Sabtu, 28 Februari 2015

Letters to Karel: Surat-surat Inspiratif Seorang Ayah untuk Anaknya


www.vitobuku.blogspot.com
Judul: Letters to Karel, Kumpulan Surat Inspiratif Seorang Ayah untuk Anaknya
Penulis: Nazrul Anwar
Penerbit: Adnara, Self Publishing
Tahun Terbit: Cetakan Kedua, Oktober 2014
Jumlah Halaman: 235 Halaman

Kamis, 17 Oktober 2013. Seorang bayi bernama Karel Sulthan Adnara terlahir ke dunia. Sesaat kemudian, bayi tersebut menjadi piatu karena ibunya meninggal akibat pendarahan pasca melahirkan. Buku Letters to Karel ini adalah kumpulan surat-surat yang ditulis oleh ayah dari anak tersebut untuk mengenalkan sosok ibu (Ummi Ratna) yang melahirkan anaknya, juga perjuangannya membesarkan bayi tanpa sosok seorang ibu.


Buku ini sejenis Personal Literatur, yang ditulis dalam bentuk surat dari seorang ayah (penulis) kepada anaknya (Karel) yang berusia satu tahun. Tiga puluh menit setelah Karel dilahirkan, ibunya meninggal dunia karena pendarahan. Sesuatu yang membuat saya merasa nyeri, sebagai seorang ibu yang juga pernah melahirkan. Meninggal saat melahirkan insya Allah imbalannya surga, tapi tetap saja menyisakan kepedihan teramat sangat, terutama bagi bayi yang ditinggalkan. Bagaimana kelangsungan hidup bayi itu tanpa seorang ibu? Bagaimana pemenuhan ASI-nya? Syukurlah, Karel memiliki seorang ayah yang tabah dan berjuang sekuat tenaga, bahkan berjuang memberikan ASI Eksklusif kepada Karel, sekalipun itu melalui donor ASI. Luar biasa.

Sementara itu, saya melihat masih banyak ibu yang tidak sekuat tenaga memberikan ASI kepada bayinya, meskipun mampu. Sedangkan ini, seorang bayi yang sudah tidak punya ibu, berhasil diberikan ASI Eksklusif oleh ayahnya, ditunjukkan dengan sebuah sertifikat lulus ASI Eksklusif dari AIMI-ASI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia). Padahal, si ayah juga berjuang mengatasi rasa kehilangannya. Kehilangan seorang istri yang baru dinikahinya selama setahun. Istri yang dinikahi dengan penuh perjuangan karena proses pernikahan mereka sempat dilanda aral melintang.

Surat-surat sang ayah kepada Karel dipenuhi nasihat-nasihat berharga, sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan oleh almarhum Ummi. Beberapa nasihatnya menyentak hati saya, menjadi pengingat untuk memperbaiki diri sendiri yang masih banyak kekhilafan.

Ummi orang yang selalu mendahulukan kewajiban daripada haknya. Bahkan ketika haknya tidak diberikan, padahal dia sudah melakukan kewajibannya dengan baik, dia tetap tidak ambil pusing. Dengan entengnya dia bilang, “kalau sudah rezeki enggak akan ke mana, kok. Yang paling penting kan Ummi enggak zalim sama orang lain. Ummi tetap menjalankan kewajiban Ummi.” (halaman 26)

Karel, kamu ingin tahu bagaimana caranya mencintai sesuatu atau seseorang dengan benar? Agar kamu tidak terlalu sakit saat kehilangan? Kamu hanya harus mencintai sesuatu atau seseorang itu karena Allah, Sayang. (halaman 66)

Menjadikan keterbatasan atas apa yang dialaminyanya (katakanlah kekurangan asih sayang) sebagai pembenaran untuk menyerah, mengeluh, atau melakukan hal negative seperti kebanyakan anak yang kekurangan kasih sayang. Tapi Ummi tidak memilihnya, Sholeh. Walaupun itu mudah. Ummi memilih untuk tetap berjuang, dengan segala keterbatasan yang ada, dengan segala kesempatan yang dimiliki. (halaman 142)

Berkaitan dengan donor ASI, Karel mendapatkan ASI dari 13 orang pendonor, jumlah yang cukup banyak dan menjadi perbincangan negatif. Sebagaimana kita ketahui, dalam Islam, anak-anak sepersusuan tidak boleh menikah. Jadi, banyak orang berpikiran, jika Karel mendapatkan banyak donor ASI, kelak dia memiliki banyak saudara sepersusuan dan akan kesulitan mencari jodoh. Akan tetapi, ayah Karel mengikuti fatwa Yusuf Qardhawi bahwa selama ASI tidak diberikan langsung dari payudara ibu susu, maka hukum saudara sepersusuan itu tidak berlaku. Kalaupun kelak Karel berbeda pandangan dengan sang ayah, ayahnya sudah menulis semua nama donor ASI tersebut agar kelak Karel tidak menikah dengan saudara sepersusuan.

Luar biasa perjuangan sang ayah dalam mencari donor ASI untuk putranya. Sang ayah rela menempuh perjalanan jauh, bahkan motornya sampai mogok di jalan, demi menjemput ASI dari pendonor. Saya jadi membandingkan dengan ibu-ibu yang enggan menyusui bayinya dengan alasan: takut payudaranya rusak, ASI tidak keluar, capai karena kerja seharian, bayi tidak mau menyusu, dan sebagainya, yang sebenarnya itu bisa diusahakan bila yakin dan semangat (karena saya juga sudah mengalaminya). Hanya ada satu yang menjadi ganjalan bagi saya, yaitu alasan ayah Karel yang tidak mau mencari ibu susu professional:

Ada juga yang menyarankan agar abi mencari ibu susuan professional yang bisa memenuhi kebutuhan susu kamu, kemudian ibu itu dibayar karena sudah memberikan ASI-nya untuk kamu dan sudah mengurus kamu. Tidak, Karel. Kamu harus dan akan dibesarkan dengan setulusnya kasih sayang, bukan dengan membeli jasa orang lain untuk menyayangi kamu (halaman 47).

Tentang keinginan penulis yang tidak mau membayar ibu susu, terserah. Tapi, tak perlu dikaitkan dengan ketulusan dan kasih sayang ibu ASI, karena Rasulullah Saw pun disusui oleh Halimah dengan meminta bayaran. Walaupun kemudian Halimah rela menyusui Rasulullah tanpa dibayar (setelah Aminah mengatakan ketidakmampuannya membayar), tetap saja Halimah adalah seorang ibu susu professional yang sengaja mencari tambahan nafkah dengan menjadi ibu susu. Jadi, kalau memang ada profesi ibu susu, mengapa tidak?  

Buku ini ditulis untuk mengenang kepergian Ummi dan mengenalkan sosok Ummi kepada Karel. Tapi, yang lebih penting dari itu, buku ini adalah terapi bagi penulisnya yang kehilangan istri tercinta. Dengan menulis catatan-catatan di dalam buku ini, penulis dapat bangkit dari keterpurukan dan bersemangat membesarkan Karel sesuai amanat almarhumah Ummi. Nilai-nilai islami yang ditanamkan Abi dan Ummi sejak Karel masih dalam kandungan, sungguh menginspirasi.

Buku ini saya dapatkan di www.vitobuku.blogspot.com.


5 komentar:

  1. kalau saya tidak salah, tulisan2 ayah Karel ini ditulis di blog duluan baru kemudian dibukukan.
    Btw, luar biasa sekali Ayah Karel ini ya mbak, terutama soal tanggapan agama tentang donor ASI. yang bikin salut, dia udah memikirkan seandainya Karel berbeda pendapat dengannya kelak. Luar biasa dia memikirkan kemungkinan-kemungkinan ke depan.

    BalasHapus
  2. Sangat bermanfaat sekali gan blog dan artikelnya...

    BalasHapus
  3. Keren...banget...inspiratif pulak...

    BalasHapus
  4. hiks terharuuu...semoga karel sehat selalu dan jadi anak sholeh, aamiin..iya, zaman Rasulullah memang ibu susu dibayar ya ela..pernah baca..

    BalasHapus
  5. Ayah yang mengajarkan "siapa aku".

    salam

    BalasHapus