Judul: Unfriend You, Masihkah Kau
Temanku?
Penulis: Dyah Rinni
Penerbit: Gagas Media
Tahun Terbit: Cetakan Pertama,
2013
Halaman: 286
Ukuran Buku: 13x19 cm
ISBN: 979-780-648-0
Blurb:
Aku adalah noda untuk dosa yang tak kulakukan. Aku mencoba bertahan,
berusaha mengerti, mungkin ada bagian dari dirimu yang tak bisa kuraih. Namun,
yang tak kunjung kupahami, mengapa ada persahabatan yang menyakiti?
Prolog:
Apakah ini neraka? Apakah ini adalah lubang bumi yang paling dalam dan
tak ada jalan keluar? Dalam remang cahaya, Katrissa menatap pintu bilik toilet,
satu-satunya hal yang melindunginya dari bahaya yang mengancam saat ini. Pintu
bergambar smiley tersenyum itu bergoncang-goncang hebat. Mereka masih berteriak
memanggil namanya berkali-kali, mengancamnya, memaksanya untuk segera keluar.
“Katrissa! Keluar lo, Kucing Buduk! Lo pikir bisa selamat sembunyi di
situ?” (halaman 3)
Novel teenlit dengan tema
persahabatan ini langsung memikat saya sejak bagian prolog. Rasa penasaran
dikemas oleh penulisnya agar pembaca tidak segera meletakkan bukunya dari
halaman ketiga (berhubung halaman pertama dan kedua itu isinya data buku :D). Berhubung
di bagian belakang bukunya tidak disebutkan sinopsisnya, maka berikut ini adalah
sinopsis dari saya.
Katrissa, siswi baru di Eglantine
High School, mulanya masuk ke kalangan itik, sebutan untuk siswa yang tidak popular
dan jelek. Penampilannya tahun lalu tergolong itik nerdy: berkacamata dan nyaris tidak punya teman. Karena satu dan
lain hal, dia bertemu dengan angsa yang menaikkan derajatnya menjadi angsa.
Gadis itu adalah gadis paling popular di sekolah mereka: Aura Amanda. Selain
Aura, ada juga Milani Atmaja, indo Inggris. Wajahnya sebenarnya juga cantik,
hanya saja tubuhnya gemuk. Jika Milani bisa masuk ke kalangan angsa, itu karena
gadis itu keturunan anak orang kaya. Jadi, Katrissa, Aura, dan Milani bergabung
dalam satu geng Angsa yang berkuasa.
Kemudian, datanglah siswi baru
bernama Priska, seorang gadis yang cantik dan agresif. Dia begitu gencar
mendekati Aura agar bisa bergabung ke dalam gengnya, membuat Katrissa khawatir.
Dengan sikapnya yang pendiam, Katrissa takut posisinya digantikan oleh Priska. Masalah
mulai muncul ketika Katrissa mengetahui bahwa Priska menyukai Jonas (pacar
Aura) dan foto Priska dalam sebuah situs online
shopping yang memakai mereka menjadi modelnya, menjadi foto yang terbaik,
lebih baik daripada foto Aura. Aura mulai melancarkan bullying kepada Priska, sampai Priska nyaris melakukan tindakan
bunuh diri saking depresinya.
Apa yang harus dilakukan Katrissa
untuk menyelamatkan Priska dari tindakan bullying
Aura? Haruskah dia bekerjasama dengan Langit, seorang itik geeky yang pernah menjadi penyelamatnya, dalam kampanye anti bullying? Mampukah Katrissa membohongi
hati nuraninya untuk tetap bergabung dan bersekongkol dalam tindakan bullying yang dilakukan oleh Aura?
Sanggupkah Katrissa mengorbankan persahabatannya demi keselamatan Priska?
Novel ini ingin bercerita tentang
bullying, kekerasan yang terjadi di
kalangan remaja. Ingatan kita seakan terlempar pada kasus-kasus bullying di sekolah-sekolah, terutama
dalam acara Masa Orientasi (MOS) atau OSPEK. Tak jarang, kekerasan itu
mengambil nyawa para remaja kita. Penulis menciptakan kasus bullying yang terjadi di sebuah SMA popular
di Jakarta, Eglantine High School (mungkin ini sekolah internasional ya, karena
namanya berbau asing). Para siswa di sekolah ini memecah menjadi dua bagian:
Angsa dan Itik. Siswa yang termasuk ke dalam kelompok Angsa adalah siswa yang
cantik atau tampan, kaya, dan terkenal, dan sebaliknya dengan siswa yang masuk
ke kelompok Itik.
Di awal kelihatannya ceritanya
mirip dengan adegan sinetron, “Bawang Merah, Bawang Putih” dan semacamnya di
mana ada tokoh antagonis yang sangat jahat, dan tokoh protagonis yang sangat
baik. Lalu, terjadi “kekejaman-kekejaman” dari siswa Angsa kepada siswa Itik. Bahkan,
ada juga adegan penguasaan wilayah-wilayah tertentu (salah satunya, kantin),
oleh kelompok Angsa. Akan tetapi, tidak demikian dengan Katrissa. Gadis itu
bisa jadi Bawang Putih, tetapi dia bergabung dengan kelompok Bawang Merah. Ya,
Katrissa yang semula adalah seorang Itik, diajak bergabung oleh Aura ke dalam
gengnya, sehingga otomatis dia menjadi Angsa. Sayangnya, Aura bukan orang yang
mudah berkompromi terhadap kesalahan dan kekurangan orang lain. Bila ada orang
lain yang lebih baik dari Katrissa, Aura bisa saja menendang Katrissa lagi. Itulah
yang membuat Katrissa begitu defensif terhadap kehadiran Priska.
Begitu menariknya novel ini
membuat saya tidak bisa berhenti untuk membacanya. Ada banyak tabir rahasia
yang disembunyikan oleh penulisnya, dan baru kita dapati menjelang ending. Intinya, ada banyak penyebab
mengapa seseorang menjadi begitu agresif, bahkan melakukan tindakan bullying. Yang pasti, perilaku bullying itu tidak terjadi dengan
sendirinya. Dengan kata lain, bukan hanya para remaja yang harus membaca novel
ini, orang tua pun harus membacanya. Dyah Rinni menyampaikan pesan moral yang
bagus di dalam novel ini. Karakter setiap tokohnya terbangun dengan maksimal.
Aura yang angsa lembut dan seakan-akan baik hati, tetapi menyimpan kebengisan.
Katrisa yang pendiam dan plin plan, tetapi menyimpan obsesi tersendiri. Priska
yang agresif dan menyimpan potensi menjadi pengkhianat, serta Milani yang selebor
dan cenderung “bodoh.”
Sayangnya, taburan kalimat umpatan
dan makian membuat saya jengah (walaupun kenyataannya remaja kita banyak yang
terbiasa mengucapkan kata-kata itu). Ada kalanya kita bertanya-tanya, mengapa
para guru seperti tak melihat fenomena bullying
yang ada di sekolah mereka? Mengapa orang tua tak menyadari bahwa anaknya
terkena bullying? Tetapi, penulis
memberikan alasannya dengan masuk akal, sehingga semua pertanyaan terjawab
dengan jelas.
“Kata-kata bisa menyakitkan. Kata-kata
bisa menghancurkan sahabat kita. Gosip, ejekan, panggilan nama jelek,
pengucilan bisa mengirimkan sahabatmu ke palung derita yang paling dalam. Kita tidak
pernah menyadarinya. Dan saat sadar, kita telah kehilangan sahabat kita dan
berteman dengan penyesalan.” (halaman 265)
di dunia remaja memang ada bullying sejak dulu. kalo aku sendiri dulu pernah kena juga, sampe takut buat sekolah. apapun yang terjadi selama di sekolah, baiknya remaja mau terbuka sama guru dan ortunya, biar tetap terawasi kalo ada apa-apa yang mengkhawatirkan ya, bun
BalasHapusIya, Ila, aku juga pernah kena bullying. Menyeramkan yaa..
HapusSaya juga termasuk korban bullying dulu di sekolah. Tapi nggak terlalu dramatis sih. Masih banyak teman2 yang baik daripada yang ngebully. Mbaak... Jadi ngiler ama novel ini. Duuu... Ini IRC bisa bikin kantong bengkak... Jadi banyak buku yang ditaksir :(
BalasHapusHiks, serem yaaa.... ayo beli bukunya, Yan :D
HapusBelum kelar baca ini, rada sulit baca kisah anak sekolahan, kurang cepet kliknya, hehe
BalasHapusHehehe... udah emak2 jadi sukanya baca yg emak2 ya, mba
HapusUdah lama nggak baca novel teenlit, lebih seneng novel romance domestik. Tapi yang ini seru yah Mbak, tentang bullying yang memang terjadi di sekolah-sekolah. Nice resensi :)
BalasHapusIni juga sama, emak2 *_*
Hapusnice resensi mba ela ^_^
BalasHapusMakasih, mba Sarah :D
Hapus