Senin, 17 Maret 2014

Astral Astria: Sebuah Perjalanan Mistis Seorang Gadis Indigo

Sumber kover: kutukutubuku.com

Judul: Astral Astria
Penulis: Fira Basuki
Penerbit: Grasindo
Tahun Terbit: 2007
Jumlah Halaman: 330
ISBN: 979-759-870-5

Astral artinya tempat tinggal makhluk gaib. Astria, gadis kelahiran Dieng ini tergolong gadis indigo, yaitu manusia yang mempunyai kelebihan di luar manusia normal. Untuk Astria, kelebihannya adalah dia mampu melihat makhluk lain, selain manusia (makhluk gaib seperti jin dan sebagainya). Astria memiliki mata ketiga yang dapat memprediksi kejadian sebelum terjadinya (semacam kemampuan paranormal). Rambut gimbalnya adalah penanda kelebihannya itu, sehingga semasa kecil Astria diruwat. Tak seperti anak gimbal lainnya yang rambutnya kembali normal, rambut Astria tumbuh kembali (dengan tetap gimbal) setelah diruwat (potong rambut).


Mengapa saya membeli novel ini?        
Gak sengaja beli pas lagi jalan-jalan sama suami dan anak-anak ke DMall, Depok. Anak-anak pengen makan pizza dan di sebelah toko pizza itu ada toko Gramedia yang mungil. Ah, iseng, liat-liat aja walau koleksinya gak selengkap toko Gramedia yang satu bangunan sendiri. Eh, ternyata nemu buku obralan. Ubek-ubek, ketemu novel Fira Basuki ini. Harganya Rp 25.000, lumayanlah untuk sebuah buku yang ditulis penulis terkenal. Pas saya cek di google, harga aslinya Rp 49.000, diskon hampir 50% ya?

Saya sudah pernah baca novel Fira Basuki yang berjudul BIRU, walaupun dulu modal minjem tapi saya terkesan dengan buku itu. Saya ngefanslah dengan buku itu. Gaya nulisnya cepat, ringan, gak pakai diksi-diksi yang rumit, macam orang lagi ngobrol saja. Fira Basuki memang digolongkan ke dalam penulis Chicklit, yang banyak menulis tentang kehidupan wanita modern dengan bahasa yang ringan. Cukuplah itu menjadi alasan mengapa saya membeli novel ini. Nama besar plus sudah pernah baca satu novelnya yang saya sukai.

Review
Cerita langsung dibuka dengan perjalanan astral Astria yang dipandu oleh Kyai Bowo.
“Apakah kamu sudah siap dengan perjalanan astral ini?”
“Siap, Kyai Bowo.”
“Mengapa kamu ingin melakukannya?”
Mengapa? Tidak tahu, Guru. Seperti juga Anda, saya merasa waktu saya sudah datang untuk mencoba hal-hal baru. Mungkin dengan perjalanan ini, saya akan kembali dengan iman yang lebih?
Perjalanan astral Astria diiringi oleh tembang Jawa “Kidung Rumeksa Ing Wengi” ajaran Sunan Kalijaga, yang mengandung arti doa-doa kepada Allah.

Kemudian, muncul dialog-dialog dari entah siapa—yang baru kita pahami belakangan—rupanya Astria memasuki negeri para hantu gentayangan. Nah, hantu-hantu itulah yang mengisahkan kehidupan mereka masing-masing, sebagai jawaban mengapa roh mereka masih gentayangan. Ada Indah, seorang penulis gila yang mati  tersambar petir ketika sedang hujan-hujanan. Ada Kasih, penyanyi cantik yang mati karena sedang melerai perkelahian dua orang lelaki yang mencintainya. Ada Marni, pelacur yang dibunuh oleh langganannya. Ada Niyah dan Kirmin, suami istri yang mati karena menggunakan jasa setan untuk mendapatkan keturunan.

Seperti novel BIRU, novel Astral Astria ini pun memiliki banyak tokoh dengan banyak kisah hidup. Setelah seperempat kisah, baru deh terasa menariknya dan sulit melepaskan diri dari membaca buku ini. Saking penasarannya, saya sampai mengunci diri di kamar supaya gak diganggu anak-anak. Tapi cuma beberapa menit aja kok, karena si bayi udah nyariin dan nangis kejer, hehehe….. Bukan apa-apa, membaca buku pun harus nunggu anak-anak lengah atau tidur.

Salah satu kisah hidup dari tokoh-tokoh ini, yang paling menarik adalah kisah hidup Indah Skali, seorang penulis terkenal. Dibilang terkenal ya tidak terlalu juga sih, tapi novel-novelnya laris terus. Salah satu cerpennya berjudul “Perempuan Hujan” (yang sebenarnya adalah cerpen Fira Basuki sendiri), berkisah tentang perempuan yang patah hati karena kekasihnya tidak juga mengajaknya menikah. Untuk mencari perhatian kekasihnya, dia bermain hujan-hujanan di bundaran HI, berpura-pura hamil, dan akhirnya dia mati kesambar petir. Tragis, ya?

Membaca karakter Indah, kok saya jadi kepikiran si Fira Basuki itu sendiri. Perjalanan karir menulis Indah mirip dengan Fira Basuki juga. Misalnya, menulis karena suka menulis, lalu bekerja di sebuah majalah wanita. Bukankah Fira juga bekerja di sebuah majalah wanita? Indah mengaku sebagai penulis yang lurus-lurus saja. Bukan penulis selebritis yang penting terkenal, sedangkan jumlah tulisannya bisa dihitung jari. Indah bertemu dengan Sekar Suci (ada sekali typo, nama Sekar Suci ditulis Sekar Ayu), seorang penulis selebritis yang bergaul dengan komunitas sastra, mudah dipegang-pegang laki-laki asalkan mapan dan punya pamor, suka minum minuman keras, seks bebas, dan berpakaian seksi. Sekar Suci mengingatkan saya pada—maaf—Djenar Mahesa Ayu dan Ayu Utami.

Sekar Suci memberikan tips menjadi penulis terkenal. Cukup bergaul dengan komunitas sastra (pikiran saya tertuju pada komunitas utan kayu, tempat kongko Ayu Utami, dkk), sebab komunitas itu sangat menyokong para penulisnya, memberikan pemberitaan yang bombastis agar karya-karya mereka menjadi terkenal, tentu saja dengan mengusung ideologi mereka (liberalisme). Hem… sekarang saya jadi paham nih, mengapa penulis-penulis dari komunitas utan kayu itu cepat sekali terkenal, ya macam Ayu Utami dan Djenar Mahesa Ayu itu.  Saya rasa komunitas lain juga bisa mengikuti jejak mereka, tak hanya memberitakan pendiri komunitasnya, tapi juga semua penulis yang bergabung di dalamnya, ehm! (kepikiran BAW). Masalahnya, untuk bisa begitu, harus ada kerjasama dari seluruh anggota komunitas.

Kemudian, dikisahkan juga perjalanan hidup Astria si anak gimbal. Orang tuanya meninggal terkena gas beracun dari salah satu kawah di Dieng. Semua penduduk desa itu meninggal, kecuali Astria. Astria dirawat oleh suami istri dosen yang tidak punya anak. Kisah cintanya juga bikin pusing. Astria jatuh cinta pada Bayu, seorang sutradara, Permadi, seorang fotografer yang juga punya mata ketiga seperti dirinya, dan akhirnya malah berjodoh dengan Rizky, seorang pengusaha yang soleh. Awalnya, gaya hidup Astria juga bebas (seks bebas), tapi setelah perjalanan astral itu, dia bertobat.

Fira Basuki banyak memasukkan pesan moral di dalam novel ini. Diantaranya, perjalanan Astria ke Aceh dan Jogja saat ada bencana tsunami dan gempa di Bantul. Di sana, Astria melihat roh-roh gentayangan dari para korban. Dia berusaha mengendalikan mata ketiganya, karena memandangi roh-roh yang bersedih itu benar-benar membuatnya mengalami tekanan batin. Tapi dari situ dia juga semakin menyadari keberadaan Tuhan YME. Kyai Bowo juga mengajaknya bertobat. Semua orang pernah berbuat salah, berbuat baiklah tanpa menunggu keajaiban.

Novel ini sarat mistis ajaran Jawa Kejawen. Gak heran sih, karena Fira Basuki juga sangat njawani. Banyak informasi dan pengetahuan yang dibagikan oleh Fira seputar Kejawen. Saya juga jadi penasaran dengan Dieng. Katanya, di sana ada bukit seribu masjid, yaitu bukit yang setiap seratus meter pasti ada masjid. Pikiran saya, masjid-masjid itu pasti kosong deh. Di tempat saya saja, kalau banyak masjid, ya masjidnya sepi karena jamaahnya sedikit. Ternyata, masjid-masjid di bukit seribu masjid itu (kata Fira Basuki) selalu penuh oleh jamaah, yang terlihat dan tak terlihat. Astria bisa melihat jamaah yang tidak terlihat. Untuk kebenarannya, tentu saja hanya orang yang percaya yang mau membenarkannya. Tapi saya memang pernah membaca di buku dialog Jin dan Manusia, bahwa satu-satunya tempat yang ada di dunia jin dan dunia manusia adalah masjid. Jadi, kalau kita tersesat di dunia jin (bisa saja begitu, kan?), carilah masjid.  

Satu hal yang masih membayangi saya adalah sewaktu Astria berhubungan intim dengan Permadi di sebuah lokasi bencana tsunami Aceh (di belakang pohon), sedangkan sebelumnya Astria melihat hantu seorang anak kecil sedang berkeliaran di sekitar mereka. Apakah Astria tidak malu hubungan zinanya itu disaksikan hantu-hantu? Kalau saya punya mata ketiga juga, tentu saya akan malu sekali.

Akhir kata, tentu saja novel ini menarik buat saya. Buktinya, saya bisa membacanya dalam waktu dua hari saja, untuk novel yang lumayan rumit ini. Cek saja di google, banyak pereview yang bilang novel ini memusingkan, hehehe…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar