Judul:
Cinta Emang Bego: Meski Nggak Mapan yang Penting Tampan
Penulis:
Nikma. TS
Penerbit:
Moka
Tahun
Terbit: 2014
Jumlah
Halaman: iv + 176
ISBN:
979-795-826-4
Sinopsis:
Kuberi tahu kamu soal Febri, cowok yang
gantengnya bisa bikin artis Korea langsung ingin operasi plastik lagi. Aku tergila-gila
padanya. Peduli setan sohibku naksir lagi. Aku nggak peduli status gebetanku di
sekolah, nggak peduli mamaku mencak-mencak, nggak peduli brownies buatanku
hangus demi cinta. Bahkan ketika gebetanku diam-diam punya rahasia, aku juga
ggak peduli. Kamu pikir cintaku bego? Emang! Kamu baru tahu?
Dari
judulnya saja kita sudah bisa menebak bahwa ini pasti novel komedi. Walaupun
saya agak kurang sreg dengan judulnya yang pakai kata “bego,” setelah membaca
isinya, well it’s fine. Nggak banyak
bertaburan kata-kata kasar, kok, seperti di novel lain yang pernah saya baca.
Dari
segi usia pembaca, sebenarnya saya udah telat baca novel teenlit ini. Setelah
membaca beberapa halaman, bolehlah diteruskan karena bisa bikin saya
ngikik-ngikik tengah malam. Selera humor Nikma lumayan juga, lho. Cerita dengan
ide dan olahan yang sederhana ini, bisa dibaca sebagai hiburan, terutama kalau
pikiran sedang penat. Dijamin seger lagi.
Kelemahan
novel yang menggunakan sudut pandang orang pertama “Aku” salah satunya adalah
saya jadi lupa nama tokoh utamanya, hehehe…. Oh ya, namanya Lintang. Tokoh-tokoh
lain memanggilnya, “Tang,” bikin saya keingetan salah satu alat pertukangan :D
Kenapa bukan “Lin” saja? Itu sih terserah penulisnyalah.
Lintang,
cewek SMA yang sering telat ke sekolah karena selalu bangun kesiangan. Beberapa
novel remaja yang lalu-lalu, banyak yang mengangkat tokoh cewek yang suka
terlambat datang ke sekolah karena bangun kesiangan. Bahkan, salah satu drama
Korea (jangan tanya judulnya, saya lupa!), juga membuka adegan pertamanya
dengan si cewek yang bangun kesiangan
dan terlambat datang ke sekolah. Di FTV (Film Televisi) yang pernah saya
tonton, juga ada adegan begitu. Jadi, memang adegan ini agak klise, tapi tak
mengapa toh ini novel komedi yang bertujuan menghibur. Karena dari bangun
kesiangan itulah, Lintang bertemu dengan Febri, satpam sekolahnya yang baru,
yang gantengnya selangiiitt…..
Deskripsi
kegantengan Febri agak kurang menempel di ingatan saya, sehingga sampai akhir
pun saya masih mengira-ngira seganteng apa si Febri. Saya ingat kepada satpam
di sebuah mall yang bertugas menjaga lift, yang gantengnya selangit. Waktu itu
saya ketemunya pas masih SMA juga bersama rombongan teman-teman. Dan demi
ketemu lagi sama satpam lift itu, kami naik turun lift terus hahahaha….. Jadi,
saya bisa merasakan kegokilan Lintang yang jatuh cinta kepada satpam sekolahnya
ini.
Sementara
itu, di rumah Lintang, ada anak kos bernama Faundra, yang berambut
dibule-bulein. Dulu Lintang naksir Faundra, tapi jadi nggak naksir lagi karena
udah ketemu Febri. Diam-diam, Faundra juga naksir Lintang. Hubungan Lintang dan
Febri pun makin erat setelah Febri ikut ngekos di rumah Lintang, sekamar dengan
Faundra. Sejak itu, Faundra jadi dapat saingan. Deskripsi fisik Faundra malah
lebih jelas, karena beberapa kali disebutkan oleh penulis, seperti rambutnya
yang dicat pirang padahal kulitnya hitam dan orangnya yang nggak
ganteng-ganteng amat tapi tubuhnya tinggi. Saya membayangkan cowok berambut
pirang tapi berkulit hitam.
Ini
beberapa humor penulis yang bikin saya ngikik sendirian:
Faundra
dan Adin (adik Lintang) dipaksa mencicipi brownies buatan Linta, Adin nggak mau
tapi Faundra mau.
“Gimana rasanya?” tanyaku, super-penasaran.
“Iya, gimana?” Adin terdengar penasaran
juga.
“Lebih baik….” Gumam Faundra dengan mulut
yang masih mengunyah brownies.
“Nggak mungkin,” gumam Adin dengan kepala
menggeleng lemah, begitu dramatis.
“Benarkah?” Otomatis rona wajahku mencerah. Sudah
kuduga, kueku tidak sehancur penampilannya.
“Lebih baik… kue ini nggak dimakan.” (halaman 29)
Lintang
sedih karena Febri membuatnya patah hati, dia sedang menangis di loteng ketika
Faundra datang.
“Tang….”
Ah, suara Faundra lagi! Aku menoleh tanpa
minat. “Apa lagi?” tanyaku, sewot.
“Kamu lihat duitku yang jatuh nggak? Mungkin
di sekitar sini.”
Kuputar bola mataku, mengingat koin lima
ratus perak yang baru saja masuk kantongku. “Nggak.”
“Waduh, harus cari ke mana lagi, nih.”
Mukanya terlihat bingung.
“Halah, cuma lima ratus. Apa sih nilainya?”
protesku meremehkan.
“Bukan gitu, Tang. Aku butuh kerokan—eh, kok
kamu tahu?” tanyanya curiga. (halaman
104)
Ada juga
puisi buatan Lintang yang lumayan bikin ngakak,
Cinta adalah harta…
Harta adalah emas…
Emas adalah kuning…
Kuning adalah…. (halaman 122)
Lalu,
bagaimana kelanjutan kisah cinta Lintang dan Febri yang digandrungi cewek-cewek
se-sekolahnya? Apalagi setelah banyak barang-barang yang hilang, dan yang lebih
naas, rumah Lintang kerampokan! Bagaimana pula hubungan Lintang dengan Faundra,
setelah Lintang merasa walaupun Faundra itu nggak begitu cakep tapi hatinya
baik?
Agaknya,
Lintang mesti berpikir lagi soal prinsipnya dalam memilih cowok ini, “Meski
nggak mapan, yang penting tampan.”
Menurut
saya, mapan itu penting, lho! Hehehehe…..
Saya juga suka sense of humour nikma, seger n spontan :-) bisa bikin ketawa ngakak :-)
BalasHapusmasing masing penulis resensi punya gaya tersendiri. Jadi belajar dan belajar lagi...
BalasHapusSaya belum baca novel ini, tapi demi membaca resensi Mbak Leyla Hana jdi ketawa beneran :D
BalasHapusJarang-jarang baca novel komedi, lebih sering nonton film/serial komedi. Jadi dapat rekomendasi penulis novel komedi yang bagus :)
wow...lumayan lucu dan segar. belum pernah baca sih karya Nikma
BalasHapusKocak...
BalasHapusStyle kakLeyla Hana dalam meresensi emang gini atau ngikutin genre bukunya yang emang bikin meringis hehe? Hm lucu juga baca yang ginian..dan jangan salahkan Lintang yang lebih milih tampan daripada mapan...itu emang pemikiran yang paling jujur untuk usianya..haha