Jumat, 25 April 2014

My Stupid Boy


Judul: My Stupid Boy
Penulis: Ally Jane
Penerbit: Puspa Populer
Jumlah Halaman: iv+260 halaman
Tahun Terbit: 2014
ISBN: 978-602-8290-96-8

Sinopsis
Kim Hyo Yeon meninggalkan negara asalnya, Korea Selatan, ke Indonesia demi mengunjungi tempat-tempat kenangan ibunya dan mengabadikan dalam jurnalnya. Namun, rencana itu tak semulus yang diharapkan. Sejak hari pertama, Hyo Yeon sudah disambut cowok angkuh yang berakhir dengan insiden memalukan hingga membuat cowok itu dendam. Masalah Hyo Yeon semakin rumit ketika mendapati cowok itu, Alden, adalah sang troublemaker yang ditakuti di sekolah. Alden berusaha membalas dendam dengan memaksa gadis itu menjadi kekasihnya. Berhasilkah Alden membalas dendam? Akankah Alden mendapatkan hati Hyo Yeon yang tertuju kepada cowok lain?


Review
Novel Korea yang ditulis oleh penulis Indonesia memang sedang meledak beberapa tahun belakangan seiring dengan meledaknya drama-drama Korea. Drama Korea memang memikat, tetapi apakah novel Korea yang ditulis oleh penulis Indonesia juga memikat? Ketika melihat sampul novel ini, saya pikir novel ini adalah novel terjemahan yang ditulis oleh penulis Amerika, karena nama penulisnya Ally Jane. Sayang sekali, saya memang baru mendengar nama Ally Jane dan tidak sempat googling untuk mengetahui siapa penulis itu. Setelah novelnya ada di tangan saya (novel ini saya beli seken jadi harganya jauh lebih murah dari harga aslinya), ups… ternyata Ally Jane ini penulis Indonesia! Astaga! Memang sih, sekarang ini banyak banget penulis Indonesia yang pakai nama samaran seperti nama penulis luar negeri. Ada yang pakai nama bule, Jepang, bahkan Korea. Jadi, dari nama penulisnya saja saya sudah kecele.

Novelnya mirip drakor inii!
Judul novelnya, My Stupid Boy membuat saya juga berpikir bahwa ini memang novel terjemahan Amerika, apalagi gambar dua tokoh utamanya itu mirip-mirip orang bule. Ternyata, yang perempuan adalah Kim Hyo Yeon, gadis keturunan Indonesia-Korea, yang lelaki adalah Alden, orang Indonesia asli. Tidak cukup dua kali novel ini membuat saya kecele. Coba baca sinopsis di atas. Ituuuh… ituuuh… iya, ituuuh! Sinopsisnya mengingatkan saya pada drama Taiwan yang diangkat dari komik “Hana Yori Dango,”  dengan tokoh cowoknya bernama Dao Ming Tse. Drama itu diadaptasi lagi ke dalam drama Korea dengan judul Boys Before Flowers yang diperankan oleh Lee Min Ho. Tak cukup membaca sinopsisnya. Ketika mulai membaca bab pertama dari novel ini, jiyaaaaaaah… ceritanya memang mirip dengan Hana Yori Dango! Hyo Yeon yang baru masuk ke sekolah asrama, bersinggungan dengan Alden si pembuat onar, lalu Alden memaksa Hyo Yeon menjadi kekasihnya.

Aaaaghhh! Saya jadi ingat ekspresi Tao Ming Tse dengan tiga teman segengnya yang sama ganteng, berjalan dengan sombong di koridor sekolah, lalu mereka mengerjai San Chai si anak baru. Si penulis novel ini memang mengaku terinspirasi oleh novel Jepang (judulnya “Crazy”). “Novel ini terinspirasi dari salah satu novel bergenre Jepang,” (halaman iii). Terinpirasi sah-sah saja kok, asalkan tidak plagiat. Berhubung saya belum membaca novel yang membuatnya terinpirasi itu, cukuplah saya seperti sedang menonton kembali kisah San Chai dan Tao Ming Tse ketika membaca bagian awal novel ini.

