Senin, 04 Maret 2013

Xie-Xie Ni De Ai: Seperti Berjalan-jalan ke Hongkong


Hong Kong was my dreamland. Ya, masa remaja saya diisi dengan film-film Mandarin yang membuat saya ngefans dengan para pemainnya. Layaknya remaja sekarang yang gemar film-film Korea dan ngefans artis-artis Korea. Dulu, saya suka mengkliping berita artis Mandarin, di antaranya Tony Leung, Andy Lau, Jacky Chan, Aaron Kwok, dan sebagainya. Saking ngefansnya, saya sampai mimpi terbang ke Hong Kong, dibawa angin puyuh, lalu jatuh di atas atap apartemen tempat tinggal Andy Lau, wkwkwkwk… ngacoooo…..


Seiring bertambah usia dan film-film Mandarin sudah jarang tayang di televisi, saya mulai melupakan impian ke Hongkong, meski tetap antusias bila ada yang pernah ke sana. Hingga kemudian novel-novel saya diterbitkan dan menghubungkan saya dengan salah seorang yang beruntung bisa menginjakkan kaki di tanah bekas jajahan Inggris itu. Ia menelepon langsung dari Hong Kong, mengatakan bahwa ia senang membaca novel-novel saya, dan kelak ingin menjadi penulis seperti saya. Namanya, Ermawati.
Dia mengirimkan sebuah buku catatan harian, yang ditulisnya selama berada di Hong Kong. Menceritakan perihal dirinya, mengapa berangkat ke Hong Kong, dan impiannya untuk menjadi penulis. Bertahun berlalu, seminggu yang lalu, saya menerima kiriman novel perdananya: Xie Xie Ni De Ai. Subhanallah, seorang Buruh Migran Indonesia, yang tujuh tahun lalu bercita-cita menjadi penulis, kini telah berhasil mewujudkan mimpinya. Terharu.

Xie Xie Ni De Ai, mengingatkan saya akan lagu Andy Lau berjudul sama. Artinya, terima kasih atas cintamu. Kira-kira, isi novel ini pun bernada sama. Ketika mulai membacanya, saya jadi terbawa ke dalam adegan film F4 (versi Taiwan), Boys 2 Flowers (versi Korea). Disuguhi para pemain yang cantik dan ganteng: Chelsy, Aanon, Daniel, Selina, dan Zee. Nama Hong Kong, sebagaimana yang saya ketahui dari SMP, memang punya dua versi; versi Inggris dan versi Mandari. Begitu juga nama-nama di dalam novel ini, disebutkan dua versi. Tentu saja hanya pada pembukaan. Selanjutnya hanya disebut dengan nama  panggilan masing-masing.

Kelimanya bersahabat dan suka mengerjakan tugas kuliah bersama-sama. Lalu, siapakah pemeran utama dalam novel ini? Bukan salah satu dari kelimat orang itu, kok. Melainkan, Alenia Rahmawati, seorang Buruh Migran asal Indonesia, yang bekerja di rumah Chelsy. Seakan mengambil sebagian pengalaman hidup sang penulis, Alenia dikisahkan sebagai seorang BMI yang berbusana muslimah rapi, suka menulis, dan tergabung di sebuah forum kepenulisan di Hongkong. Tentu saja, sang penulis, Mell Shaliha, juga memiliki background yang sama dengan Alenia; BMI yang suka menulis dan pernah tergabung di Forum Lingkar Pena Hongkong :D

Ah, itu sudah biasa kok, jika penulis memasukkan sebagian pengalaman hidupnya ke dalam novelnya. Saya juga begitu. Justru dengan begitu, novelnya lebih hidup. Novel ini ditulis dengan bahasa yang ringan, mudah dicerna, mengalir, dan lincah. Layaknya novel teenlit, yang mudah diterima oleh para remaja. Meski demikian, novel ini tidak kehilangan kecerdasannya. Sehingga agak mengejutkan bila mengingat novel ini ditulis oleh seorang BMI dan termasuk novel perdana. Untuk sebuah novel perdana, novel ini cukup tebal.

Selain itu, kita bisa belajar bahasa Mandarin dan Jepang, sedikit-sedikit, yang tersaji di dalamnya. Mulanya memang saya mengerutkan kening. Katanya, si Ale ini tidak bisa bahasa Mandarin. Kalau berbicara dengan majikannya menggunakan bahasa Inggris. Tapi kok banyak dialog Ale yang menggunakan bahasa Mandarin cukup panjang? Ah, bisa saja sih Ale sedikit-sedikit menguasai bahasa Mandarin, kan sudah lama juga di Hong Kong.

Intinya, novel ini bercerita tentang kisah cinta Ale dan Aanon, salah satu sahabat Chelsy, yang sebenarnya Chelsy juga naksir Aanon. Aanon jatuh cinta kepada Ale, ketika tak sengaja melihat Ale tanpa jilbabnya. Bak novel teenlit lainnya, kisah bergulir tentang percintaan segiempat, Ale-Chelsy-Aanon-Maki. Maki, seorang gadis Jepang yang menumpang tinggal di rumah Chelsy, juga ikut-ikutan jatuh cinta kepada Aanon. Tentu saja Aanon memilih Ale, tapi  bagaimana mungkin? Yang satunya hanya seorang Buruh Migran, yang pekerjaannya sama dengan pembantu rumah tangga, yang satunya lagi pangeran tampan, sahabat majikannya.  Ale pun tak serius menanggapi cinta Aanon, karena perbedaan status dan agama. Jadi, bagaimana akhir kisah mereka? Baca kelanjutannya di novel ini saja ya.

Membaca novel ini, kita bagai diajak mengunjungi Hong Kong, ke beberapa tempat yang menjadi setting novel ini: pantai Hong Kong (lupa namanya), pasar Wanchai, dll. Juga mempelajari beberapa kalimat dalam bahasa Mandarin.  Novel ini hanya sekilas mengupas penderitaan BMI, tidak seperti beberapa novel yang ditulis BMI lainnya. Sebab, ini novel percintaan Cinderella, tetapi si Cinderella tidak berada di bawah tekanan si majikan. Malahan, Chelsy sebagai majikan, menganggap Ale sebagai sahabat baik dan tempat curhatnya.

Pesan yang dapat ditangkap, bagaimana memperjuangkan cinta, meski terhalang perbedaan status dan agama. Juga tetap berprestasi, meskipun cita-cita terhalang tembok beton. Ale yang seorang BMI ini, dapat menunjukkan  bahwa dia aslinya cerdas (jago berdebat dalam bahasa Inggris), serta jago main basket.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar