Judul: Rumah Seribu Malaikat
Penulis: Yuli Badawi & Hermawan Aksan
Penerbit: Noura Books (PT Mizan Publika)
Tahun Terbit: Cetakan ke-1, Agustus 2014
Jumlah Halaman: xii+416
ISBN: 978-602-1306-48-2
“Barangsiapa yang ingin berdekatan dengan Allah, Allah itu berada di
tengah-tengah kaum duafa.” (halaman
10).
Saat itu, Badawi sedang
menunaikan ibadah haji, duduk bermunajat di depan Ka’bah. Melalui telepon,
istrinya, Yuli, baru saja meminta izin agar mereka mengangkat seorang bayi
terlantar sebagai anak kelima. Sebenarnya, sudah lama pasangan suami istri
Yuli-Badawi menjadi orang tua asuh bagi puluhan anak, tapi bukan dengan
mengangkatnya sebagai anak. Apalagi anak itu masih bayi, masih membutuhkan
pengasuhan 24 jam. Badawi khawatir, kesehatan istrinya semakin menurun karena
Yuli mengidap asma dan sering masuk rumah sakit. Setelah meminta petunjuk
kepada Allah, Badawi pun mengiyakan permintaan istrinya.
Ternyata, mereka tak hanya
mengangkat satu anak yang diberi nama “Azzam.” Tujuh bulan kemudian, seorang
bayi kembali menghiasi rumah mereka yang sudah diisi dengan 4 anak kandung dan
1 anak angkat. Lalu, datang lagi bayi-bayi lain dengan beragam latar belakang,
ada yang ditinggalkan ibunya di rumah dukun beranak, ada bayi anak pengamen
yang ibunya tak sanggup merawat, ada bayi hasil pemerkosaan, ada bayi hasil
pergaulan bebas, dan lain-lain hingga berjumlah 13 bayi. Total, pasangan suami
istri Yuli dan Badawi mengasuh 17 anak di dalam rumah mereka, 4 anak kandung
dan 13 anak angkat. Luar biasa!
Siapakah Yuli dan Badawi? Apakah
mereka orang kaya sehingga berani mengasuh 13 anak terlantar? Tidak. Badawi
adalah seorang karyawan di PT LEN Industri, sedangkan Yuli adalah seorang guru
di SMA Negeri 18, Bandung. Mereka tinggal di perumahan Kopo Permai, Bandung,
Jawa Barat. Penghasilan mereka biasa-biasa saja, tetapi tak sungkan berbagi
kepada sesama. Mereka yakin, setiap anak membawa rejekinya masing-masing.
Ketika membutuhkan uang untuk kebutuhan anak-anak itu, tahu-tahu saja ada orang
yang memberikan uang. Misalnya, ketika salah satu bayi yang bernama Saina sakit
dan dirawat selama sepuluh hari di Rumah Sakit, membutuhkan biaya Rp 598.000,-
tahu-tahu ada orang yang memberikan amplop berisi uang Rp 600.000,- Banyak
dermawan yang membantu biaya kebutuhan anak-anak itu, walaupun Yuli dan Badawi
pernah menolak karena tak enak hati dan khawatir dianggap mengomersialkan
anak-anak.
“Alhamdulillah, Dia yang menciptakan masalah, Dia yang memberi jalan
keluar. Tugas kita hanya ikhlas, ikhtiar, dan pasrah kok.” (halaman 211)
Buku ini adalah sebagian dari
kisah nyata Yuli dan Badawi bersama ke-13 anak angkatnya. Tidak semuanya masih
tinggal bersama mereka, ada yang baru dititipkan sebentar, lalu diambil lagi.
Yuli mengisahkan asal mula ke-13 anak angkatnya, serta suka dukanya mengasuh
anak-anak itu. Dalam kondisi ekonomi yang tidak bisa disebut “kaya”, juga kesehatan
Yuli yang sering keluar masuk rumah sakit karena asma, kebaikan Yuli dan Badawi
patut diacungi jempol. Kepada anak-anak angkatnya, mereka tak menginginkan
balas jasa. Sebab, apa yang mereka lakukan semata hanya untuk menolong
anak-anak terlantar, didorong oleh rasa kemanusiaan yang tinggi, serta sebagai
wujud syukur karena Yuli telah diberi keselamatan ketika melahirkan putri
bungsunya, Salsa, dalam kondisi kesehatan yang sangat buruk.
Kepada anak asuhnya, Yuli
berkata, “Jangan kamu membalas saya
dengan uangmu. Biarlah itu Allah yang menerimanya sebagai amal saleh saya dan
Bapak. Tapi kalau rezekimu berlebih, jangan
lupa keluarkan zakat dan membantu biaya sekolah adik-adikmu, itu saja.”
(halaman 189).
Tentu saja Yuli dan Badawi tak
semata-mata mudah dalam mengasuh anak-anak angkatnya. Ada saja anak-anak yang
menguji kesabaran, entah itu suka minggat dari rumah, suka memukul, tidak suka belajar,
dan sebagainya. Ujian itu justru menempa keduanya menjadi orangtua yang baik
dan bertanggungjawab. Sebagai suami, Badawi juga sering menghibur istrinya
ketika sedang mengurusi keperluan anak-anak, misalnya saat Yuli sedang mencuci
popok kotor anak-anak, ia berkata, “Oh,
Ummi sedang mencium bau surga, ya….” (halaman
404). Yuli pun tersenyum senang dan semakin termotivasi dalam mengurus
ke-17 anaknya.
Luar biasa, keluarga ini. Semangat
berbagi mereka, patut menjadi teladan bagi keluarga-keluarga lain.
“Luruskan niat setiap berbuat amal saleh, sehingga kau takkan peduli
jika bantuanmu di dunia tak berbalas.” (halaman 189).
Subhanallah. Luar biasa sekali keluarga ini mbak.
BalasHapusAku yang baru membaca review ini, dibikin merinding, gimana kalay baca bukunya utuh
Aku belom baca buku ini, tapi pernah tahu kalo buku ini inspiratif banget. Ini terbitan pertama, bulan Agustus ya.. brarti belom lama. Tapi bukannya dah cetak ulang ya?
BalasHapusini bukan buku baru sepertinya. Tapi aku nggak tahu kalau isinya seinspiratif ini. Terima kasih telah berbagi dik.
BalasHapusSaya sepertinya pernah datang pas peluncuran buku plus talk show/bedah bukunya di IBF beberapa tahun lalu. Tapi kok terbitan baru, ya.. Apa beda pasangan? hehe..
BalasHapusKeren ah, pasutri ini. Yakin dengan rezeki dari Allah (y)
udah baca, top deh bu Yuli,,:)
BalasHapusSubhanallah
BalasHapussubhanallah, keluarga yang luar biasa !
BalasHapusSaya langsung tertarik melihat judulnya.
BalasHapus