Jumat, 26 September 2014

Serunya Puasa Ramadhan di Luar Negeri



Judul: Serunya Puasa Ramadhan di Luar Negeri
Penyusun: Leyla Hana
Penulis: Dang Aji, Ary Nur Azizah, Mell Shaliha, Arista Devi, Nyi Penengah Dewanti, Nessa Kartia, Vita Dayoo, Deasy Rosalina, Atik HW, Annisah Rasbell, Awy’ A Qolawun, Anizma Ridho, Ibnu Alwan Ahmad, Ima Nurhikmah, Himmah Mahmudah, Julie Nava, Jasmine Hanniraya, Taschan, Elly Romdliyana, Fitria Heny, Yessi Anggraini
Penerbit: Qibla, imprint dari BIP
Tahun Terbit: Juli, 2014
Jumlah Halaman: xii + 161
ISBN: 978-602-249-653-3


“Rosa, bab mogeuro gapsida (Rosa, ayo kita makan)!” ajak Jo-Young, teman satu laboratorium.
“Ah, naneum danksikhagoissoyo (Ah, saya sedang puasa),” ujar saya.
“Mwo? Han dal dongan dansikhalkoyeyo (Apa? Selama satu bulan akan berpuasa?)” (halaman 45) 
    
Pertanyaan-pertanyaan disertai ekspresi terkejut, harus diterima oleh Deasy Rosalina, salah seorang WNI yang tinggal dan bekerja di Korea Selatan, ketika dia menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Tidak mudah bagi seorang muslim yang berpuasa di negeri minoritas muslim. Penduduknya bersikap dan berperilaku seperti di hari-hari biasa: makan, minum, dan berpakaian minim. Tentunya itu menjadi godaan yang sangat besar bagi muslim yang sedang berpuasa. Belum lagi dengan waktu siang yang sangat panjang di musim panas, mereka acap kali harus berpuasa selama 16-19 jam sehari! Sangat berbeda dengan di Indonesia yang konstan, 12 jam sehari.

Buku ini berisi kumpulan pengalaman para penulisnya saat tinggal dan berpuasa Ramadhan di luar negeri. Walaupun bulan puasa tahun ini sudah lewat, tak ada salahnya membaca buku ini untuk memperkaya pengetahuan kita. Barangkali setelah membacanya, kita jadi semakin mensyukuri kemudahan-kemudahan yang kita jalani selama menjalankan ibadah puasa di Indonesia.

Ada 23 penulis yang menuangkan pengalaman mereka berpuasa di luar negeri, mulai dari negara terdekat: Malaysia, Hongkong, Singapura, Jepang, Korea, negara-negara Timur Tengah seperti Libya, Mesir, Mekkah, Oman, Qatar, hingga negara-negara Eropa diantaranya Greifswald, Swedia, Amerika, Paris, Belgia, dan Inggris. Semua kisahnya sangat menarik disimak. Terutama kekuatan dan keteguhan umat muslim yang beribadah puasa di negeri minoritas muslim.

“Selama lima tahun terakhir di Amerika, Ramadhan jatuh pada musim panas. Ini berarti jumlah jam di siang hari lebih panjang dibanding malam hari. Waktu puasa dalam sehari bisa berkisar dari 16 hingga 18 jam,” demikian kisah Jasmine Hanniraya di halaman 118.

“Bukan hanya “kering” karena kami sekarang berada di musim panas, tapi lebih karena aku pesimis bahwa semarak Ramadhan tak dapat kurasakan di sini. Padahal, itu yang sangat kubutuhkan untuk membuatku tetap segar menahan lapar dan dahaga selama 16 jam!” cerita Elly Romdliyana tentang pengalaman puasanya di Belgia.

Namun, tak hanya dukanya. Berpuasa di luar negeri juga dipenuhi oleh sukacita. Seperti yang diceritakan oleh Ibnu Alwan Ahmad tentang pengalaman puasanya di Mekkah.

“Aku bahagia dapat mengikuti kajian malam setelah salat Tarawih di Masjidil Haram yang penuh sesak oleh ribuan jamaah. Tarawihnya terbilang sangatlah lama, dengan jumlah 20 rakaat. Imam membaca suratnya satu juz setiap malam.” (halaman 86).

Puasa adalah madrasah, ujian keimanan seorang muslim. Di mana pun kita berpuasa, rasanya akan tetap menyenangkan bila diiringi dengan niat yang lurus karena Allah Swt dan hanya mengharap ridha-Nya.


-----------------------
Berhubung saya di sini hanya sebagai penyusun, jadi boleh dong saya mereview buku ini. Reviewnya juga sudah dimuat di:
http://www.readersdigest.co.id/review.anda/detail/buku/serunya.puasa.ramadhan.di.luar.negeri/1/244

Tidak ada komentar:

Posting Komentar