Menurut saya, mereview buku itu paling asyik kalau menemukan buku yang bisa dikulik-kulik macam buku ini. Sewaktu saya mereview novelette “Madre” karya Dee, ada pembaca yang bertanya, apa kelemahan novelette itu karena saya tidak menyebutkannya. Itulah, kalau  ceritanya sudah bagus, saya susah mencari kelemahannya. Masa kita mau mencari-cari kelemahan kalau memang kita tidak menemukannya? Barangkali pembaca lain bisa menemukannya, tapi saya tidak bisa. Ada satu novel yang sampai hari ini saya bingung mau mereviewnya. Bingung mencari kelemahannya! Hahahaha! Takutnya nanti saya dianggap pembaca yang tidak kritis, padahal kalau memang bagus ya bagaimana ya masa mau kita jelek-jelekin? Nah, kalau novel ini, otak saya langsung penuh oleh kritikan dari sejak awal membacanya! Siap-siap, ya! :D

Latar Tempat (Setting)
Helooooo…. Dari awal membaca novel ini, saya tidak tahu di Indonesia sebelah mana asrama sekolah Kim Hyo Yeon dan Alden ini berada. Apakah di Jakarta? Tapi, kalau di Jakarta, kenapa kok waktu mereka mau ke Bogor untuk outbond, bisa memakan waktu semalaman? Barangkali saya kurang teliti membacanya, mudah-mudahan saja begitu. Eksplorasi setting sangat minimal. Penggambaran kondisi asrama sekadarnya, paling-paling kita bisa membayangkan asrama umum yang ada di drama-drama Korea itulah.

Karakter Tokoh
Karakter Hyo Yeon = San Chai
Karakter Alden = Tao Ming Tse/ Gu Jun Pyo
Saya lupa nama-nama tokoh di drama koreanya, Boys Before Flowers, soalnya saya dulu nontonnya yang versi Taiwan :D. Ya, intinya begitulah. Hyo Yeon kelihatan manis dan ramah, tapi bisa galak kepada Alden. Alden adalah pembuat onar yang seenaknya. Tak ada seorang guru pun yang bisa menangani Alden, karena sekolah itu adalah milik kakek Alden. Kedua tokoh ini lumayan tereksplor karakternya, karena mudah sekali ya mengikuti karakter tokoh San Chai dan Tao Ming Tse yang sudah kuat dari sananya. Tetapi, tokoh-tokoh lain amat datar, seperti Amelia, teman sekamar Hyo Yeon yang kehadirannya seperti cameo saja, tidak penting. Juga Min Hoo, teman kakak Hyo Yeon yang datang ke Indonesia karena naksir Hyo Yeon tapi ekspresinya biasa saja ketika Hyo Yeon mengatakan bahwa Alden adalah kekasihnya. Tidak ada syok atau sekadar pertanyaan, “Eh, gilaaa! Elo baru dateng ke Indonesia udah langsung punya cowok?!” Min Hoo memang kadang-kadang digambarkan kesal melihat kemesraan Hyo Yeon dan Alden, tapi tetap tidak ada tindakan frontal untuk mengambil hati Hyo Yeon.

Narasi dan Dialog
Narasi sangat sedikit dan dialog mendominasi. Ini bedanya sebuah karya sastra dengan karya yang seperti drama Korea. Kalau menonton drama, tentu saja kita akan mendengarkan banyak dialog. Begitu juga dengan novel ini. Itu menjelaskan betapa masih sedikitnya kosa kata yang dikuasai oleh penulis. Lalu, banyak penggunaan bahasa asing. Hyo Yeon sering menggunakan bahasa Korea, saya tidak tahu benar atau tidak ya bahasa Koreanya karena saya tidak mengerti. Sedangkan Min Hoo dan Alden sering berbahasa Inggris. Nah, bahasa Inggrisnya ini nih yang sedikit meragukan, hehehe…. Sebenarnya saya juga gak jago amat bahasa Inggris. Tapi kok ada yang janggal ya?

“I was just wanna take her to have a little fun,” ungkap Alden. (halaman 37)

Berhubung ini Alden yang ngomong, jadi wajar kali ya mungkin grammarnya masih belum bagus :D Saya pernah juga sotoy pakai banyak bahasa Inggris di dalam novel Indonesia. Lalu, naskahnya dibaca oleh seorang teman yang tinggal di Australia dan bahasa Inggrisnya memang fasih. Hasilnya? Dia banyak mengoreksi bahasa Inggris saya yang belepotan, wkwkwk….

Di dalam novel ini ada percakapan bahasa Inggris yang panjang antara Alden dan Min Hoo, yang menurut saya sebaiknya diterjemahkan saja ke dalam bahasa Indonesia, toh ini novel Indonesia. Sebutkan saja bahwa mereka berbicara dalam bahasa Inggris daripada penulis mempertaruhkan bahasa Inggrisnya yang “sederhana” ke hadapan pembaca yang mungkin lebih cerdas.

Adegan-Adegan Klise
Namanya juga “mirip” drama Korea, adegan-adegan di dalam novel ini juga banyak mengadaptasi adegan dalam drama Korea. Diantaranya: kejadian ciuman tak sengaja antara Alden dan Hyo Yeon akibat Hyo Yeon tiba-tiba jatuh ke pelukan, kedatangan penjahat yang akan mencelakai Hyo Yeon supaya ceritanya lebih dramatis, adegan Hyo Yeon memergoki Alden bersama mantan pacarnya, adegan di bandara, dan sebagainya. Dan sudah tentu banyak adegan peluk dan cium di dalam novel ini mengingat kiblatnya adalah drama Korea. Sebaran kata “Bodoh” yang ditujukan Hyo Yeon ke Alden, dan sebaliknya juga sama dengan percakapan antara San Chai dan Tao Ming Tse.

Adegan tidak masuk di akal adalah kedatangan lima penjahat secara tiba-tiba, salah satunya membawa pisau untuk menusuk Hyo Yeon, entah apa maksudnya apa. Tidak ada penjelasan apa pun. Misalnya saja, penjahat itu ingin merampok Hyo Yeon, atau apalah. Agaknya adegan ini dipaksakan ada untuk menunjukkan sikap pahlawan Alden.

Seandainya….
Sebenarnya, tujuan utama Hyo Yeon datang ke Indonesia adalah untuk mendatangi tempat-tempat kenangan ibunya yang meninggal karena kanker hati. Seandainya, tempat-tempat itu dieskplor lebih jauh lagi, tentu akan menjadi nilai plus. Misalnya, Panti Asuhan tempat ibunya dulu tumbuh, ada di Bogor. Pengarang mengeksplor keindahan Kota Bogor beserta kuliner dan obyek wisatanya. Drama-drama Korea saja selalu menampilkan makanan-makanan Korea juga pemandangan alam pulau-pulau di Korea yang indah sehingga menarik wisatawan. Sayangnya, setting Indonesia di novel ini tidak digambarkan dengan maksimal.

Saya berikan 2 bintang untuk usaha pengarang dalam menyelesaikan novel yang cukup tebal ini. 

8 komentar:

  1. wuih, kritiknya lengkap. Tapi karena ditulis berdasarkan fakta dan teori, seharusnya penulisnya malah harus berterimakasih.

    BalasHapus
  2. mbaaaak.. aduh to ming se dan sanchai itu bukan drama boys before flowers tapi meteor garden ... wkwkwk duuh salah tuh :D *cepetan ediiiit...

    BalasHapus
  3. eh tapi saya gak pernah nonton boys before flowers sih... apa itu kisahnya sama dgn meteor garden? wkwkw.. maap deh kalau salah ^^V

    BalasHapus
  4. untuk ukuran novel remaja emang tebel, hehe. aku belum baca yang ini, bun. cuma kalo diliat dari sinopsis memang ada yang mirip ya

    BalasHapus
  5. Wow..novel ini tampaknya klise sekali :D
    Btw, saya lebih suka baca novel Korea yang terjemahan mbak, yang penulisnya orang Korea asli, hehee

    BalasHapus
  6. Aku termasuk pembaca yang Ilfill kalo baca novel anak negeri yang "sok" ke-Korea-Korea-an, dll. Bukannya apa. sudah sedemikian habiskah ide cerita yg bisa kita angkat dari negeri sendiri? kalo karyanya orisinil, sih gak masalah. Tapi kalo sudah "niru" karya penulis lain, waduh. nggak banget,deh.

    Pernah dulu aku juga kecele dengan nama penulis di sampul buku. aku pikir novel terjemahan Korea, karena nama penulisnya Korea banget. setelah aku buka profil penulisnya. Waduh... :)

    BalasHapus
  7. Penulisnya pasti berterima kasih banget novelnya sudah direview. Dia tipe orang yang suka menerima masukan. Dan untuk sementara saya sebagai kakaknya mewakili dia berterima kasih karena mungkin dia belum baca review ini. Terima kasih atas masukannya. :)

    BalasHapus
  8. mba leyla semangat banget resensinya;p

    BalasHapus