Judul: Rainbow and Ocean
Genre: Metropop
Penulis: Ruth Priscilia Angelina
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Juli, 2012
Jumlah Halaman: 208
ISBN: 978-979-22-8700-4
Kukira ceritaku sudah dimulai sejak lama dan aku tinggal menunggu
akhirnya. Aku tak pernah berpikir bahwa dia bukan inti dari cerita. Dia mungkin
hanya serpihan kertas yang pernah hadir pada awal sebuah buku. Sampai jumpa di
kehidupan selanjutnya, Neo. Mungkin aku akan jatuh cinta padamu sekali lagi,
tapi tidak dalam kehidupan yang ini. Tidak untuk yang kedua kali.
Clara Radella Keona
Novel ini mengingatkan saya pada
novel Ai, karya Winna Effendi. Kisah cintanya, romantismenya, dramatisasinya,
mau tidak mau mengingatkan saya pada kesan setelah membaca Ai. Clara dan Neo
sudah lama bersahabat, dan Clara menyimpan perasaannya kepada Neo. Sayang, Neo
terlihat tak peduli dan malah menjalin hubungan dengan gadis lain. Clara pun
berusaha mengubur perasaan cintanya kepada Neo setelah mendapatkan beasiswa
kuliah S2 di Korea. Di sana, Clara bertemu dengan cowok lain, seorang aktor
terkenal bernama Kim Donggung (rasanya memang ada aktor Korea yang memiliki nama ini). Mereka sudah pernah bertemu dalam
sebuah liburan saat Clara berkunjung ke rumah om dan tantenya di Swiss. Cinta
Clara ke Neo pun teralihkan ke Donggun, hanya karena cowok itu superganteng. Sebab,
belum ada pembicaraan panjang lebar antara Clara dan Donggun, tapi Clara sudah
jatuh cinta, mengalahkan cintanya kepada Neo.
Clara pernah sangat mencintai Neo
dan menjadi sangat tersiksa memikirkannya. Ia memiliki blog yang berisi
surat-surat cintanya kepada Neo. Neo diibaratkan sebagai laut, sedangkan Clara
sebagai batu karang yang mencintai laut tapi tak berbalas. Jika Clara sangat
mencintai Neo, tentu mengherankan bila kemudian Clara begitu mudahnya jatuh
cinta kepada Donggun hanya karena cowok itu ganteng banget. Tak disangka,
Donggun pun mengingatnya sebagai gadis yang pernah ditemuinya saat di Swiss.
Hubungan Clara dan Donggun menjadi dekat, bahkan tak lama keduanya pun pacaran.
Kisah cinta mereka terasa begitu mudah. Seorang gadis biasa, kejatuhan cinta
seorang aktor Korea terkenal. Well,
ini memang mimpi semua gadis Indonesia yang menggemari aktor-aktor Korea.
Penulis berhasil mewujudkan mimpi tersebut. Bacalah, di dalam novel ini,
seorang gadis Indonesia biasa dapat menjalin hubungan cinta dengan seorang
aktor Korea yang superganteng. Tak cukup sampai di situ, cinta Donggun kepada
Clara pun sangaaaat dalaaam.
Donggun sangat memperhatikan
Clara dan menjadi cemburu buta sejak kedatangan Neo. Neo, secara tiba-tiba,
juga datang ke Korea dan menjadi seorang fotografer. Neo menyesal karena
terlambat menyatakan cintanya kepada Clara dan berusaha keras merebut Clara
dari Donggun. Cinta segitiga inilah yang dikelola oleh penulis untuk berusaha
menguras airmata pembaca dengan akhir kisah yang tragis. Saya dibuat gemas oleh
sikap Neo yang berusa merebut Clara dari Donggun, padahal dulu dia mengabaikan
Donggun. Clara berada dalam kegamangan. Siapakah yang harus dipilihnya? Neo
atau Donggun? Atau, dia malah tidak mendapatkan keduanya?
Walau ceritanya klise, penulis
berhasil membuat saya terkesan dengan dramatisasi ending yang mengenaskan.
Novel ini cukup memenuhi keinginan pembaca yang menyukai novel-novel romantis
yang manis, lembut, dan superdrama. Di bawah label Metropop, menurut saya,
novel ini lebih terkesan remaja (teenlit). Saya tidak bisa merasakan jika
tokoh-tokohnya itu sudah berusia di atas 22 tahun. Membaca novel ini seperti
sedang menonton drama Korea, dengan gaya, sikap, dan cara bertutur
tokoh-tokohnya yang mirip dengan tokoh-tokoh di drama Korea. Untungnya, penulis
tidak banyak menyisipkan kata dalam bahasa Korea, karena saya bisa jadi malas
membaca bila harus sering-sering melihat catatan kaki. Bagi para pecinta drama
Korea, kamu pasti akan suka membaca novel ini.
Sayangnya, seperti ada yang hilang dalam novel ini. Hubungan Clara dan Neo (yang membuat Clara jatuh cinta setengah mati kepada Neo) tidak nampak. Di awal, saya bahkan mengira Clara hanya penggemar berat Neo dan hubungan mereka tidak dekat. Di pertengahan, baru deh penulis menyebutkan bahwa Clara dan Neo bersahabat. Oh, saya pikir sahabat Clara itu hanya Diana. Apa yang membuat Clara jatuh cinta kepada Neo sampai setengah mati? Tidak jelas, selain hanya Neo itu tampan. Ya, cara Clara mencintai cowok-cowoknya (Neo dan Donggun) seolah hanya karena fisik cowok-cowok itu yang tampan. Cinta seperti itu lebih melekat pada gadis remaja yang baru mulai puber, sedangkan Clara ini usianya sudah di atas 22 tahun. Tokoh-tokoh di dalam novel ini memang tidak terlihat dewasa, meskipun usia mereka sudah dewasa. Donggun bahkan sudah 27 tahun. Itu kenapa saya bilang gaya cerita novel ini lebih dekat ke teenlit.
Sebagai cerita pengantar tidur, bolehlah novel ini dibaca karena ringan, manis, dan menyentuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar