Hong Kong was my dreamland. Ya, masa remaja saya diisi
dengan film-film Mandarin yang membuat saya ngefans dengan para pemainnya. Layaknya
remaja sekarang yang gemar film-film Korea dan ngefans artis-artis Korea. Dulu,
saya suka mengkliping berita artis Mandarin, di antaranya Tony Leung, Andy Lau,
Jacky Chan, Aaron Kwok, dan sebagainya. Saking ngefansnya, saya sampai mimpi
terbang ke Hong Kong, dibawa angin puyuh, lalu jatuh di atas atap apartemen
tempat tinggal Andy Lau, wkwkwkwk… ngacoooo…..
Seiring bertambah usia dan film-film Mandarin sudah jarang
tayang di televisi, saya mulai melupakan impian ke Hongkong, meski tetap
antusias bila ada yang pernah ke sana. Hingga kemudian novel-novel saya
diterbitkan dan menghubungkan saya dengan salah seorang yang beruntung bisa
menginjakkan kaki di tanah bekas jajahan Inggris itu. Ia menelepon langsung
dari Hong Kong, mengatakan bahwa ia senang membaca novel-novel saya, dan kelak
ingin menjadi penulis seperti saya. Namanya, Ermawati.
Dia mengirimkan sebuah buku catatan harian, yang ditulisnya
selama berada di Hong Kong. Menceritakan perihal dirinya, mengapa berangkat ke
Hong Kong, dan impiannya untuk menjadi penulis. Bertahun berlalu, seminggu yang
lalu, saya menerima kiriman novel perdananya: Xie Xie Ni De Ai. Subhanallah,
seorang Buruh Migran Indonesia, yang tujuh tahun lalu bercita-cita menjadi
penulis, kini telah berhasil mewujudkan mimpinya. Terharu.
Xie Xie Ni De Ai, mengingatkan saya akan lagu Andy Lau
berjudul sama. Artinya, terima kasih atas cintamu. Kira-kira, isi novel ini pun
bernada sama. Ketika mulai membacanya, saya jadi terbawa ke dalam adegan film
F4 (versi Taiwan), Boys 2 Flowers (versi Korea). Disuguhi para pemain yang
cantik dan ganteng: Chelsy, Aanon, Daniel, Selina, dan Zee. Nama Hong Kong,
sebagaimana yang saya ketahui dari SMP, memang punya dua versi; versi Inggris
dan versi Mandari. Begitu juga nama-nama di dalam novel ini, disebutkan dua
versi. Tentu saja hanya pada pembukaan. Selanjutnya hanya disebut dengan
nama panggilan masing-masing.
Kelimanya bersahabat dan suka mengerjakan tugas kuliah
bersama-sama. Lalu, siapakah pemeran utama dalam novel ini? Bukan salah satu
dari kelimat orang itu, kok. Melainkan, Alenia Rahmawati, seorang Buruh Migran
asal Indonesia, yang bekerja di rumah Chelsy. Seakan mengambil sebagian
pengalaman hidup sang penulis, Alenia dikisahkan sebagai seorang BMI yang
berbusana muslimah rapi, suka menulis, dan tergabung di sebuah forum
kepenulisan di Hongkong. Tentu saja, sang penulis, Mell Shaliha, juga memiliki
background yang sama dengan Alenia; BMI yang suka menulis dan pernah tergabung
di Forum Lingkar Pena Hongkong :D
Ah, itu sudah biasa kok, jika penulis memasukkan sebagian
pengalaman hidupnya ke dalam novelnya. Saya juga begitu. Justru dengan begitu,
novelnya lebih hidup. Novel ini ditulis dengan bahasa yang ringan, mudah
dicerna, mengalir, dan lincah. Layaknya novel teenlit, yang mudah diterima oleh
para remaja. Meski demikian, novel ini tidak kehilangan kecerdasannya. Sehingga
agak mengejutkan bila mengingat novel ini ditulis oleh seorang BMI dan termasuk
novel perdana. Untuk sebuah novel perdana, novel ini cukup tebal.
Selain itu, kita bisa belajar bahasa Mandarin dan Jepang,
sedikit-sedikit, yang tersaji di dalamnya. Mulanya memang saya mengerutkan
kening. Katanya, si Ale ini tidak bisa bahasa Mandarin. Kalau berbicara dengan
majikannya menggunakan bahasa Inggris. Tapi kok banyak dialog Ale yang
menggunakan bahasa Mandarin cukup panjang? Ah, bisa saja sih Ale sedikit-sedikit
menguasai bahasa Mandarin, kan sudah lama juga di Hong Kong.
Intinya, novel ini bercerita tentang kisah cinta Ale dan
Aanon, salah satu sahabat Chelsy, yang sebenarnya Chelsy juga naksir Aanon.
Aanon jatuh cinta kepada Ale, ketika tak sengaja melihat Ale tanpa jilbabnya. Bak
novel teenlit lainnya, kisah bergulir tentang percintaan segiempat,
Ale-Chelsy-Aanon-Maki. Maki, seorang gadis Jepang yang menumpang tinggal di
rumah Chelsy, juga ikut-ikutan jatuh cinta kepada Aanon. Tentu saja Aanon
memilih Ale, tapi bagaimana mungkin?
Yang satunya hanya seorang Buruh Migran, yang pekerjaannya sama dengan pembantu
rumah tangga, yang satunya lagi pangeran tampan, sahabat majikannya. Ale pun tak serius menanggapi cinta Aanon,
karena perbedaan status dan agama. Jadi, bagaimana akhir kisah mereka? Baca
kelanjutannya di novel ini saja ya.
Membaca novel ini, kita bagai diajak mengunjungi Hong Kong, ke
beberapa tempat yang menjadi setting novel ini: pantai Hong Kong (lupa
namanya), pasar Wanchai, dll. Juga mempelajari beberapa kalimat dalam bahasa
Mandarin. Novel ini hanya sekilas
mengupas penderitaan BMI, tidak seperti beberapa novel yang ditulis BMI
lainnya. Sebab, ini novel percintaan Cinderella, tetapi si Cinderella tidak
berada di bawah tekanan si majikan. Malahan, Chelsy sebagai majikan, menganggap
Ale sebagai sahabat baik dan tempat curhatnya.
Pesan yang dapat ditangkap, bagaimana memperjuangkan cinta,
meski terhalang perbedaan status dan agama. Juga tetap berprestasi, meskipun
cita-cita terhalang tembok beton. Ale yang seorang BMI ini, dapat
menunjukkan bahwa dia aslinya cerdas
(jago berdebat dalam bahasa Inggris), serta jago main basket.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar