Judul:
Interlude
Penulis:
Windry Ramadhina
Penerbit:
Gagas Media
Tahun
Terbit: 2014
Jumlah
Halaman: viii + 371
ISBN:
979-780-722-3
Sejujurnya,
saya tenggelam dalam rangkaian kata yang disajikan oleh Windry Ramadhina di
novelnya ini. Berbeda dengan novel London yang selesai dibaca dalam beberapa
bulan, Interlude hanya saya selesaikan dalam semalam. Ah, apakah novel ini
begitu bagusnya sehingga cepat selesai dibaca? Tunggu dulu.
Hanna,
seorang gadis yang amat rapuh dan mudah menangis, akibat kejadian pemerkosaan
yang menimpanya setahun lalu. Hanna menjadi amat sangat takut terhadap sosok
laki-laki. Ia trauma berat sampai harus rutin menjalani terapis. Saya bisa
merasakan kepiluan hati Hanna. Pemerkosaan bukan masalah sepele. Trauma korban
bisa dirasakan seumur hidup.
Sebaliknya,
Kai seorang “Penjahat Kelamin.” Hidupnya tak karuan. Alkohol, nyaris putus
kuliah, dan suka main perempuan. Tetapi, kepiawaiannya bermain gitar mampu
menaklukkan gadis-gadis hingga menyerahkan kesuciannya begitu saja. Tahu tidak,
sosok Kai mengingatkan saya kepada Ariel-Noah. Ketika Windry menggambarkan Kai,
bayangan saya melayang pada Ariel. Yap, meskipun pernah terlibat video mesum dan sudah terbukti
sebagai Penjahat Kelamin, Ariel tetap disanjung-sanjung saking menawannya. Tak
heran, walaupun trauma, Hanna terpesona juga oleh Kai.
Hanna
dan Kai bertemu di atap apartemen Hanna, karena Kai sering menginap di
apartemen Gitta, vokalis bandnya. Pergaulan bebas memang seperti hal biasa bagi
para tokoh di dalam novel ini. Gitta dan Kai juga pernah tidur bersama.
Barangkali memang begitulah kehidupan anak-anak orang kaya yang kurang kasih
sayang. Kai menjadi pemberontak, bukan tanpa alasan. Hubungan pernikahan kedua
orang tuanya nyaris berantakan. Orangtuanya sibuk dengan karir masing-masing.
Masalah yang klise, sebenarnya.
Cara
Windry menggambarkan karakter dan emosi tokoh-tokohnya sangat menarik dan tidak
selambat pada novel London. Saya terbawa arus perasaan Kai kepada Hanna, yang
begitu penasaran ingin menaklukkan gadis itu. Kai yang tak pernah ditolak oleh
perempuan, kebingungan akan sikap Hanna yang dingin. Kai pikir, Hanna sama
seperti gadis-gadis lain. Malu-malu tapi mau. Betapa terkejutnya Kai saat Hanna
menolak dicium! Hanna bahkan memberontak saat Kai mengajaknya tidur bersama.
Belakangan Kai tahu bahwa Hanna trauma karena pernah diperkosa.
Sementara
Hanna, tertarik kepada Kai lebih karena terpesona akan permainan gitar Kai yang
menghangatkan hatinya. Sudah lama dia membutuhkan ketenangan, dan suara gitar
Kai dapat memenuhinya. Hanna memang trauma kepada laki-laki tapi entah mengapa
dia sulit menghindari Kai. Sampai Kai mencoba mencium dan memperkosanya, dia
pun menjauhi Kai. Hubungan mereka terputus, hingga waktu mempertemukan mereka
kembali.
Novel
ini sejujurnya adalah novel yang manis, dan mengandung nilai moral secara tak
tersirat. Pergaulan bebas yang dilakoni tokoh-tokohnya, menggambarkan fenomena
yang terjadi di masyarakat. Barangkali para orang tua tak menyadarinya. Lihat
sajalah di teve-teve, para artis kumpul kebo pun biasa saja. Gaya hidup yang
demikian dipicu oleh kondisi keluarga yang tidak harmonis, seperti yang dialami
oleh Kai. Hanna yang penakut, akhirnya berubah menjadi pemberani ketika melihat
Gita yang pemberani, takluk kepada pacarnya yang pemarah. Dia melihat sosok
Gita yang lemah ada pada dirinya, sehingga dia sadar bahwa dia harus
memberontak.
Beberapa
teman yang sudah membaca novel ini, mengatakan bahwa novel ini tidak baik dari
sisi moral karena mengajarkan seks bebas, bahkan di akhir cerita pun Hanna dan
Kai digambarkan seperti habis tidur bersama. Penulis tidak mengatakan apakah
Hanna dan Kai sudah menikah atau masih pacaran, bebas saja pembaca menafsirkan.
Bagaimana kalau kita tafsirkan bahwa keduanya sudah menikah? Kan aman. Lalu,
saya cari-cari adegan panasnya seperti yang disebut oleh teman-teman saya,
ternyata tidak ada. Adegan ciuman memang ada, karena sudah jadi ciri khas
Windry.
Apa
yang diajarkan kisah ini kepada kita?
Hanna
mengajarkan agar para gadis berhati-hati dengan lelaki yang ada di dekatnya,
jangan mau diajak ke rumahnya yang kosong, bisa jadi sasaran pemerkosaan.
Hanna
juga mengajarkan agar kita jangan menjadi gadis yang lemah, termasuk kepada
pacarmu. Berani mengambil keputusan dan bersikap tegas bila pacar sudah melewati
batas.
Kai
mengajarkan dampak kurangnya kasih sayang orang tua terhadap masa depan anak.
Kai menjadi pemberontak dan nakal hanya untuk mencari perhatian orang tua.
Kai
memberitahu bahwa seorang begundal seperti dirinya pun bisa tobat bila sudah
menemukan “cahaya.” Jika Kai menemukan Hanna, Ariel-Noah menemukan siapa, ya?
Terima
kasih, Windry Ramadhina atas novelnya yang manis. Perhatian, novel ini
sebaiknya tidak dibaca oleh pembaca berusia kurang dari 17 tahun. Akhir kata, saya harus mengakui bahwa saya menyukai gaya menulis Windry.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar