Judul: Asbabun Nuzul untuk Zaman
Kita
Penulis: Fathi Fawzi Abd
al-Mu’thi
Penerbit: Zaman
Tahun Terbit: Cetakan 1, 2011
Jumlah Halaman: 723
ISBN: 978-979-024-269-2
Al Quran adalah mukjizat Nabi
Muhammad Saw, seorang nabi yang buta huruf tetapi memiliki kitab yang di
dalamnya terdapat ayat-ayat berisi hukum, aturan, panduan, dan sejarah Islam.
Memahami ayat-ayat Al Quran tidak bisa sepotong-sepotong, sebab setiap ayat
memiliki sejarah turunnya ayat tersebut, yang disebut dengan Asbabun Nuzul.
Dengan Asbabun Nuzul, teks tak terputus dari konteksnya. Jadi, ketika membaca
ayat suci Al Quran, hendaknya kita membaca terjemahannya pula disertai buku
Asbabun Nuzul yang memuat sebab-sebab turunnya ayat tersebut.
Ada banyak buku Asbabun Nuzul,
klasik dan modern. Buku ini adalah salah satunya. Al Quran memuat sejarah Islam
dari mulai Nabi Adam sampai Nabi Muhammad, akan tetapi buku ini hanya
mengkhususkan pembahasan pada kehidupan Nabi Muhammad SAW dari awal kelahiran
Islam hingga kematian Rasulullah SAW, kurang lebih 23 tahun beliau hidup di
Mekkah dan Madinah. Salah satu cara untuk dapat mencintai Rasulullah SAW dan
agama yang dibawanya adalah dengan membaca sejarahnya. Buku ini tak hanya
memuat sebab-sebab turunnya sebuah ayat, melainkan juga sejarah Nabi Muhammad
SAW, meluruskan kesalahan-kesalahan dan penyimpangan yang disebarkan oleh para
orientalis untuk memojokkan muslim dan Rasulullah SAW.
Uniknya, Asbabun Nuzul ini
ditulis layaknya sebuah novel sejarah, dengan bahasa yang indah dan dialog
antara tokoh-tokohnya. Disusun bak buku kumpulan biografi keluarga dan sahabat
Rasulullah SAW yang mendukung perjuangan Islam. Ada sepuluh bab, sebagai
berikut: Al Quran Berbicara tentang Para Sahabat, Rasulullah Saw dan Ummul
Mukminun, Orang-orang yang menjadi lantaran bagi ketetapan syariat, Al Quran
dan para budak serta orang tertindas, Al Quran Berbicara tentang Kaum Yahudi,
Al Quran dan Kaum Kafir Quraisy, Musuh-musuh Rasulullah dan Kaum Muslim,
Pahlawan dari Luar Arab, Di antara Mukjizat Al Quran, dan Al Quran dan
Nabi-nabi Palsu.
Pada Bab Al Quran Berbicara tentang Para Sahabat, kita akan mengenal
sebagian sahabat Rasulullah Saw yang mendukung dan menyokong perjuangan dakwah
Islam. Ayat-ayat Al Quran pun berbicara
tentang mereka, salah satunya adalah Abu Lubabah ibn Abd Al Mundzir Ra, yang
menjadi penyebab turunnya ayat Al Quran, “wahai
orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan
mengkhianati amanat kalian sedangkan kalian mengetahui.” (al –Anfal: 27).
Dikisahkan bahwa Abu Lubabah
mendapat amanah dari Rasulullah Saw untuk menghadapi kaum Yahudi dan Bani
Quraizan yang membangkang, sedangkan ia berasal dari suku Aus yang memiliki
hubungan baik dengan Bani Quraizah. Dengan bimbang, Abu Lubabah mengkhianati
amanah Rasulullah Saw, sehingga turunlah ayat tersebut. Rasa bersalah yang
mengurungnya membuatnya menghukum diri sendiri dengan mengikat dirinya di tiang
masjid sampai Rasulullah Saw sendiri yang melepaskannya.
