Sempurna! Itulah kata pertama
yang tebersit dalam benakku usai menuntaskan lembar terakhir halaman novel Taj,
karya Timeri N. Murari. Aku seperti melihat sendiri susunan Taj Mahal yang
terbuat dari berton-ton batu-batu mulia nan mahal, ruby, zamrud, bahkan
berlian. Sebuah persembahan abadi dari seorang suami kepada istri yang sangat
dicintainya. Telah berdiri berabad silam, tetapi masih utuh sampai hari ini.
Menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Bangunan yang mempesona,
semempesona kisah cinta di baliknya. Bukan… bukan hanya kisah cinta Shah Jahan dan Arjumand Banu yang
membuatku berdecak kagum, tetapi juga jejak
yang ditinggalkannya. Sebuah sejarah bahwa Kerajaan Islam pernah berjaya di
tanah Hindustan.
Kerajaan Mughal Islam, kerajaan
Islam terakhir di India. Telah hancur setelah diserbu oleh Persia, tetapi Taj
Mahal masih berdiri kokoh. Bukti cinta Shah Jahan kepada Arjumand Banu, istri
satu-satunya yang meninggal dunia di usia muda, 38 tahun, setelah melahirkan anak
keempat belas. Di masa itu, wajar saja seorang raja memiliki banyak istri dan
selir, tetapi Shah Jahan hanya memiliki satu istri, sebagai bukti cintanya yang
teramat dalam kepada Arjumand Banu.
Ada banyak versi mengenai kisah
di balik Taj Mahal, tetapi karya Timeri menceritakan bahwa Arjumand adalah
satu-satunya istri Shah Jahan. Memang, Shah Jahan pernah menikah sebelum
menikahi Arjumand, karena paksaan ayahnya. Seorang pangeran hanya boleh menikah
dengan putri raja, sedangkan Arjumand hanyalah keponakan seorang gubernur. Shah
Jahan dipaksa menikahi putri raja Persia. Tetapi, pernikahan yang berjalan lima
tahun dan tidak dikaruniai anak itu (karena Shah Jahan tidak mau menyetubuhi
istrinya), berakhir juga. Shah Jahan masih terus mengharapkan Arjumand, gadis
berusia 13 tahun, yang telah menawan hatinya tatkala mereka bertemu di sebuah
pasar malam.
Masa itu, semua perempuan muslim
mengenakan cadar, begitu juga dengan Arjumand. Ada satu hari di mana semua
perempuan dibolehkan melepas cadar dan para lelaki bebas memandang wajah-wajah
cantik yang selama ini tersembunyi di balik cadar. Para perempuan yang melepas
cadar juga berharap wajah mereka dilihat oleh pembesar-pembesar kerajaan untuk
kemudian dijadikan istri atau harem. Di hari itulah Shah Jahan memandang
Arjumand yang aura wajahnya langsung memikat hatinya. Sayang, cinta mereka
harus menunggu sampai lima tahun lamanya, karena ketidaksetujuan ayah Shah
Jahan. Shah Jahan boleh memperistri Arjumand, asalkan menjadi istri kedua.
Sedangkan Shah Jahan hanya mau menjadikan Arjumand sebagai istri pertama.
Intrik-intrik perebutan kekuasaan
mulai terlihat ketika Mehrunnisa, bibi Arjumand, berhasil menikah dengan ayah
Shah Jahan, raja yang berkuasa kala itu. Ada kemungkinan ibu Shah Jahan
meninggal karena diracun, dan suami Mehrunnisa meninggal karena dibunuh, demi
mewujudkan persatuan Mehrunnisa dengan Raja. Setelah itu, semakin terlihat
bahwa permaisuri Mehrunnisa menguasai kebijakan-kebijakan kerajaan, termasuk
memerintahkan Shah Jahan untuk pergi berperang. Arjumand tidak pernah absen
mendampingi suaminya berperang, meskipun sedang hamil tua. Beberapa kali ia
melahirkan di medan perang. Dan hampir setiap tahun ia melahirkan. Shah Jahan
ingin memiliki banyak anak darinya,
tanpa memperhatikan kondisi Arjumand.
Cinta yang kuat terhadap Arjumand
membuat Shah Jahan tidak mau menikah lagi atau berhubungan intim dengan harem
(selir). Ia hanya mau menyatukan tubuh dengan istrinya seorang, sehingga
Arjumand sering hamil dan melahirkan. Pengorbanan cinta Arjumand adalah ketika
merasakan kesulitan-kesulitan dalam hamil dan melahirkan hingga belasan kali.
Tidak semua anaknya lahir dengan mudah. Ada kalanya lahir dengan sulit. Bahkan
ia pernah diam-diam menggugurkan bayinya, karena tidak mau melahirkan. Maklum,
zaman itu belum ada alat kontrasepsi.
Meskipun Mehrunnisa pernah
berupaya menjegal langkah Shah Jahan untuk menjadi pengganti Raja, tetap saja
Shah Jahan berhasil menjadi Raja. Rupanya ada baiknya dulu Mehrunnisa sering
memerintahkan Shah Jahan untuk berperang, sehingga kekuatan Shah Jahan tidak
diragukan lagi. Akhirnya, Shah Jahan dan Arjumand Banu menjadi Raja dan
Permaisuri Kerajaan Mughal berikutnya.
Timeri N. Murari berhasil
menyajikan Taj Mahal dengan detil, menggunakan kata-kata yang puitis, sehingga
semakin menonjolkan keindahan cinta Shah Jahan dan Arjumand. Kita seperti
menyaksikan Taj Mahal dari jauh, apalagi ditambah dengan foto bangunan Taj
Mahal dari luar dan dalam. Tatkala melahirkan anak keempat belas, Arjumand
meninggal dunia. Sebelum meninggal, ia sempat membisikkan beberapa pesan kepada
Shah Jahan, salah satunya adalah minta dibuatkan makam yang indah. Dan makam
itu diberi nama Taj Mahal, berasal dari kata Mumtaz Mahal, nama lain dari
Arjumand Banu. Taj Mahal artinya, wanita terindah di istana.
Pembuatan Taj Mahal memakan waktu
20 tahun, dengan menggunakan berton-ton batu mulia yang berharga dan
beribu-ribu pekerja. Shah Jahan mengeluarkan banyak anggaran Negara hanya untuk
membangun Taj Mahal. Namun, hasilnya seperti yang kita saksikan sekarang di
bukunya atau di google. Indah dan abadi. Kerajaan Islam Mughal telah hancur,
tetapi tidak dengan Taj Mahal. Bangunan itu menjadi bukti bahwa Islam pernah
berjaya di India.
Kehancuran kerajaan Islam di
belahan bumi mana pun, sesungguhnya bukan berasal dari serangan musuh dari
luar, melainkan serangan musuh dari dalam. Menjadi pelajaran buat generasi
mendatang, bahwasanya harta dan tahta adalah sumber kehancuran, apabila tidak
dipergunakan dengan benar. Begitu pula yang terjadi kerjaan Mughal, sepeninggal
Shah Jahan. Anak-anaknya saling membunuh dan berebut tahta, sehingga kekuatan
mereka melemah dan dapat dengan mudah dihancurkan oleh musuh.
Kisah yang indah dan
mencengangkan. Membuatku ingin melihat filmnya, andai ada. Dan menyusuri
sendiri bangunan Taj Mahal, yang dibangun di atas darah dan air mata, juga
cinta abadi Shah Jahan kepada Arjumand Banu. Kisah
sejarah yang menakjubkan.
Membaca postingan diatas jadi pengen banget memiliki buku novel TAJ ini. Nanti sore mau ke BP ah, cari novel ini. Resensinya menarik banget nih mak Leyla Hana.
BalasHapus