Senin, 17 November 2014

HijUPreneur: Berhijab dan Berkarya Tanpa Batas


Judul: HijUPreneur
Penulis: Diajeng Lestari
Penerbit: Qultum Media
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, Maret 2013
Jumlah Halaman: viii + 100
ISBN: 979-017-248-7

Hijab, dulu disebut jilbab. Lalu, entah bagaimana (saya tidak mengikuti sejarahnya) penyebutan itu berubah menjadi Hijab. Para pemakai hijab pun disebut dengan hijabers. Tak semua orang suka hijabers, walaupun perubahan itu cukup positif jika dibandingkan saat saya masih remaja dulu, pemakai hijab hanya sedikit. Bahkan, ketika saya pertama kali memakai hijab di kelas 2 SMA, ada teman yang mengolok-olok dan menyebut saya “ninja.” Jadi, kemunculan hijabers di masa kini dengan busana muslimahnya yang fashionable selayaknya diberikan apresasi positif, terlepas dari masih adanya kekurangan cara berhijab yang barangkali tidak berkenan di kalangan pemakai hijab “syar’i.” Setidaknya, para hijabers yang modis itu sudah berproses menutup aurat dibandingkan dengan yang belum.


Membaca buku yang ditulis oleh salah satu pelopor hijab fashion, Diajeng Lestari, saya jadi semakin memahami apa dan mengapa para hijabers mempelopori pemakaian hijab fashion. Fashion tak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, terlebih lagi kaum wanita. Produk fashion selalu laris manis, termasuk fashion hijab. Kebutuhan untuk menampilkan performance terbaik di hadapan orang adalah kebutuhan dasar setiap manusia yang butuh diakui keberadaannya. Hijabers fashion berupaya menjembatani kebutuhan tersebut agar tetap sesuai syariat. Seingat saya dulu, salah satu alasan muslimah tak mau berhijab adalah karena hijab itu kampungan, tidak modis, tidak enak dilihat, dan tidak gaul. Tapi, coba lihat sekarang dengan kemunculan hijab fashion, remaja-remaja SMP-SMA yang masih suka bergaya modis pun dengan senang hati mengenakan hijab. Begitu juga dengan ibu-ibu modis yang pada dasarnya suka berdandan dan bergaya, merasa tetap bisa modis walau berhijab. Bukankah itu masih lebih baik daripada tidak pakai hijab sama sekali?

Diajeng Lestari
Diajeng Lestari adalah pendiri e-commerce Islamic fashion pertama dan terbesar di dunia: HijUP.com, sebuah pasar online yang menampung brand-brand fashion islami terkemuka di dunia. Di dalam buku ini, penulis menceritakan pengalamannya dalam mengembangkan HijUP disertai alasan mengapa dia terjun ke bisnis tersebut. Cerita dibuka dengan pengalamannya pertama kali berhijab di tahun 2001, gara-gara melihat seorang temannya diejek tukang becak karena rok sekolahnya terbuka tanpa sengaja. Diajeng merasa perlu menutup auratnya agar tidak menjadi sasaran godaan lawan jenis.

Selama menutup aurat, Diajeng tak lepas dari ujian hingga sempat ingin melepas hijabnya. Untunglah, dia masih konsisten menutup aurat. Sampai kemudian dia bekerja di sebuah kantor marketing research di Jakarta Timur.

Saat itu, aku baru dua minggu bekerja. Atasanku memanggilku ke ruangannya.
“Ajeng, kamu kan pakai jilbab ya….”
“Iya, Pak,” jawabku, singkat.
“Kamu ini mau pakai jilbab aliran yang mana? Yang puritan atau modern? …karena nanti kan kamu harus ketemu banyak klien….” (halaman 16)

Inovasi dalam Berhijab, Why Not?
Tantangan yang dihadapi muslimah saat ini adalah bagaimana berhijab, namun tetap bisa beradaptasi dengan lingkungan. Di satu sisi, keputusan berhijab menuntut kita untuk menutup aurat dengan benar. Di sisi lain, muslimah saat ini dituntut untuk dapat berpenampilan menarik dan adaptif terhadap perkembangan zaman. (halaman 18)

Saya setuju dengan Ajeng. Kita hidup di dunia ini tidak dengan satu jenis orang saja, tapi dengan bermacam jenis orang. Inovasi dalam berhijab, mengapa tidak? Toh, Ajeng juga memberikan penjelasan, bahwa walaupun berinovasi tapi tetap mengikuti aturan syariat, yaitu: menutup dada, tidak membentuk tubuh, dan tidak transparan. Saya rasa aturan itu cukup jelas. Tak masalah mau bagaimana bentuk hijabnya, asalkan sudah memenuhi aturan tersebut. Karena esensi hijab adalah menutup aurat dari rambut hingga mata kaki. Bagaimana bentuk hijabnya, Al Quran maupun hadist tidak menjelaskannya, apakah harus baju kurung, hijab panjang, dan sebagainya.

Ajeng mengajak muslimah berhijab agar tetap  berkarya, karena pada dasarnya semua orang harus terus berkarya dan bekerja dalam rangka ibadah. Untuk itulah dia mendirikan HijUP.com, e-commerce Islamic Fashion. Hij (Hijab), Up (percaya diri): muslimah berhijab yang percaya diri. Maksudnya, muslimah yang percaya diri mengenakan hijab.

Ajeng kemudian menceritakan pengalamannya jatuh bangun mendirikan HijUP.com yang bisa dijadikan masukan bagi para pembaca yang berminat membuka usaha serupa. Indonesia banyak memiliki disainer Islamic fashion kelas dunia, tapi tak memiliki pasar online yang khusus untuk itu. Sedangkan, di Malaysia sebaliknya. Mereka sudah lebih dulu digandrungi tren hijaber, tapi sedikit memiliki disainer busana muslim sehingga banyak mengimport busana dari Indonesia.

Dan, inilah modal untuk menjadi pengusaha, menurut Diajeng:

Honest
Innovative
Just Do It
Unique
Pray.

Apa sajakah itu? Selebihnya bisa dibaca di dalam buku ini. Diajeng juga menampilkan profil beberapa muslimah berhijab yang sukses berbisnis, dua diantaranya adalah GhaidaTsurayya (putri Aa Gym) dan Ninit Yunita (penulis, blogger, dan pendiri web The Urban Mama).

Membaca buku ini, dijamin jadi makin termotivasi untuk berkarya. Hijab… UP!

5 komentar:

  1. walah ada sebutan puritan dan modern segala -_-

    Gahida Tsurayya itu desainer busana muslimah juga kan, ya. Pernah nonton pas tampil di acara Hitam Putih.

    BalasHapus
  2. eh, salah tulis nama hihi.. Ghaida maksud saya.
    btw, motto:
    Honest
    Innovative
    Just Do It
    Unique
    Pray

    ini keren. setuju banget :)

    BalasHapus
  3. setuju sm inovasinya.. asal tetap pada koridor syar'i..

    BalasHapus
  4. Keren kata HijUp itu, jadi brand tersendiri akhirnya ya, hehee

    BalasHapus
  5. inspiratif ya sosok diajeng ini, dan juga prestasinya :)

    BalasHapus