Selasa, 30 September 2014

Interlude


Judul: Interlude
Penulis: Windry Ramadhina
Penerbit: Gagas Media
Tahun Terbit: 2014
Jumlah Halaman: viii + 371
ISBN: 979-780-722-3

Sejujurnya, saya tenggelam dalam rangkaian kata yang disajikan oleh Windry Ramadhina di novelnya ini. Berbeda dengan novel London yang selesai dibaca dalam beberapa bulan, Interlude hanya saya selesaikan dalam semalam. Ah, apakah novel ini begitu bagusnya sehingga cepat selesai dibaca? Tunggu dulu.


Hanna, seorang gadis yang amat rapuh dan mudah menangis, akibat kejadian pemerkosaan yang menimpanya setahun lalu. Hanna menjadi amat sangat takut terhadap sosok laki-laki. Ia trauma berat sampai harus rutin menjalani terapis. Saya bisa merasakan kepiluan hati Hanna. Pemerkosaan bukan masalah sepele. Trauma korban bisa dirasakan seumur hidup.

Sebaliknya, Kai seorang “Penjahat Kelamin.” Hidupnya tak karuan. Alkohol, nyaris putus kuliah, dan suka main perempuan. Tetapi, kepiawaiannya bermain gitar mampu menaklukkan gadis-gadis hingga menyerahkan kesuciannya begitu saja. Tahu tidak, sosok Kai mengingatkan saya kepada Ariel-Noah. Ketika Windry menggambarkan Kai, bayangan saya melayang pada Ariel. Yap, meskipun pernah  terlibat video mesum dan sudah terbukti sebagai Penjahat Kelamin, Ariel tetap disanjung-sanjung saking menawannya. Tak heran, walaupun trauma, Hanna terpesona juga oleh Kai.

Hanna dan Kai bertemu di atap apartemen Hanna, karena Kai sering menginap di apartemen Gitta, vokalis bandnya. Pergaulan bebas memang seperti hal biasa bagi para tokoh di dalam novel ini. Gitta dan Kai juga pernah tidur bersama. Barangkali memang begitulah kehidupan anak-anak orang kaya yang kurang kasih sayang. Kai menjadi pemberontak, bukan tanpa alasan. Hubungan pernikahan kedua orang tuanya nyaris berantakan. Orangtuanya sibuk dengan karir masing-masing. Masalah yang klise, sebenarnya.

Cara Windry menggambarkan karakter dan emosi tokoh-tokohnya sangat menarik dan tidak selambat pada novel London. Saya terbawa arus perasaan Kai kepada Hanna, yang begitu penasaran ingin menaklukkan gadis itu. Kai yang tak pernah ditolak oleh perempuan, kebingungan akan sikap Hanna yang dingin. Kai pikir, Hanna sama seperti gadis-gadis lain. Malu-malu tapi mau. Betapa terkejutnya Kai saat Hanna menolak dicium! Hanna bahkan memberontak saat Kai mengajaknya tidur bersama. Belakangan Kai tahu bahwa Hanna trauma karena pernah diperkosa.

Sementara Hanna, tertarik kepada Kai lebih karena terpesona akan permainan gitar Kai yang menghangatkan hatinya. Sudah lama dia membutuhkan ketenangan, dan suara gitar Kai dapat memenuhinya. Hanna memang trauma kepada laki-laki tapi entah mengapa dia sulit menghindari Kai. Sampai Kai mencoba mencium dan memperkosanya, dia pun menjauhi Kai. Hubungan mereka terputus, hingga waktu mempertemukan mereka kembali.

Novel ini sejujurnya adalah novel yang manis, dan mengandung nilai moral secara tak tersirat. Pergaulan bebas yang dilakoni tokoh-tokohnya, menggambarkan fenomena yang terjadi di masyarakat. Barangkali para orang tua tak menyadarinya. Lihat sajalah di teve-teve, para artis kumpul kebo pun biasa saja. Gaya hidup yang demikian dipicu oleh kondisi keluarga yang tidak harmonis, seperti yang dialami oleh Kai. Hanna yang penakut, akhirnya berubah menjadi pemberani ketika melihat Gita yang pemberani, takluk kepada pacarnya yang pemarah. Dia melihat sosok Gita yang lemah ada pada dirinya, sehingga dia sadar bahwa dia harus memberontak.

Beberapa teman yang sudah membaca novel ini, mengatakan bahwa novel ini tidak baik dari sisi moral karena mengajarkan seks bebas, bahkan di akhir cerita pun Hanna dan Kai digambarkan seperti habis tidur bersama. Penulis tidak mengatakan apakah Hanna dan Kai sudah menikah atau masih pacaran, bebas saja pembaca menafsirkan. Bagaimana kalau kita tafsirkan bahwa keduanya sudah menikah? Kan aman. Lalu, saya cari-cari adegan panasnya seperti yang disebut oleh teman-teman saya, ternyata tidak ada. Adegan ciuman memang ada, karena sudah jadi ciri khas Windry.

Apa yang diajarkan kisah ini kepada kita?
Hanna mengajarkan agar para gadis berhati-hati dengan lelaki yang ada di dekatnya, jangan mau diajak ke rumahnya yang kosong, bisa jadi sasaran pemerkosaan.
Hanna juga mengajarkan agar kita jangan menjadi gadis yang lemah, termasuk kepada pacarmu. Berani mengambil keputusan dan bersikap tegas bila pacar sudah melewati batas.
Kai mengajarkan dampak kurangnya kasih sayang orang tua terhadap masa depan anak. Kai menjadi pemberontak dan nakal hanya untuk mencari perhatian orang tua.
Kai memberitahu bahwa seorang begundal seperti dirinya pun bisa tobat bila sudah menemukan “cahaya.” Jika Kai menemukan Hanna, Ariel-Noah menemukan siapa, ya?

Terima kasih, Windry Ramadhina atas novelnya yang manis. Perhatian, novel ini sebaiknya tidak dibaca oleh pembaca berusia kurang dari 17 tahun. Akhir kata, saya harus mengakui bahwa saya menyukai gaya menulis Windry. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar