Senin, 24 Februari 2014

Menikmati Rasa Kehilangan dalam Cinta yang Membawaku Pulang


Judul: Cinta yang Membawaku Pulang
Penulis: Agung F. Aziz
Penerbit: Indiva
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, September 2013
Jumlah halaman: 296
ISBN: 978-602-8277-62-4
                             
Afghanistan hingga kini masih menjadi salah satu wilayah konflik yang berbahaya di Timur Tengah. Jangan ditanya pengorbanan rakyatnya. Rasa kehilangan sudah pasti menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. Tak hanya kehilangan kehidupan yang layak, tetapi juga keluarga yang mati atau tercerai berai. Kisah Shabana dalam novel yang ditulis oleh Agung F. Aziz ini mewakili penderitaan rakyat Afghanistan yang diakibatkan oleh perang.


Shabana, wanita kelahiran Afghanistan, harus kehilangan ibu, ayah, adik, suami, dan putra semata wayangnya yang baru berusia lima bulan, akibat perang. Ibunya meninggal di kamp pengungsian karena sakit, sedangkan ayah dan adiknya sudah terpisah dengannya selama dua puluh tahun. Belum cukup, ia juga harus kehilangan suami dan putra tunggalnya, enam tahun lalu. Enam tahun kemudian, ia mendapatkan kabar bahwa ayahnya, Massoud Kamal, terlihat berada di Makkah. Setelah menjual tanah ayahnya di Afghanistan, Shabana berangkat ke Makkah demi bertemu kembali dengan ayahnya.

Shabana diceritakan berasal dari suku Pashtun, wajahnya cantik, meski tak digambarkan secantik apa. Tetapi konon gadis-gadis dari suku Pashtun memang cantik-cantik dengan ciri khas mata besar dan hidung mancung, salah satu etnis yang wanitanya tercantik di dunia. Bahkan, banyak dari mereka yang berkarir menjadi artis dan model.

Mungkin secantik inilah Shabana
Novel bernuansa Timur Tengah ini dituturkan dengan gaya penceritaan penulis-penulis Timur Tengah. Siapa sangka penulisnya adalah santri Pesantren Kauman Kajen Margoyoso Pati, kelahiran Salatiga? Novel ini juga novel perdananya, yang bisa disebut luar biasa bagi seorang penulis pemula. Deskripsi tempat—terutama di Makkah—dituturkan dengan apik, seakan-akan penulis memang pernah berpijak di Makkah. Agung menggambarkan ibadah haji yang dilakukan Shabana sembari mencari keluarganya. Bagi yang belum pernah beribadah haji seperti saya, kita bisa mendapatkan informasi mengenai ritual-ritual dalam ibadah haji beserta sejarahnya. Penulis juga menyertakan informasi mengenai pemusnahan bukti sejarah kehadiran Nabi Muhammad Saw dengan alasan syirik oleh Abu Sa'ud. Ini pengetahuan baru buat saya. 

Alur yang lambat membuat saya harus bersabar membacanya, tetapi kisah yang indah telah membayar kesabaran itu. Beberapa kata dalam Bahasa Arab, Pashtun, Perancis, tidak dijelaskan artinya sehingga membuat saya harus menebak-nebak. Ini adalah kisah pencarian Shabana terhadap keluarganya. Penulis mengajak pembaca untuk bertanya-tanya di manakah keluarga Shabana? Bisakah Shabana berkumpul kembali dengan keluarganya? Walaupun ini sebuah cerita tragis, penulis berusaha menyisipkan adegan-adegan komedi, terutama pada setiap akhir bab.

Ada tarik ulur yang dilakukan oleh penulis untuk memancing rasa penasaran pembaca. Setelah dua kali  bertemu dengan Maryam, adiknya, di Makkah, Shabana baru tahu kalau itu adalah adiknya pada pertemuan ketiga. Bahkan, Shabana tidak sadar bahwa anak lelaki yang terpisah dari keluarganya saat beribadah haji itu adalah putranya. Shabana pun  berkali-kali gagal bertemu dengan suaminya, Faisullah, yang secara kebetulan juga ditemuinya di Makkah. Tragisnya lagi, Shabana harus menerima kenyataan diceraikan oleh Faisullah karena mereka sudah berbeda kewarganegaraan, bahkan Faisullah menikahi Maryam.

Tekanan demi tekanan belum cukup menyumbangkan kesedihan untuk Shabana. Masih ada lagi kejadian sedih yang harus ia hadapi, yang memberinya kesadaran bahwa sejak awal ia memang sudah harus menerima kehilangan semua keluarganya.  Perang di Afghanistan sungguh-sungguh menyadarkan Shabana akan arti cinta sejati. Saya ikut merasakan keletihan dan kesedihan Shabana tatkala mencari keluarganya. Kemudian pikiran saya menerawang kehidupan di Afghanistan yang menyengsarakan, dan harus memberikan aplaus untuk Shabana yang tetap memilih pulang kembali ke Afghanistan, walaupun dia bisa berpindah kenegaraan ke Arab Saudi. Saya ingat seorang teman yang sudah siap pindah ke negara lain seandainya Indonesia kocar-kacir. Rasa nasionalisme Shabana sungguh kuat, hingga mengorbankan kebahagiaan bersama keluarganya.

Novel ini wajib dibaca bagi Anda yang ingin menyelami penderitaan rakyat di daerah konflik dan menyadarkan Anda akan arti cinta sejati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar