Senin, 03 Februari 2014

Izmi dan Lila: Persahabatan Dua Pelajar Indonesia di Singapura


Judul: Izmi dan Lila
Penulis: Riawani Elyta
Penerbit: Diva Press
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, September 2011
Jumlah Halaman: 298

Toleh kiri… toleh kanan… tunggu! Masih ada yang melintas, sangat kencang malah. (halaman 7).

Kalimat pembuka novel ini terbaca lucu oleh saya, sehingga saya sedikit mengurangi ketertarikan untuk membaca novel ini. Apalagi pada bab-bab awal, kalimat-kalimat Riawani Elyta terasa panjang-panjang dan bikin ngos-ngosan. Contohnya, kalimat berikut ini:


Mr Josh telah meninggalkan class sepuluh menit lalu, sama seperti kedatangannya, kepergiannya pun bagai angin sepoi yang bertiup di tanah pekuburan, nyaris tanpa suara dan kesan yang berarti, selain diiringi tarikan napas lega oleh sebagian besar isi kelas yang rata-rata memang nggak merasa sreg dengan metode mengajar Mr. Josh yang monoton dan very textbook. (halaman 40)

Kalimat panjang itu hanya diakhiri dengan tanda koma, padahal bisa diakhiri dengan titik. Selain itu, taburan-taburan kalimat dalam bahasa Inggris yang sebagian panjang-panjang, juga sedikit membuat saya kesulitan mencerna artinya (berhubung gak cerdas berbahasa Inggris). Tentu saja sekarang teknik menulis Riawani sudah jauh lebih baik, karena ini kan novelnya yang sudah lama terbit. Saya saja yang baru membacanya kemarin dan langsung tandas dalam waktu beberapa jam.

Yap! Ini novel yang manis, inspiratif, dan asyik dibaca, walaupun pada bab-bab pertama cenderung bikin ngos-ngosan. Berkisah tentang Izmi dan Lila, dua orang pelajar Indonesia yang sekolah di Singapura, Negara Merlion. Saya baru tahu kalau tidak semua pelajar yang bisa sekolah di luar negeri itu dari keluarga kaya. Izmi dan Lila adalah dua dari mereka yang berasal dari keluarga sederhana tapi bisa kuliah di luar negeri. Lila kuliah dari hasil beasiswa, sedangkan Izmi kuliah dari hasil menjual sawah warisan kakeknya. Papa Lila mengalami kebangkrutan dalam usahanya, sehingga mengurangi subsidi biaya kuliah. Lila harus mencari pekerjaan, dan dia mendapatkannya di bursa saham. Jam kerjanya gila-gilaan. Selama masa trainee, dia harus kuliah sambil bekerja, dan baru bisa pulang ke rumah setelah jam 10 malam.

Orang tua Izmi hanya penjual sayur dan ikan. Bayangkan, anak penjual sayur dan ikan bisa kuliah di luar negeri. Subsidi orang tuanya hanya bisa untuk satu atau dua tahun ke depan. Izmi menambah pemasukan dengan membantu membuat kue untuk gerai Nyonya Jen, pemilik flat tempatnya menginap. Akibat sebuah kesalahpahaman, Izmi harus diusir dari flat dan secara kebetulan bertemu dengan  Lila yang pingsan di jalan akibat terlalu keras bekerja serta makan tidak teratur.  Lila menawari Izmi untuk tinggal bersama di kamarnya, sejak itulah persahabatan mereka dimulai. Persahabatan yang manis, yang sayangnya harus terpisah oleh takdir. Mereka berjanji untuk bertemu kembali di Orchard Road, tiga tahun kemudian. Apakah mereka benar-benar akan bertemu lagi?

Sebuah novel akan terasa kurang bila tak ada sisi romantisnya. Lila jatuh cinta kepada Edward, traineenya yang usianya terpaut jauh, bahkan sudah memiliki anak seusia Lila. Sedangkan Izmi jatuh cinta kepada Nathan, anak Nyonya Jen. Kedua cowok itu sudah berstatus duda. Bedanya, Edward punya anak sedangkan Nathan tidak. Ternyata mereka soulmate juga ya, bisa sama-sama jatuh cinta sama duda. Cara Riawani mengeksekusi kisah cinta Lila dan Edward terasa sangat manis buat saya. Pantas deh kalau sekarang Riawani lebih banyak menulis novel romance.

Kecerdasan Riawani dalam menuturkan cerita-ceritanya memang sudah tidak diragukan lagi. Semua novelnya tak hanya berisi drama, tapi juga membuka wawasan, termasuk novel ini. Saya yakin sebagian isinya adalah pengalamannya saat kuliah di Singapura. Kita disuguhi juga sebagian setting Singapura, beserta kebiasaan orang-orangnya.  Izmi dan Lila bukan mahasiswa biasa yang hobinya kongko-kongko di sela jam kuliah. Keduanya harus terus berpikir dan bekerja demi bisa menyambung hidup dan meneruskan kuliah di Singapura.

Intinya, ini salah satu novel Riawani yang bagus, menurut saya. Bisa meninggalkan kesan di hati saya, seperti kalimat terakhir di bagian belakang kovernya: “Bacalah novel cerdas dan penuh inspirasi ini! Disamping menggetarkan, sebuah kesadaran akan semangat hidup dan pentingnya sebuah persahabatan tergambar dalam petualangan dua sosok wanita muda; Lila dan Izmi!”





Tidak ada komentar:

Posting Komentar