Sabtu, 22 Februari 2014

Gerhana Kembar: Kisah Masa Lalu yang Mencengangkan


Judul: Gerhana Kembar
Penulis: Clara Ng
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun  Terbit: Cetakan Kedua, Maret 2008
Jumlah Halaman: 368

Setelah dua minggu ini bertahan menyelesaikan membaca London-Windry Ramadhina dan Melbourne-Winna Efendi, dan masih belum selesai juga walaupun kover Melbourne sudah rusak oleh anak-anak, saya terpaksa mengalihkan perhatian untuk membaca novel ini yang baru dikirim oleh penjualnya, Mba Eni Martini, hehehehe…. Saya membeli novel ini hanya karena nama besar penulisnya: Clara Ng. Saya tidak  tahu novel ini akan bercerita tentang apa, begitulah kalau beli buku hanya karena nama penulisnya. Daan, horeeee… novel ini bercerita tentang LGBT! Oh my God! Akhirnya, saya membaca novel bertema ini juga. Sepertinya saya ini homophobia, belum membacanya pun sudah bergidik ngeri. Tapi, baiklah, mari kita coba membacanya, karena penulisnya Clara Ng. Barangkali novel ini bisa membuat saya kembali menulis review untuk IRC, berhubung saya belum bisa menyelesaikan membaca novel London dan Melbourne.


Well, siapa yang tidak kenal Clara Ng? Nama besar sudah pasti ditunjang oleh kualitas. Setidaknya, saya mendapatkan keuntungan setelah membaca novel ini, yaitu saya bisa membacanya dalam waktu beberapa jam saja! Tidak perlu menunggu kovernya sampai lepas saking membosankannya novel ini. Novel ini sama sekali tidak membosankan, justru membuat penasaran. Bagi saya, sebuah novel yang berhasil adalah novel yang dapat membuat pembacanya bertahan untuk membaca. Tak peduli diksinya rumit, settingnya di luar angkasa, bla bla bla, yang penting saya bisa selesai membacanya, berarti novel itu bagus. Ini novel yang bagus, terlepas dari visinya yang… ehmm… yaaa…. Menyosialisasikan LGBT, khususnya Lesbian.

Lendy, seorang editor sebuah penerbit ternama, menerima naskah tentang lesbianisme dari seorang penulis lesbian. Lendy menolak naskah itu, karena novel itu di bawah standar. Tragisnya, sang penulis menuduhnya sebagai homophobia, menganggap bahwa penolakan Lendy disebabkan tema novel itu yang mengangkat tentang lesbianisme. Penulisnya juga seorang lesbian. Intinya, kaum lesbian berusaha agar ada banyak lagi buku tentang LGBT yang diterbitkan untuk mendukung kaum minoritas itu dan diterima keberadaannya di tengah masyarakat. Siapa yang sangka tak berapa lama, Lendy menemukan sebuah naskah novel di dalam lemari ibunya, Eliza, yang mengungkap rahasia kelam keluarganya, terutama kaitannya dengan lesbianisme?

Kisah diawali oleh Fola, seorang guru yang bertemu dengan Henrietta yang akan menjemput keponakannya, salah satu murid Fola. Pada pertemuan pertama itu, mereka jatuh cinta. Tragisnya, keduanya berjenis kelamin perempuan! Membaca interaksi di antara keduanya, saya seperti membaca interaksi antara lelaki dan perempuan, tapi tentu saja bukan. Henrietta menempatkan diri sebagai laki-laki. Dia agresif dengan melakukan kontak fisik terlebih dahulu terhadap Fola. Fola pun tak memberikan perlawanan karena seperti menikmatinya. Secara kebetulan, Fola juga memiliki kecenderungan terhadap sesama jenis.  Mereka tahu bahwa hubungan (sesama jenis) itu salah, sehingga Henrietta pun meninggalkan Fola dan Fola akhirnya menikah dengan Erwin (laki-laki) walaupun tidak mencintai suaminya. Dari pernikahan itu, Fola melahirkan Eliza. Tak lama, dia kembali bertemu dengan Henrietta, dan hubungan cinta terlarang mereka pun terjalin lagi.

Fola merasa tersiksa dengan takdir yang harus dijalaninya. Dia ingin meninggalkan Erwin dan pergi bersama dengan Henrietta. Cita-cita sudah bulat, sampai Eliza menangis dan memohon ibunya agar tidak pergi. Fola mengalah demi Eliza. Dia membiarkan Henrietta pergi ke Paris dan menetap di sama. Dia menahan cintanya hingga bertahun-tahun, sampai Erwin meninggal dunia dan Eliza memberinya seorang cucu: Lendy. Lendy harus menerima kenyataan, setelah membaca naskah tua itu, bahwa ternyata neneknya adalah seorang lesbian. Menjelang kematian neneknya, Lendy pun bertekad mencaritahu keberadaan Henrietta, untuk memberikan kebahagiaan terakhir kepada neneknya.

Saya tidak sepenuhnya setuju dengan misi yang dibawa novel ini, yaitu lesbianisme. Apalagi Clara Ng berpihak pada pembenaran cinta lesbian. Tetapi, secara tidak sadar, Clara Ng menempatkan tokoh-tokohnya pada posisi berkorban. Bahwa cinta tidak harus diwujudkan, seperti cinta Fola dan Henrietta yang berkorban di atas kebahagiaan Erwin dan Eliza. Fola lebih memilih Erwin dan Eliza, ketimbang Henrietta. Fola mengorbankan nafsu lesbiannya demi kebahagiaan Erwin dan Eliza. Saya pikir, itulah jalan Tuhan yang lebih baik untuknya. Walaupun penulis secara tersirat juga menyisipkan pesan, bahwa jatuh cinta kepada sesama jenis itu tidak salah. Sebab, cinta adalah anugerah dari Tuhan, tanpa memandang perbedaan jenis kelamin.

Memang, cinta itu datang dari Tuhan, termasuk bila ada orang yang lebih mencintai sesama jenis daripada lain jenis. Namun, cinta bisa juga berupa ujian, yang menantang kita untuk berhasil melewatinya dan tidak melanggar aturan Tuhan. Dengan kata lain, meskipun lesbian itu dorongan dari dalam (yang berarti dari Tuhan), bukan berarti kita harus memperturutkannya, karena bisa jadi itu ujian dari Tuhan, sanggupkah kita menghindari cinta yang tidak sesuai dengan aturan-Nya itu? Fola telah bertahan untuk tidak pergi bersama Henrietta, untuk tetap menuruti aturan Tuhan. Jadi, novel ini bisa dibilang abu-abu juga seperti kovernya yang ada gradasi abu-abu. Di satu sisi, penulisnya tidak menyalahkan perasaan cinta sesama jenis, di sisi lain, tokoh-tokohnya ditakdirkan untuk tidak bersama.

Sayangnya, saya tidak mendapatkan penjelasan mengapa Fola dan Henrietta menjadi lesbian? Mereka jatuh cinta pada pertemuan pertama begitu saja, menurut saya agak aneh. Secara normal agak aneh. Saya berharap ada penjelasan mengapa keduanya jatuh cinta, misalnya, bahwa Henrietta memang sudah lama berkecenderungan terhadap perempuan. Atau hubungan keduanya terlalu intim, semisal tanpa sengaja melihat salah satunya tidak berbusana lalu timbul ketertarikan, atau bagaimana? Rasanya janggal saja bila dua orang perempuan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.

Saya sarankan sebelum membaca novel ini, Anda telah memiliki pijakan agama yang kuat agar tidak terombang-ambing oleh misi yang dibawa penulisnya.
                                                           




9 komentar:

  1. Bagian kontak fisik sesama itu penggambarannya gimana Mbak? Ih serem ya..
    Btw, selalu enak ya, klw baca review Mbak Ela..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaaa gitu deh Mba.. seperti hubungan lelaki dan perempuan: berciuman, memandang penuh gairah, dan sebagainya :D Aduuuh jadi enak dipuji sama penulis resensi ngetop :D

      Hapus
  2. Wah, jadi ceritanya flash back ke masa dua generasi sebelumnya ya. Jadi penasaran tentang Lendy gimana akhirnya :D
    Btw, saya cukup sering membaca novel-nvel LGBT, salah satunya dari penulis Andrei Aksana :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lendy... ya begitu deh, dia harus menerima kenyataan Omanya seorang lesbian.
      Wah, udah sering baca ya, Mba? Hiiiy.. ngeri juga...

      Hapus
  3. Wuih... ada ya novel begini. Hehehe... aku jarang baca novel. Paling-paling baca cerpen dan kumcer. Penasaran juga dengan endingnya. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada mba, banyak deh kayaknya sekarang ini. Endingnya manis koq :P

      Hapus
  4. emang missinya apaan mba ELa, aku baca biasa aja kaya cerita fiksi gitu. ga mendukung juga krn aku pernah nulis ttg novel beginian. tp standart aja, malah resensinya yg bikin seyeem xiixix*kabuuuur..intinya kalau kita normal mah gak ngaruh nih novel beginian dan ga juga mau dukung kaum nabi Lud...moga semakin banyak yang diluruskan seperti kaum2 ini..semoga kembali ke fitrahnya, aamiin

    BalasHapus
  5. syere jg ya.. kmrn aku jual buku jdl ini ke mbak dhani.. belum smpat baca :D

    BalasHapus
  6. mengingat si tokoh yg lesbian ini sudah beranak pinak, ya berarti mendingan deh. meski penulis masih pro sama cinta trlarang.tapi aku gak minat baca deh buku-buku begini lagi, sayang waktunya xixixi. tapi resensinya mba leyla makin keren deh:)

    BalasHapus