Sabtu, 04 Oktober 2014

Rumah Lebah: Novel Thriller Psikologi


Judul: Rumah Lebah
Penulis: Ruwi Meita
Penerbit: Gagas Media
Tahun Terbit: Cetakan pertama, 2008
Jumlah halaman: x + 286
ISBN: 979-780-228-0

Saya tak tahu kalau novel ini termasuk genre thriller. Saya mengenal penulisnya, Ruwi Meita, di facebook. Tahu-tahu saja saya sudah berteman dengannya, tanpa ingat kapan mengkonfirmasi pertemanan. Ternyata dia penulis yang sudah cukup berpengalaman. Sering menjuarai lomba menulis bergengsi. Saya jadi penasaran ingin tahu gaya menulisnya. Saya menemukan buku ini dijual di sebuah toko online dan dengan serta merta membelinya. Begitu saya baca sinopsisnya, astagaa! Sepertinya ini novel horor! Sejujurnya, saya orang yang penakut.


Sinopsis:
Mala tahu ini bukan sebuah mimpi buruk. Bukan halusinasi sebagaimana yang dipikirkan Nawai. Ini kenyataan. Ada enam orang asing yang hidup dan bernapas di rumah lebah. Mata telanjang milik gadis kecil genius berjiwa ganjil itu melihat semuanya. Melihat apa yang tak diketahui dan tak dilihat orang. Tidak juga Nawai. Atau tepatnya, tak boleh ada seorang pun mengetahui itu semua. Sebab, itu justru akan menjadi gladi kotor kematian bagi sang ratu lebah. Sosok yang seharusnya tak boleh diganggu keberadaannya.

Saya beranikan diri untuk membacanya. Ini alasan kenapa novel thriller saya pun belum selesai direvisi, karena saya sendiri takut membacanya, wahahaha… Lah, kenapa suka nulis thriller? Walaupun takut, film atau novel thriller itu selalu menantang untuk dibaca karena penulis menyajikan misteri-misteri untuk dipecahkan. Begitu juga dengan novel ini. Ruwi Meita memiliki diksi yang menarik untuk memetaforakan rumah lebah. Saya baru tahu dari novel ini, kalau ratu lebah itu akan membunuh lebah-lebah betina  yang lahir bersama dengannya.

Bagian prolognya langsung membuat jantung deg-degan dan bulu kuduk berdiri. Dikisahkan, Mala hilang dari tempat tidurnya, dan tahu-tahu sudah ada di atap genting rumah. Gadis 10 tahun itu katanya diajak oleh teman khayalannya, Willis, bersembunyi di atas genting, untuk menghindari Satira, gadis berwajah jahat. Nawai dan Winaya tak tahu siapa itu Willis, Satira, juga Abuela, Ana, yang sering diceritakan oleh Mala. Kata Mala, orang-orang itu juga tinggal di rumah mereka. Hiiiyyy…. Kita pasti sudah membayangkan keempat orang itu adalah hantu, sayangnya, ini bukan novel tentang hantu.

Alkisah, Winaya yang seorang penulis terkenal pun pindah ke Ponorogo bersama keluarganya, membeli sebuah rumah di atas bukit yang jauh dari peradaban. Di sekeliling mereka adalah hutan. Tetangga mereka hanya vila-vila kosong yang didatangi pemiliknya hanya saat liburan. Salah satu vila itu dimiliki oleh Rayhan, seorang pengusaha lajang yang suka berganti-ganti pasangan. Kebanyakan adalah model atau artis yang sedang melambung namanya. Saat Winaya pindah ke rumah baru, Rayhan sedang menjalin hubungan dengan Alegra Kahlo, artis berdarah keturunan Spanyol.

Mala semakin sering menunjukkan keanehan. Kecerdasannya di atas rata-rata anak seusianya. Dia tidak suka bergaul dan sering mengobrol dengan teman-teman khayalannya. Nawai menderita penyakit anemia dan sering tertidur tiba-tiba. Suatu hari, editor Winaya mengabarkan bahwa novel Winaya akan difilmkan dan mereka telah memilih pemeran wanitanya: Alegra. Yap, secara kebetulan, Alegra sedang sering bertandang ke vila Rayhan. Artis itu pun mendekati Winaya untuk bisa menyelami perannya dalam film yang diangkat dari novel Winaya.

Teman-teman khayalan Mala pun mulai sering menunjukkan diri. Satira yang jahat, punya masa lalu kelam, pernah diperkosa oleh ayahnya di masa kecil. Willis, si lelaki hijau, selalu terlihat bersedih. Albuela, nenek tua yang suka berbahasa Spanyol. Tante Ana, wanita binal yang suka mengecat rambutnya berwarna merah marun. Lalu, terjadilah pembunuhan yang menimpa seorang wartawan tabloid gossip bernama Deni, yang diduga dilakukan oleh Alegra, artis yang merasa terancam oleh Deni karena rahasianya akan dibongkar bila tak menyerahkan sejumlah uang. Kartika, polisi yang memimpin penyelidikan kasus itu, menemukan sebuah fenomena luar biasa yang dialami oleh Nawai dan Mala. Apakah itu?

Wow, sampai mendekati akhir pun, saya tidak bisa menebak ceritanya, sampai kemudian saya tahu apa yang menimpa Nawai. Ruwi berhasil menarik ulur cerita sehingga menjadi begitu misterius, walaupun ternyata kasus yang menimpa Nawai sudah sering diangkat ke dalam novel. Yap, split personality, kepribadian ganda. Pada akhirnya, diketahui bahwa Willis, Abuela, Ana, dan Satira adalah orang yang sama, yaitu NAWAI. Siapa sangka ibu rumah tangga yang penurut dan tidak macam-macam itu ternyata mengalami gangguan kejiwaan? Ia bisa menjadi enam orang sekaligus dalam satu waktu, tapi tidak menyadarinya. Masa lalu yang kelam menjadi penyebabnya. Hanya Mala yang mengetahui itu. Jadi, bisa ditarik kesimpulan, semua teman khayalan Mala selama itu adalah ibunya sendiri, yang berubah-ubah bentuk sesuai keadaan. Lalu, siapakah yang membunuh Deni? Apakah Alegra? Atau Nawai? Atau jangan-jangan ada orang lain yang mengambil keuntungan dari kegilaan Nawai?

Walaupun review ini spoiler, Anda tetap harus membaca novel ini untuk merasakan cara Ruwi mengajak kita bertanya-tanya mengenai apa yang terjadi terhadap Nawai. Rasanya saya ingin membaca novel Ruwi Meita lainnya. Cukup beberapa jam saja waktu yang diperlukan untuk membaca novel ini karena Ruwi menuliskannya dengan amat menarik. Masih ada pertanyaan yang menggantung di benak saya selepas membaca novel ini, tapi begitulah novel thriller. Selalu menyisakan pertanyaan di akhir kisah, yang harus dijawab sendiri oleh pembacanya. Hffff……

Ketika seekor ratu lebah menetas, dia akan menjerit dengan lengkingan yang kuat. Siapa pun lebah betina yang ikut menetas bersamanya, menjawab lengkingan itu, maka dia telah berbuat kesalahan. Sama saja dia memanggil kematiannya sendiri. Hanya boleh ada satu ekor ratu lebah dan sang ratu akan membunuhi siapa pun saingannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar