Judul:
Serunya Puasa Ramadhan di Luar Negeri
Penyusun:
Leyla Hana
Penulis:
Dang Aji, Ary Nur Azizah, Mell Shaliha, Arista Devi, Nyi Penengah Dewanti,
Nessa Kartia, Vita Dayoo, Deasy Rosalina, Atik HW, Annisah Rasbell, Awy’ A
Qolawun, Anizma Ridho, Ibnu Alwan Ahmad, Ima Nurhikmah, Himmah Mahmudah, Julie
Nava, Jasmine Hanniraya, Taschan, Elly Romdliyana, Fitria Heny, Yessi Anggraini
Penerbit:
Qibla, imprint dari BIP
Tahun
Terbit: Juli, 2014
Jumlah
Halaman: xii + 161
ISBN:
978-602-249-653-3
“Rosa, bab mogeuro gapsida (Rosa, ayo kita
makan)!” ajak Jo-Young, teman satu laboratorium.
“Ah, naneum danksikhagoissoyo (Ah, saya
sedang puasa),” ujar saya.
“Mwo? Han dal dongan dansikhalkoyeyo (Apa?
Selama satu bulan akan berpuasa?)” (halaman
45)
Pertanyaan-pertanyaan
disertai ekspresi terkejut, harus diterima oleh Deasy Rosalina, salah seorang WNI yang tinggal dan bekerja di Korea
Selatan, ketika dia menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Tidak mudah bagi
seorang muslim yang berpuasa di negeri minoritas muslim. Penduduknya bersikap
dan berperilaku seperti di hari-hari biasa: makan, minum, dan berpakaian minim.
Tentunya itu menjadi godaan yang sangat besar bagi muslim yang sedang berpuasa.
Belum lagi dengan waktu siang yang sangat panjang di musim panas, mereka acap
kali harus berpuasa selama 16-19 jam sehari! Sangat berbeda dengan di Indonesia
yang konstan, 12 jam sehari.
Buku
ini berisi kumpulan pengalaman para penulisnya saat tinggal dan berpuasa
Ramadhan di luar negeri. Walaupun bulan puasa tahun ini sudah lewat, tak ada
salahnya membaca buku ini untuk memperkaya pengetahuan kita. Barangkali setelah
membacanya, kita jadi semakin mensyukuri kemudahan-kemudahan yang kita jalani
selama menjalankan ibadah puasa di Indonesia.
Ada 23
penulis yang menuangkan pengalaman mereka berpuasa di luar negeri, mulai dari
negara terdekat: Malaysia, Hongkong, Singapura, Jepang, Korea, negara-negara
Timur Tengah seperti Libya, Mesir, Mekkah, Oman, Qatar, hingga negara-negara
Eropa diantaranya Greifswald, Swedia, Amerika, Paris, Belgia, dan Inggris. Semua
kisahnya sangat menarik disimak. Terutama kekuatan dan keteguhan umat muslim
yang beribadah puasa di negeri minoritas muslim.
“Selama
lima tahun terakhir di Amerika, Ramadhan jatuh pada musim panas. Ini berarti
jumlah jam di siang hari lebih panjang dibanding malam hari. Waktu puasa dalam
sehari bisa berkisar dari 16 hingga 18 jam,” demikian kisah Jasmine Hanniraya di halaman 118.
“Bukan
hanya “kering” karena kami sekarang berada di musim panas, tapi lebih karena aku
pesimis bahwa semarak Ramadhan tak dapat kurasakan di sini. Padahal, itu yang
sangat kubutuhkan untuk membuatku tetap segar menahan lapar dan dahaga selama
16 jam!” cerita Elly Romdliyana
tentang pengalaman puasanya di Belgia.
Namun,
tak hanya dukanya. Berpuasa di luar negeri juga dipenuhi oleh sukacita. Seperti
yang diceritakan oleh Ibnu Alwan Ahmad
tentang pengalaman puasanya di Mekkah.
“Aku
bahagia dapat mengikuti kajian malam setelah salat Tarawih di Masjidil Haram
yang penuh sesak oleh ribuan jamaah. Tarawihnya terbilang sangatlah lama,
dengan jumlah 20 rakaat. Imam membaca suratnya satu juz setiap malam.” (halaman
86).
Puasa
adalah madrasah, ujian keimanan seorang muslim. Di mana pun kita berpuasa, rasanya
akan tetap menyenangkan bila diiringi dengan niat yang lurus karena Allah Swt
dan hanya mengharap ridha-Nya.
-----------------------
Berhubung saya di sini hanya sebagai penyusun, jadi boleh dong saya mereview buku ini. Reviewnya juga sudah dimuat di:
http://www.readersdigest.co.id/review.anda/detail/buku/serunya.puasa.ramadhan.di.luar.negeri/1/244
Tidak ada komentar:
Posting Komentar