Fenomena yang sangat
menggembirakan saat ini datang dari ibu-ibu rumah tangga yang antusias menggeluti
hobi menulis di sela pekerjaan mengurus rumah tangga dan anak-anak. Tulisan-tulisan
mereka sebagian besar terkumpul dalam buku antologi, atau kumpulan karya
sastra, dalam hal ini esai nonfiksi. Pasti ada pertanyaan, bagaimana bisa para
ibu rumah tangga itu menyempatkan diri untuk menulis di antara bertumpuknya
tugas kerumahtanggaan yang menyita waktu dan tenaga?
Saya juga seorang ibu rumah
tangga yang sehari-hari berada di rumah bersama ketiga anak saya yang masih
balita. Saya sudah menulis sejak remaja, dan hobi menulis ini masih saya gemari
sampai sekarang. Ternyata tidak mudah membagi waktu antara menulis dan mengasuh
anak. Memang, untuk tugas rumah tangga
semacam mencuci, menyetrika, dan membersihkan rumah, ada seorang asisten yang
membantu. Tetapi tidak dengan mengasuh anak. Saya mengasuh ketiganya sendiri.
Suami membantu saat sempat, berhubung jam kerjanya padat. Satu anak masih bayi,
sehingga semakin susah membagi waktu untuk menulis. Ketika sedang menulis, ada
saja permintaan anak-anak yang harus saya turuti, berhubung mereka masih
membutuhkan bantuan saya dalam melakukan banyak hal.
Jadi, jika ada ibu rumah tangga
yang mampu menulis di sela kegiatan kerumahtanggaannya, itu patut diacungi
jempol. Tentulah mereka telah berhasil menyingkirkan segala hambatan untuk bisa
menulis, dari mulai tugas rumah tangga yang tak habis-habis, rengekan
anak-anak, fisik lelah, dan waktu yang terbatas. Hasil tulisan para ibu rumah
tangga itu, dikumpulkan dalam buku antologi, yang sebagian besar isinya tentang
pengalaman mereka dalam tugas kerumahtanggaan dan pernikahan. Misalnya saja buku
antologi yang satu ini; Baby Traveller.
Buku yang disusun oleh Ida
Mulyani ini, mengumpulkan kisah-kisah pengalaman para ibu saat bepergian dengan
anak-anaknya yang relatif masih bayi. Sebagaimana yang kita ketahui, membawa
bayi atau balita dalam perjalanan jauh bukanlah hal yang mudah. Sebagian besar
bayi cenderung rewel dalam perjalanan. Ada banyak hal yang harus disiapkan
untuk mengantisipasinya. Sebagai ibu yang juga sering mengajak anak-anak
jalan-jalan, saya juga merasakan hal yang sama. Saya pernah membawa anak-anak
naik bus yang sedang penuh sesak, lalu anak-anak menangis karena gerah,
disertai muntah-muntah. Belum lagi anak yang bayi pup di dalam bus, dan
diapersnya bocor.
Di dalam buku Baby Traveller,
kita juga akan membaca pengalaman para ibu ketika membawa bayi atau balitanya
bepergian, dari wilayah domestik sampai internasional. Misalnya pengalaman Dewi
Irianti ketika harus ke Australia bersama bayinya, berdua saja, dan itu menjadi
pengalaman pertamanya ke luar negeri dengan membawa bayi. Ada juga pengalaman
Atik HW, yang sering mengajak anak-anaknya ke luar negeri, mengikuti tugas
suaminya yang berpindah-pindah negara. Bagaimana Atik menahan gemas dengan
tingkah seorang anaknya yang pup di toilet pesawat, dank arena tak tertahankan,
pupnya tercecer ke mana-mana, sedangkan pesawat akan mendarat. Dari kisah
mereka, kita diberikan tips bagaimana menghadapi perjalanan ke luar negeri
bersama anak-anak yang masih balita.
Cerita menggemaskan juga datang
dari Dian Onasis, yang dulu pernah kesal dengan ibu-ibu yang membawa anak di
perjalanan dan si anak rewel bukan main. Ternyata dia mengalami hal yang sama
setelah punya anak. Putrinya, Billa, rewel bukan main saat naik kereta api
menuju Malang. Pandangan sinis para penumpang pun mendarat kepadanya, seperti
ketika ia memandang sinis ibu-ibu yang tak dapat mengatasi kerewelan anak
mereka di perjalanan. Ternyata tak mudah menenangkan anak yang rewel dalam
perjalanan.
Pengalaman Viana Akbari membawa
bayinya yang baru berumur 36 hari dari Jakarta ke Solo, patut kita contek. Dengan
persiapan yang baik, membawa bayi dalam perjalanan jauh ternyata tak masalah. Sayangnya,
hal yang sama tak terjadi pada Indri Astuti, yang justru kehilangan bayinya
dalam perjalanan rekreasi keluarga. Pengalamannya benar-benar tragis, dan
membuat saya teringat terus membayangkan bayinya yang baru berumur 3 bulan,
jatuh dari gendongan dan meninggal dunia.
Dan masih banyak lagi kisah para
ibu yang membawa bayi dan balita mereka dalam perjalanan jauh maupun dekat.
Kisah-kisah itu disertai tips bepergian dengan bayi dan balita, yang dapat
diambil manfaatnya oleh pembaca. Semua kisah ditulis dengan bahasa sederhana
dan mudah dipahami, bahasa para ibu. Para
ibu yang ingin bepergian dengan anak-anaknya, boleh membaca buku ini.
Tips-tipsnya bisa dijadikan antisipasi saat bepergian dengan bayi dan balita.
Astaghfirullah! Jatuh mba? Ya rab.. Saya baru paham repotnya org tua saya dulu setelah saya punya anak.. Sekarang saya mampu menyewa kendaraan utk pulang kampung sementara org tua saya dulu hrs membawa 3anak dgn kendaraan umuum. Jauh pula..
BalasHapus