Penulis: Shofwan Al Banna
Penerbit: Pro U, 2006
Halaman: 170
Apa yang nongol di otak kita kalo denger kata "Palestina?" Sedih, marah, penasaran, atau malah gak peduli sama sekali? Buku ini bakal membawa kita berpetualang ke sana.
Konflik Palestina yang terjadi sejak tahun 1947 disikapi beragam oleh rakyat Indonesia. Ada yang peduli, cuek, ada juga yang malah kontra dengan mengatakan, "Ngapain sih mikirin negara lain? Negara kita aja masih belum beres!" Apakah kita perlu peduli kepada Palestina? Anda perlu membaca buku ini dulu untuk bisa menjawab pertanyaan itu.
Bahasa yang digunakan sangat meremaja, seperti bahasa anak muda ngobrol. Agaknya editor buku ini tak peduli dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) Kata-kata "udah, gitu, nyari, ngeributin, idup (hidup), dan lain-lain" bertaburan di seluruh isi buku tanpa menggunakan font italic. Memang segmen buku ini untuk remaja, terlepas aturan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, buku ini tepat sekali untuk remaja.
Pengemasannya juga unik, karena buku dibagi dua bagian dengan dua kover berbeda warna: merah (side A) dan hijau (side B). Side A isinya tentang sejarah Palestina, mengapa kita harus peduli kepada Palestina, dan sejarah Zionis Israel. Sedangkan Side B berisi pergerakan-pergerakan perlawanan di Palestina, para mujahid Palestina, dan apa yang bisa kita lakukan untuk membantu Palestina. Tindakan paling mudah adalah memboikot produk-produk yang memberikan sebagian keuntungannya untuk Zionis. Bayangkan bila kita membeli produk-produk yang sebagian keuntungannya digunakan untuk membunuh anak-anak Palestina.
Anak-anak Palestina? Yap, sebagian besar korban Zionis adalah anak-anak. Mereka dibunuh membabi buta. Semua itu amat sedikit terekam oleh berita internasional, karena apa lagi kalau bukan pemilik beritanya juga masih ada hubungan denagn Zionis? Setidaknya, kita peduli karena kita manusia dan ada banyak manusia di Palestina yang sedang dibunuh dengan semena-mena.
Walaupun buku ini lumayan tebal, tapi tetap asyik membacanya ya karena gaya bahasa penulis yang sangat remaja itu, juga luapan semangat berapi-api yang dikerahkan penulis untuk mempengaruhi pembacanya. Kalau masih ada yang tak mau peduli kepada Palestina, bisa dibilang hati nuraninya sudah tertutup. Walaupun kita tidak punya hubungan darah dengan rakyat Palestina dan letak Palestina yang jauh dari Indonesia, bukan berarti kita adem ayem dong. Nanti kalau giliran Indonesia yang dijajah, kita pasti juga berharap dunia Internasional membantu kita.
Palestine, mari jangan pernah berhenti berjuang!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar