Judul:
Love Splash
Penulis:
Amelia
Penerbit:
Teen Noura
Tahun
Terbit: Cetakan I, Oktober 2014
Jumlah
Halaman: 264
ISBN: 978-602-1306-20-8
Sinopsis di belakang buku:
Jika
mencintai seseorang, kau harus jadi air, 70% zat yang ada dalam tubuhnya.
Natt benci air, tetapi dia ke Bangkok saat
Festival Songkran berlangsung. Dia harus menemukan “harta karun” demi masa
depannya. Jadi, Natt terpaksa memakai jas hujan sepanjang hari. Kris cinta
Songkran. Saat melihat Natt memakai jas hujan, Kriss jadi kesal. Mana ada orang
yang datang ke festival air, tetapi tidak mau basah? Mereka bertemu di Khao
San. Saat semua orang datang dengan pistol air. Saat semua orang rela disiram
air yang dingin. Saat semua orang larut dalam kegembiraan. Namun, saat itu pula
pertama kalinya Natt menangis di hadapan orang asing… dan pertama kalinya Kris
harus memahami kenapa seorang gadis menangis di hadapannya.
Ini
novel pertama bersetting Thailand yang saya baca. Tidak banyak penulis
Indonesia yang menulis tentang Thailand. Justru karena itu novel ini menjadi
unik. Setelah membacanya, saya jadi tahu salah satu festival di Thailand, yaitu
festival Songkran yang berlangsung antara tanggal 13 sampai 15 April di Khao
San Road, Thailand. Itu adalah tahun barunya orang Thailand. Rupanya mereka
punya tahun baru sendiri, lho, sama seperti tahun baru Masehi, Islam, dan
China. Pada Festival Songkran, orang-orang saling menyemprotkan air ke
jalan-jalan, sehingga mereka seolah sedang
bermain hujan-hujanan. Gajah-gajah (hewan yang disucikan di Thailand)
pun turut serta.
“Dulunya, saat tahun baru—merayakan mulainya
musim panen, masyarakat Thai memandikan patung-patung Buddha. Namun, lama-lama
jadi acara memandikan diri sendiri dan orang lain, sebagai tanda membersihkan
diri sendiri dari kotoran-kotoran—rohani dan jasmani…” (halaman 84)
![]() |
Festival Songkran |
Nattasha
datang ke Thailand bertepatan dengan Festival Songkran, padahal ia sangat benci
dengan air. Tidak dijelaskan mengapa Nattasha benci air, apakah dia mengalami
phobia air karena pernah tercebur ke dalam kolam ikan atau lainnya? Tapi, yang
pasti, Nattasha langsung mengenakan jas hujannya agar tidak terkena basah. Sebelumnya,
di pesawat, Natt berkenalan dengan Mai, gadis Thailand yang mengikuti ayahnya
ke Indonesia. Mai ke Thailand untuk mengunjungi ibu dan kakaknya. Mereka berpisah
sejak orang tuanya bercerai. Sedangkan Natt ke Thailand untuk menemui neneknya,
Nenek Gib, demi meminta harta warisan. Restoran Thailand milik papanya jatuh
bangkrut, papanya juga jatuh sakit. Ibunya berjualan tahu gimbal, karena tidak
menguasai resep warisan kakeknya sendiri—justru papa Natt yang mewarisi resep
itu. Natt butuh biaya kuliah dan akan meminta dari neneknya. Padahal, ibu Natt
sudah 20 tahun tidak menemui neneknya—walaupun disebutkan bahwa keluarga Natt
pernah ke Thailand ketika Natt usia SMP—karena menikah dengan papa Natt tanpa
persetujuan, keduanya pun melarikan diri ke Indonesia.
![]() |
Natt, Mai, Can, dan Kris sumber foto: asiaplacetosee |
Seorang
cowok Thailand bernama Kris, merasa aneh melihat orang mengenakan jas hujan di
festival Songkran. Cowok itu malah mengerjai Natt dengan menyemprotkan air
melalui belalai gajah. Ternyata Kris adalah kakak Mai. Natt bertemu lagi dengan
Mai, bahkan akhirnya malah menginap di rumah Mai karena rumah Nenek Gib sudah
pindah. Berhasilkah Natt menemukan Nenek Gib dan meminta warisan? Apakah Nenek
Gib akan memberikan warisan itu mengingat ibu Natt yang kawin lari dan tidak
menemuinya selama puluhan tahun?
Sayangnya,
tidak ada penjelasan ataupun deksripsi mengenai kuliner Thailand yang
disebutkan di dalam novel ini, seperti pad
thai, itim kati, maupun masakan goi
pad pongali yang menjadi resep andalan di restoran milik ayah Natt, bahkan
kitab resepnya sampai diperebutkan segala, kecuali bahwa itu sejenis pasta kari
kuning. Seandainya penulis mendeskripsikan seperti apa bentuk makanan itu,
terbuat dari apa, dan bagaimana rasanya, tentu saya jadi ikut lapar membacanya.
Riset
yang dilakukan penulis terhadap budaya Songkran di Thailand sudah cukup baik,
seolah kita ikut bermain air dan tepung dalam festival itu. Wawasan saya jadi
bertambah, tanpa harus mengeluarkan tiket pesawat dan akomodasi (tapi lebih
enak lagi kalau ada yang mau bayarin saya ke Thailand :P). Festival Songkran
ini mau tidak mau mengingatkan saya akan festival sejenis di India, yang saya
tonton dari film-film India (ya elaah... kapan ke Indianya, coba?!), di mana
masyarakat saling melempar tepung berwarna-warni, berkejaran, dan tertawa-tawa
bahagia. Kalau dipikir-pikir, sepertinya ada kemiripan budaya antara India dan
Thailand. Sama-sama memiliki hewan yang disucikan (sapi di India, gajah di
Thailand), dan sama-sama punya festival lempar melempar tepung.
Mumpung
buku ini masih didisplay di toko buku, buruan deh beli! :D
wah, masih fresh ya novelnya :)
BalasHapusnovel setting thai yg kental lainnya yg Bangkok, seri STPC
Aku merasa Dejavu. Ceritanya mirip novel STPC yang berjudul 'Bangkok', yaitu tentang perjalanan ke bangkok dalam rangka mencari menemukan 'harta karun'. Tapi di sana gak ada Songkran sih, hehee...
BalasHapusWah, saya malah belum pernah baca buku dengan setting Thailand :D
BalasHapusKayaknya seru ya.
*ngelirik tabungan buat beli buku*
Belum pernah baca novel setting Thailand juga. Kalau film beberapa kali. Dulu malah ada stasiun tv swasta yang mutar serial drama Thailand. Pas acara reality show Korea, Running Man syuting di sana, ada acara hunting makanan di pasar, dan banyak yang mirip ma makanan Indonesia :D
BalasHapusMbak, ini novelnya dapet reward dari Noura? wah, asyik yaa..
BalasHapus