Ada pula kisah tentang Abdullah
Ibn Ummi Maktum, seorang buta yang menyebabkan turunnya surat ‘Abasa ayat 1-3,
yaitu ketika Rasulullah Saw mengabaikan Ummi Maktum yang ingin belajar Islam
darinya karena Ummi Maktum seorang yang buta. Allah Swt menegur Rasulullah Saw
melalui surat tersebut.
Pada Bab Al Quran dan Ummul Mukminun, kita akan mengenal beberapa istri
Rasulullah Saw yang kisahnya disebutkan di dalam Al Quran. Dari situ kita juga
memahami alasan Rasulullah menikahi mereka, yang ternyata semuanya itu adalah
perintah Allah Swt, bukan keinginan Rasulullah sendiri. Sebut saja Ramlah binti Abu Sufyan, janda
Ubaidillah yang murtad karena memeluk agama nasrani dan meninggal karena
kecanduan minuman keras. Ramlah yang sebatangkara bermimpi dirinya dipanggil “Ummul
Mukminun (ibunda orang beriman, panggilan untuk istri-istri Nabi)”, dan tak
lama datanglah pinangan dari Rasulullah Saw. Beliau juga yang menyebabkan
turunnya surat Al Mumtahanah ayat 6-7.
Lalu, ada Zainab binti Jahsy,
mantan istri Zaid bin Haritsah, anak angkat Nabi. Pernikahannya dengan
Rasulullah Saw disebut juga Pernikahan dari Langit, karena Allah Swt yang
menikahkan keduanya. Rasulullah Saw menikahkan Zainab—sepupunya—dengan Zaid—anak
angkatnya—untuk menghapus pengkotak-kotakan di dalam masyarakat. Bahwasanya
Zainab yang anak bangsawan boleh menikah dengan Zaid yang seorang budak, karena
Islam tak mengenal perbedaan status sosial. Zainab menolak menikah dengan Zaid,
tapi Rasulullah tetap menikahkannya. Akibatnya, pernikahan mereka tidak bahagia
dan mereka pun bercerai. Status janda yang disandang oleh Zainab membuat
Rasulullah merasa bersalah, karena beliau yang menikahkan Zainab dengan Zaid. Sampai
kemudian turunlah ayat Al Quran,
“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya
(menceraikannya), kami kawinkan kamu (Muhammad) dengan dia.” (Al Ahzab: 37).
Allah Swt yang menikahkan
Rasulullah Saw dengan Zainab, sehingga Rasulullah dapat menghapus keraguannya. Zainab
pun menerima pernikahan itu karena sesungguhnya ia sudah menyukai Rasulullah
sejak lama. Turunnya ayat itu juga sebagai aturan syariat bahwa seorang
laki-laki boleh menikahi mantan istri anak angkatnya. Dengan kata lain,
pernikahan Rasulullah Saw dengan istri-istrinya tidak dilandasi oleh hawa
nafsu, melainkan semata untuk menjalankan perintah Allah Swt yang mana perintah
itu kelak akan menjadi landasan syariat.
Jumlah halaman buku ini yang
mencapai 700 lebih, tak akan membuat kita lelah membacanya karena penulis
pandai merangkai kata-kata indah tapi
tetap bisa dicerna. Terkadang membuat kita terlempar pada masa kehidupan
Rasulullah Saw, membuat mata berkaca-kaca menyelami perjuangan dakwah Islam
pada masa beliau. Perjuangan para sahabat dan orang-orang saleh.
Pada Bab Al Quran Berbicara tentang Kaum Yahudi, kita akan mendapatkan kisah
tentang orang Yahudi yang masuk surga. Kaum Yahudi adalah kaum yang dilaknat
Allah Swt karena mereka suka membangkang, tidak taat, dan membunuh para nabi
yang diutus Allah. Sejak dahulu sampai sekarang, kaum Yahudi adalah musuh
Islam, mereka menyembunyikan kebenaran dari kitab Taurat. Sebab, sesungguhnya,
di dalam kitab Taurat telah disebutkan perihal kedatangan nabi terakhir, yaitu
Muhammad Saw. Kaum Yahudi menutupi kebenaran itu, sehingga turunlah ayat,
“Orang-orang yang kami beri Alkitab (Taurat, Injil, Zabur) kepada
mereka, mengetahuinya sebagaimana mereka mengetahui anak-anak mereka dan
sesungguhnya sekelompok mereka menyembunyikan kebenaran padahal mereka
mengetahui.” (al-Baqarah: 146).
Salah satu pendeta Yahudi yang
mengetahui keberanan itu adalah al Hashin ibn Salam, yang membaca Kitab Taurat
Perjalanan Kedua Pasal 3 dari Kitab Suci Perjanjian Lama, yang berbunyi, “Dan
Tuhan datang dari Sinai, terbit dan muncul di Sair, kemudian bercahaya di
Gunung Faran.”
Makna dari ayat itu adalah, bahwa
Tuhan memberikan risalah kepada Nabi Musa di bukit Sinai, kemudian mengutus
Nabi Isa di tanah Sair (dekat Baitul Muqaddas, Palestina), lalu akan muncul
nabi yang baru di tanah Faran (sebutan untuk Mekkah). Al Hashin menantikan
kedatangan nabi yang baru yang akan datang dari Mekkah, sampai kemudian
dia mendapatkan kabar tentang Nabi
Muhammad yang datang dari Mekkah. Tanpa ragu lagi, al Hashin pun memeluk Islam
dan namanya menjadi Abdullah ibn Salam. Al Hashin menyembunyik keislamannya
karena orang-orang Yahudi tidak mau menerima kebenaran itu, sehingga turunlah
ayat di atas, bahwasanya sebagian orang-orang Nasrani dan Yahudi telah
mengetahui kebenaran akan datangnya nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad dari
Mekkah, tapi mereka mendustai kebenaran itu. Al Hashin menjadi seorang Yahudi
yang masuk surga karena menerima kebenaran tersebut.
Masya Allah! Sungguh luar biasa
sejarah Nabi Muhammad Saw yang dipaparkan dalam buku ini. walaupun ada satu
kejanggalan pada kisah tentang Khaulah bint Tsa’labah, wanita yang menggugat
Rasulullah Saw. Dikisahkan di halaman 369, bahwa Aus, suami Khaulah menyebut
istrinya mirip dengan punggung ibunya, sehingga mereka tidak boleh berhubungan
suami istri. Suami dilarang menyamakan istrinya dengan ibunya. Khaulah pun
meminta keringanan dari Rasulullah Saw. Rasul menyuruh Aus untuk bertobat yang
disebutkan dalam surat Al Mujadilah: 2-4, yaitu: membebaskan budak atau
berpuasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 orang miskin.
“Karena belum berpakaian lengkap, Khaulah menuju rumah salah satu budaknya…”
(halaman 369).
“Khaulah berkata: “Wahai Rasulullah, kaffarah itu sulit kami tunaikan. Kami
tidak punya pembantu atau budak. Karena itu, aku sendiri yang mengurus rumah.”
(halaman 373)
Khaulah tidak mampu membebaskan
budak karena tidak punya budak, tapi di halaman sebelumnya disebutkan bahwa
Khaulah menuju ke rumah salah satu budaknya untuk meminjam pakaian. Jadi, yang
benar yang mana? Wallahu’alam. Saya harus mencari referensi lain untuk mencari
kebenarannya.
Tentunya, tidak semua ayat Al
Quran diceritakan sebab-sebab turunnya di dalam buku ini. Bisa jadi akan ada jilid II, III, dan seterusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar