Judul:
Mom and Me
Penulis:
Pipiet Senja dan Adzimattinur Siregar
Penerbit:
Indiva Media Kreasi
Tahun
terbit: Cetakan Pertama, Agustus 2007
Jumlah
halaman: 208; 20,5 cm
ISBN:
978-979-1397-04-X
“Bingung cara curhat sama ibu kamu? Bingung
cara ngungkapin semuanya sama ibu kamu? Gak usah bingung, simak aja buku
terbaru curhatan Butet dan ibunda tercinta, Pipiet Senja. Ditanggung asyik buat
disimak. Mom & Me memang renyah dan penuh gizi.” (Fahri Azisa, Penulis Skenario OB-RCTI)
Adzimattinur Siregar: Gals, merasa jadi
makhluk paling bête karena ke mana pun kamu pergi, sepasang mata Mom kamu
sekaan bertebaran di mana-mana? Ngerasa sebel karena setiap apa yang kamu lakukan, Mom kamu selalu saja
berkomentar.. cerewet.. banyak tanya.. ugh! Padahal kamu bisa CS-an dengan
kompak, keindahan cinta yang terekspresikan bisa menjadi cerita cinta termegah
sepanjang sejarah hidup kamu.
Pipiet Senja: Keindahan bagi seorang
ibu adalah ketika menyaksikan buah hatinya tumbuh dewasa keharuan membuncah,
ketika sosok mungil yang dulu kita dekap hangat, kini tumbuh menjadi putri
jelita penuh pesona. Akan tetapi, keremajaan nyaris identik dengan masalah.
Perbedaan pola pikir sering membuat para ibu tenggelam dalam ketidakmengertian.
Maka, taman bunga kasih sayang tercemar perselisihan. Buku ini akan membuat
Anda terinspirasi, agaimana mengekspresikan cinta yang paling indah dan tepat
untuk putri jelita Anda.
Konon
katanya, anak laki-laki itu kesayangan ibunya, anak perempuan itu kesayangan
ayahnya. Dengan kata lain, anak perempuan sering kali gak cocok sama ibunya.
Mungkin karena sejenis, jadi bersaing mana yang lebih cantik, xixixi…. Apa
benar begitu? Hmmm… Pipiet Senja dan Adzimattinur Siregar (Butet), ibu dan anak
yang sama-sama penulis ini menceritakan kekompakan hubungan mereka di dalam
buku ini. Konsep bukunya cukup unik, karena kover depan belakang dibuat saling
terbalik. Kover depan adalah Pipiet Senja dan Butet, dengan wajah Butet
menghadap ke belakang. Kover belakang adalah Pipiet Senja dan Butet dengan wajah Pipiet Senja yang menghadap ke
belakang. Tulisannya juga dibikin terbalik. Ternyata isi ceritanya pun dibuat
dua versi: versi Pipiet Senja dan versi Butet. Dengan begitu, pembaca bisa
menilai sejauh mana kekompakan ibu dan anak ini.
Pipiet
Senja mulai bercerita awal mula ketika Butet lahir ke dunia. Tidak mudah bagi
Pipiet Senja untuk menjalani kehamilannya, karena beliau memiliki penyakit
Thallasemia, kelainan darah bawaan. Kehamilannya harus dipantau oleh dokter
secara intensif. Butet adalah kehamilan yang keempat, karena yang dua
keguguran, yang satunya lagi adalah kakak Butet, Haekal Siregar. Keluarga
penulis ini memang sudah terkenal berkat buku-buku mereka. Pipiet Senja banyak
mengalami ujian dan cobaan selama masa kehamilannya. Dan akhirnya, lahirlah Butet,
yang melengkapi kehadiran sepasang bintang di rumah Pipiet Senja.
Ada
banyak kelucuan, kepedihan, dan kegembiraan yang dituturkan oleh Pipiet Senja
tentang Butet. Misalnya, ketika Butet menghilang di rumah sakit saat Pipiet
Senja sedang mengurus administrasi Askes. Yang paling menyentuh adalah saat
Butet berjanji tak mau ditemani mamanya karena mamanya harus kerja mencari uang
dengan menulis. Butet malah marah ketika mamanya datang menjemput di tempat
acara perlombaan menggambar.
“Sini Nak, ayo kita pulang,” ajakku,
mengembangkan kedua tangan, bingung.
“Gaaak! Butet mau pulang sendiri!” bantahnya
sambil terus menghindariku.
“Bilang, Cinta… tolong ya, Nak.. apa salah
Mama?” pintaku, niscaya terdengar memelas.
“Mama itu salah! Mama gak bisa pegang janji!
Kan Mama sudah janji, Butet juga sudah janji… Kenapa Mama jemput Butet? Jangan
jempuuuut!” (halaman 46)
Butet
juga harus menyaksikan pertengkaran Papa dan Mama-nya sedari kecil karena
hubungan pernikahan yang tidak harmonis. Butet bahkan memprovokasi mamanya agar
bercerai saja dengan papanya, karena sudah tak tahan melihat penderitaan
mamanya.
“Jangan biarkan diri Mama menghamba terus
kepada orang yang tak pernah menghargai pengabdian Mama….”
“Kata Mama demi anak-anak? Jangan pernah
bilang begitu, jangan pernah mengatasnamakan anak-anak lagi….”
“Butet lebih suka Mama bahagia demi diri
Mama sendiri….”
“Tinggalkan segala penderitaan ini dan raih
kebahagiaan Mama sendiri!” (halaman 63)
Selain
cerita masa kecil Butet, juga ada cerita masa abg-nya di mana Butet menjelma
menjadi gadis Batak-Sunda yang cantik dan cerdas sehingga banyak cowok yang
“menembak.” Butet bahkan bercita-cita menjadi pengacara (dan akhirnya, Butet
memang menjadi Sarjana Hukum) untuk membela ibu-ibu yang ditindas suaminya. Selain
bercita-cita menjadi pengacara, Butet juga mewarisi kemampuan ibunya dalam
menulis, walaupun kegiatan itu semata hobi.
Kemudian,
kita beralih ke cerita Butet tentang mamanya, Pipiet Senja. Cerita Butet ini
lebih banyak diisi oleh kepedihan, barangkali karena dia melihat sendiri
kondisi rumah tangga orang tuanya. Butet menceritakan kehidupan sosialnya
semasa kecil yang kurang bagus, karena sering diejek, seperti:
“Ibu loe sakit kuning!”
“Setan kali tuh nyokapnya!”
“Kuning-kuning, tahiii!”
“Penyakit kutukan!”
“Iiih… anak kuntilanak!” (halaman 11)
Ya,
Butet sering diejek karena kondisi mamanya yang sakit-sakitan. Dia membela
harga diri mamanya dengan melawan anak-anak itu. Rupanya, itulah rahasia yang
disembunyikan Butet. Seorang gadis tomboy yang suka berkelahi dan memanjat
pagar sekolah.
“Kalau dipikir-pikir, aku bakat jadi preman
nih. Ada yang butuh tenaga preman?” (halaman 32)
Butet
juga menikmati bakat menulis yang diturunkan Mama kepadanya. Dia bisa
menerbitkan buku dan mendapatkan honor sebagai pembicara, sejak usia belasan.
Butet pun menceritakan mimpi-mimpinya, dari menjadi boneka Barbie, tukang
gorengan, sampai akhirnya bermimpi untuk kuliah di Jerman, mimpi yang rasanya
sulit untuk diwujudkan mengingat kondisi perekonomian mereka yang pas-pasan.
Butet
juga menyisipkan sedikit perasaan hatinya kepada papanya yang selama itu telah
menyakiti mamanya. Dia ingat ketika ikut menggigit kaki papanya yang sedang
menganiaya mamanya. Walaupun kehidupan mereka penuh duka, tapi masih ada
terselip kebaikan Papa yang membekas di hati Butet.
Membaca
buku ini seperti mendengarkan Butet dan
Pipiet Senja menceritakan sebagian kisah hidup mereka. Butet
menceritakan tentang mamanya, dan Pipiet Senja menceritakan tentang putri
semata wayangnya. Gaya bercerita Pipiet Senja layaknya seorang ibu yang sedang
heboh menceritakan anaknya. Sedangkan gaya bercerita Butet, benar-benar khas
ABG, dengan bahasa gaul dan segala problematika remaja. Membaca buku ini, kita
jadi tahu bahwa hubungan ibu dan anak perempuannya bisa terjalin dengan baik,
tak harus saling menyimpan bara. Ibu bisa menjadi sahabat putrinya, dan
putrinya bisa menjadikan ibu sebagai sosok yang hangat untuk dipeluk. Kehadiran
seorang ibu bagi putrinya adalah sangat esensial, karena seorang anak perempuan
amat sangat membutuhkan ibunya, terutama saat memasuki masa remaja dan dewasa.
“Cinta kasih ibu akan terus mengalir selalu,
selama-lamanya… Hingga tujuh samudera dan tujuh lapisan langit menyatu dan
membeku….” (Pipiet Senja, halaman 104)
“Galz.. kamu juga bisa ngelakuinnya kok
dengan ibu kamu. Coba deh, mulai dengan dua kata: cinta dan doa buat ibu kamu.
Dijamin… greeenk!” (Adzimattinur
Siregar, halaman 98)
Wah, baru lihat nih postingannya, pleeekkkkk! Saya dan butet yg kini sdh punya momongan satu tahun, pagi ini ngekeh sambil menitikkan air mata. Haru biru, Mama masih hidup euy, katanya sambil mencium pipiku.
BalasHapus