Judul:
A Cup of Tarapuccino; Secangkir Cinta, Rindu, dan Harapan
Penulis:
Riawani Elyta dan Rika Y. Sari
Penerbit:
Indiva Media Kreasi
Tahun
Terbit: Cetakan Pertama, April 2013
Jumlah
Halaman: 304
ISBN:
978-602-8277-88-4
Lelaki itu memiliki rambut ikal yang
tampaknya memang sengaja dibiarkan panjang, hingga dari kejauhan tampak seperti
ada gelombang hitam yang menutupi kepalanya. Rahangnya ditumbuhi cambang cukup
lebat yang berbaris hingga dagu. Kumis tipis tak beraturan di antara hidungnya
yang mancung dan bibirnya yang tipis dan kebiruan. Juga sepasang mata dengan
bola mata hitam yang dominan. Cukup tampan sebenarnya, tetapi terkesan kumal
dan tak acuh.
“Sepertinya ada sesuatu yang istimewa darinya, sampai begitu membetot perhatianmu.”
Tara mengangkat wajahnya dari notebook. Dan
menemukan sepasang mata Raffi yang terarah lurus padanya. “Siapa yang
kaumaksud?” (halaman 32-33)
Dari
deskripsi itu saja, saya sudah merasakan ketertarikan Tara terhadap Hazel,
sehingga bisa mendeskripsikan fisik Hazel secara detil. Sebagaimana yang
ditangkap Raffi dari Tara, sepupunya menaruh perhatian lebih terhadap Hazel,
salah seorang pelanggan tetap Bread Time, yang punya minuman favorit, Cinnamon
Cappuccino. Ketertarikan Tara semakin jelas di sepanjang cerita, terutama pada
sikapnya yang selalu membela Hazel dari segala tuduhan keterlibatannya dalam
beberapa musibah yang menimpa Bread Time.
Sebenarnya,
saya sudah membaca novel ini pada terbitan pertamanya yang berjudul “Tarapuccino”
dan sudah membuat reviewnya juga. Tapi, saat itu saya masih gagap membaca
narasi Riawani Elyta yang cerdas dan panjang-panjang, sehingga ceritanya pun
nggak nempel di otak saya. Maklum, otak cetek ehehehe…. Novel ini adalah edisi
Republishnya, yang mendapatkan penambahan cerita (revisi) sehingga lebih padat.
Dan barangkali karena saya sudah mulai terbiasa dengan gaya bercerita Riawani,
saya pun bisa menangkap dan mengingat isi novel ini.
Novel
ini memiliki ciri khas yang mirip dengan novel Persona Non Grata (Republish:
Jasmine), masih karya Riawani Elyta, yang juga diterbitkan oleh penerbit yang
sama. Jangan-jangan penerbitnya memang menyukai jenis novel seperti ini. Tokoh
utama prianya adalah seorang Bad Boy
yang punya sisi baik tersembunyi. Ada repetisi (pengulangan) karakter antara
Hazel (Diaz) dan Dean (The Prince). Latar belakang keduanya pun mirip, yaitu
anak-anak terbuang yang kemudian mengambil jalan terlarang.
Sedangkan,
tokoh utama wanitanya, Tara, cenderung mengulang karakter Lila di novel Izmi
dan Lila, yang mandiri dan cerdas. Saya malah berpikir, karakter mereka itu
persis karakter penulisnya, ya Riawani Elyta sendiri yang setahu saya memang
tipe wanita mandiri dan cerdas, ahahahaha *efek bergaul dengan penulisnya. Gaya
bahasa penulis di dalam novel ini, masih menggunakan kalimat yang
panjang-panjang seperti di novel Izmi dan Lila. Di antara semua novel Riawani
yang sudah saya baca, saya paling klop dengan narasi penulis di novel The
Coffee Memory, karena pas dan nggak bikin ngos-ngosan membacanya.
Sekilas
mengenai isi cerita A Cup of Tarapuccino, berkisah tentang Tara dan Raffi, dua
sepupu yang membuka toko roti “Bread Time” dengan kualitas menengah ke atas
tapi harga dan lokasi penjualannya menengah ke bawah. Usaha mereka berjalan
lancar, sampai kedatangan Hazel, langganan setia yang kemudian menjadi salah
satu karyawan di Bread Time. Setelah Bread Time memutuskan hubungan kontrak
dengan salah satu pemasok bahan makanan, Calvin and Co, gara-gara diduga
menggunakan bahan babi, musibah berturut-turut menimpa Bread Time. Belakangan,
Hazel dicurigai ikut berperan dalam musibah-musibah tersebut. Selain intrik
seputar bisnis, tentu ada intrik asmaranya juga dong, melibatkan
Tara-Hazel-Raffi. Lebih banyak dikisahkan dari sisi Tara dan Hazel, sementara
Raffi masih tanda tanya, apakah kecemburuannya itu karena memang dia menyukai
Tara atau sekadar insting seorang lelaki?
Seorang
Tara yang dari luar menampakkan sosok muslimah berjilbab rapi dan menjaga
pergaulan, ternyata sulit mengendalikan hatinya karena sepanjang cerita
terdeskripsikan kekaguman-kekagumannya kepada Hazel, bahkan mengesampingkan
logikanya—sebagaimana yang disebut oleh Raffi—sehingga saya pun ikut gemes sama
Tara, ahahahaha…. Tapi ya nggak apa-apa sih, namanya juga jatuh cinta. Apalagi
kalau tahu ternyata keduanya punya masa lalu yang ehem-ehem…. Sayang, akhir
kisahnya dibuat menggantung, sebab penulis menutupnya dengan puisi yang membuat
pembaca gigit jari:
Namun hari ini
Detik ini
Biarkanlah aku untuk sesaat
Menarikan wujudmu
Melepas rinduku… inginku…
Hanya sebatas imaji
Dan dalam jarak
Yang tak jua mampu tuk mendekat….
Saya
hanya bisa bertanya-tanya mengapa Tara menjauh, apakah sudah menikah? Dengan
siapa? Mari kita nikmati saja tanda tanya ini, karena sepertinya penulis memang
suka menggantung ceritanya, khusus untuk novel bernuansa detektif seperti A Cup
of Tarapuccino dan Persona Non Grata :D
Tiga kata untuk A Cup Tarapuccino: Lezat, Cerdas, dan Misterius.
hehe, resensi kedua untuk novel yang sama......makasih yaaa :D
BalasHapusWow...sampe dibaca lagi. Kereeen dah
BalasHapus