Senin, 04 Maret 2013

Ping: Pesan Cinta dari Borneo


Ada perkembangan yang menggembirakan dari  dunia sastra saat ini. Banyak penulis muda bermunculan dan tentu saja banyak buku yang memenuhi rak-rak toko buku karya para penulis muda itu. Namun, tak mudah untuk menemukan buku yang benar-benar mendidik generasi muda kita. Bukan hanya isi dari buku-buku itu yang “kurang sesuai” dengan nilai-nilai yang kita anut, tetapi juga bahasa yang digunakan oleh para penulisnya yang tak sesuai dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.


Cukup mudah menemukan buku-buku yang menggunakan bahasa “semaunya” dan sama sekali tak mendidik generasi muda untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa gaul dan berantakan, digunakan bukan hanya di dalam dialog antara tokoh-tokohnya, tapi juga di dalam narasi, sehingga menjadi kabur mana yang Bahasa Indonesia, mana yang bukan. Tak heran bila kini remaja kita sulit menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam percakapan sehari-hari maupun di dalam bahasa tulisan.

Di antara buku-buku yang ala kadarnya itu, ada satu buku sastra karya dua orang penulis muda yang sedang “naik daun,” Riawani Elyta dan Shabrina WS. Novel berjudul “Ping, A Message from Borneo” ini memenuhi hampir semua unsur novel yang baik dan mendidik. Tak heran bila novel ini menjadi juara pertama dalam  lomba novel remaja yang diadakan oleh Penerbit Bentang Belia. Terlepas dari judulnya yang menggunakan Bahasa Inggris, novel ini dapat dijadikan rujukan untuk para calon  penulis muda yang ingin belajar menulis.

Judul yang menggunakan Bahasa Inggris, kemungkinan adalah trik dari Penerbit untuk menarik minat pembaca, yang memang dikhususkan untuk pembaca muda. Bukan rahasia lagi kalau remaja kita menyukai karya yang berbau asing, termasuk yang sedang melonjak saat ini adalah karya-karya berbau “Korea.”  Namun, isi dari novel Ping, termasuk bahasa yang digunakan, memenuhi kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Ada dua tokoh utama di dalam novel ini, yaitu Ping, seekor anak orang utan di pedalaman hutan Borneo, Kalimantan, dan Molly, seorang remaja yang aktif di Gerakan Penyelamatan Satwa Langka. Shabrina WS, dengan bahasanya yang puitis, menuliskan pengalaman Ping, yang kehilangan ibundanya, karena ditembak oleh pemburu liar. Sedangkan Riawani Elyta menuliskan pengalaman Molly saat mengunjungi Borneo Orangutan Survival, sebuah yayasan penyelamatan Orangutan di Borneo, dengan bahasa yang lincah dan khas remaja, tapi tetap memenuhi kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Menggunakan alur maju, dimulai dengan penembakan ibunda Ping dan keberangkatan Molly ke Borneo, kita diajak untuk menyelami kehidupan Orangutan yang nyaris punah oleh pemburu liar. Kedua penulis juga memberikan tambahan wawasan kepada para pembaca mengenai penyelamatan Orangutan di Borneo.  Dan akhirnya, novel ini dengan sangat bagus memberikan pesan kepada para pembaca untuk ikut peduli terhadap Orangutan di Borneo. Terlebih beberapa waktu lalu, kita dihebohkan dengan berita pembakaran Orangutan di Kalimantan oleh penduduk, karena merasa diganggu oleh kehadiran Orangutan.

Novel ini adalah novel yang ringan dan mudah dicerna oleh para pembaca remaja, tetapi menyelipkan pesan yang sangat bagus dan berbobot. Sebuah karya sastra yang patut diapresiasi dengan baik, bahkan perlu dimasukkan ke dalam perpustakaan sekolah untuk dijadikan rujukan para remaja yang ingin belajar sastra. Sekali lagi, kelemahannya hanya satu, yaitu pada judulnya yang menggunakan Bahasa Inggris.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar