah dengan lebih dari satu laki-laki, fungsinya untuk mempermudah tugas-tugas keluarga. Jadi, masing-masing suami memiliki tugas yang berbeda, misal: ada yang berkebun, ada yang beternak, dan sebagainya. Saya jadi memikirkan bagaimana kalau seorang istri punya lebih dari satu suami? Pada akhirnya, pemikiran saya mengarah kepada Pekerja Seks Komersil yang sanggup melayani beberapa orang laki-laki dalam satu malam. Artinya, bisa saja. Apalagi kalau sudah menjadi budaya. Yang menjadi masalah, si anak tidak tahu siapa bapaknya. Konon katanya, perempuan mengetahui benih siapa yang ada di rahimnya, tapi saya sendiri yang sudah menikah, tidak tahu janin yang ada di rahim saya itu hasil perbuatan kapan? Bagi pernikahan poliandri, jalan satu-satunya untuk mengetahui siapa bapak dari si anak adalah tes DNA. Intinya, semua itu kembali pada budaya. Memang, budaya Tibet itu matrilineal, perempuan yang memegang kuasa.  

Tidak rugi membaca novel ini. Sungguh. 

2 komentar:

  1. Sudah lama sekali saya pengen baca novel ini, mbak. Tapi belum kesampaian.

    BalasHapus
  2. Waaah, saya jadi tertarik banget untuk membacanya langsung ini, Mbak :)

    BalasHapus