Judul: A Cup of Tea for
Single Mom
Penulis: Lygia Nostalina,
Triani Retno, dkk
Penerbit: Stiletto Book
Tahun Terbit: Cetakan 1,
April 2011
ISBN: 978-602-96026-16
Siapa sih
wanita yang mau jadi single mom, atau
bahasa “kampungnya” = JANDA? Tidak ada seorang wanita pun yang ingin menikah,
punya anak, tapi harus mengasuh anak-anaknya sendirian. Tentunya kita berharap
lelaki yang menikahi kita itu tetap selamanya bersama kita. Namun, ujian hidup
datang dengan caranya masing-masing, salah satunya adalah dengan mengambil
pasangan kita, baik itu melalui kematian maupun perceraian. Seorang wanita yang
dianggap lemah, harus mengasuh anak-anaknya sendirian, menjadi single mom. Seorang wanita yang sebagian
besar mengandalkan suaminya dalam mencari nafkah, tiba-tiba harus mencari
nafkah sendiri, di sisi lain juga harus mengasuh anak-anaknya. Mampukah?
Keempat
belas single mom di dalam buku ini
telah membuktikannya. Mereka berbagi kisah mengenai latar belakang menjadi single mom, serta bagaimana cara
untuk bertahan. Cerita dibuka oleh Lygia Nostalina tentang pengalaman buruknya
menyandang status janda: hampir diperkosa oleh seorang pria beristri! Itu bukan
satu-satunya pengalaman yang tidak enak. Dia harus bekerja keras mencari nafkah
untuk kedua anaknya, tapi juga sangat merindukan saat-saat mendekap anak-anak
yang semakin langka sejak waktunya banyak terbuang di tempat kerja. Saya
diperlihatkan oleh Lygia betapa betapa beratnya menyandang status janda.
Siswiyantisugi bercerita tentang
putrinya, Lintang, yang begitu merindukan ayahnya. Sejak bercerai, ayah Lintang
hanya datang sebulan sekali. Setiap kali ayahnya pergi, Lintang akan menangis
dan rewel. Ada saat penulis menyesali perceraiannya dan ingin kembali jika
mengingat efek negatifnya terhadap Lintang, tetapi mantan suaminya menolak. Saya
belajar memahami betapa perceraian akan berdampak buruk terhadap anak-anak,
karena itu orang tua harus memikirkan benar-benar bila ingin bercerai. Ketika
menikah, suami istri harus menekan egoismenya. Saling mengalah bukan untuk
kalah, tetapi untuk memperkokoh bangunan pernikahan itu sendiri. Bila tetap
ingin bercerai, harus siap dengan risiko menyandang status single mom, apalagi kalau sudah ada anak-anak.
Hal
senada rupanya juga dialami oleh Aisya, putri dari Kiandra Aesya. Perubahan drastis dialami oleh Aisya setelah mamanya
bercerai dengan papanya. Dari semula hidup berkecukupan menjadi pas-pasan,
karena mereka harus pergi dari rumah papanya yang mewah. Kelihatannya Aisya
baik-baik saja, meski kerap menangis dalam tidurnya. Aisya kecil diam saja, tak
menunjukkan kekecewaannya kepada mamanya. Tetapi setelah remaja, barulah
terlihat pemberontakannya. Nilai-nilainya turun drastis dan suka bergaul dengan
anak-anak nakal. Emosi saya dibuat menaik membaca cerita ini. Bahwasanya setelah
menjadi single mom, seorang ibu menjadi
lebih fokus pada tuntutan mencari nafkah dan kerap lupa terhadap anaknya. Anak-anak
dipaksa untuk menerima perceraian orang tuanya, serta kehilangan perhatian yang penuh, baik dari ibu maupun ayah.
Selain
ada anak-anak yang kecewa terhadap perceraian orang tuanya, di buku ini juga
ada cerita anak-anak yang mengagumi keperkasaan ibundanya. Dalam kesendirian,
mampu membesarkan anak-anaknya, sebagaimana cerita R. Yulia tentang ibunya.
“Sampai kapan aku selalu memberikan
penghormatan tertinggi kepada ibu-ibu yang tegar mengarungi hidup dan
membesarkan anak-anaknya seorang diri. Bagiku, mereka adalah
perempuan-perempuan tangguh, tak pernah menyerah menghadapi gelombang cobaan
dan rintangan yang senantiasa mengadang perjalanan mereka. Salut!” (halaman 71)
Haya Aliya Zaki menceritakan kisah
seorang anak, Najwa, yang ibunya mengalami gangguan jiwa schizophrenia karena
babanya. Perilaku ibunya seperti orang gila, sering mengamuk, berbicara
sendiri, menangis, dan meraung-raung. Dengan sabar, Najwa mendampingi mamanya
dan ikhlas menerima kondisi mamanya meskipun keadaan itu membuatnya sulit
mendapatkan jodoh.
Dan
tentu saja masih banyak kisah inspiratif lain yang tersaji di dalam buku ini.
Saya mendapatkan banyak pelajaran penting usai membacanya:
- Menyandang status single mom adalah pekerjaan berat. Ada kalanya terjadi karena kesalahan sendiri, tetapi lebih banyak karena takdir: suami meninggal dunia, suami selingkuh, suami berpoligami, dan sebagainya. Perceraian menjadi sesuatu yang sulit dihindari, meskipun sangat berat untuk dijalani.
- Ketika orang tua bercerai, tak hanya pasangan suami istri itu yang kehilangan. Anak-anak akan lebih merasakan kehilangan dan traumatis. Yang tadinya bisa melihat orang tuanya bersama, kini hanya sesekali saja. Kebanyakan anak akan tinggal bersama ibunya, dan itu berarti mereka kehilangan sosok ayah. Apabila perceraian itu terjadi karena perseteruan orang tua, maka orang tua harus mempersiapkan anak-anaknya dengan baik agar dapat menerima perceraian orang tuanya. Harus diusahakan agar anak-anak tidak kehilangan kasih sayang orang tuanya meskipun sudah bercerai.
- Seorang single mom berarti harus mencari nafkah sendiri, tetapi jangan sampai mengabaikan perhatian kepada anak-anak. Sesibuk apa pun harus tetap memperhatikan anak-anaknya, setidaknya melalui telepon dan sms.
- Uniknya, di dalam masyarakat kita, status janda itu berkonotasi buruk. Sedangkan lelaki yang menduda tidak divonis apa-apa. Maka sudah seharusnya kita hilangkan stigma buruk terhadap para single mom, karena sudah terlalu berat beban yang mereka sandang bila ditambah lagi dengan cemoohan orang-orang.
- Setidaknya membaca buku ini membuat saya bersyukur masih memiliki suami yang baik dan bertanggungjawab, serta berdoa semoga Allah menjaga pasangan hidup saya dari segala apa pun dan bisa membesarkan anak-anak bersama-sama.
aku juga suka kalau review non fiksi mba, segala kekurangan dalam penulisan gak bisa diganggu gugat karena memang demikian kenyataannya. dan kita bisa fokus memetik hikmah dari buku tersebut. kalau fiksi pastilah ada pertentangan plus minus dari khayalan si penulis tersebut dengan imaji pembaca karyanya:)
BalasHapussedih2 ya ceritanya mbak... dulu saya ikut audisi ini tp tp tak bs lanjut krn kudu scan surat pernyataan pake TTD... jauuh tempatnya.. ga jadi kirim hehehe..
BalasHapusmemag masyarakat kita banyak yg tidak siap jd single moms krn soal budaya juga sih, hikmah yg diambil smoga mbuat kita semaki bsyukur
BalasHapussingle mom pastinya berat ya, bun. apalagi jika belum siap secara mental maupun finansial.
BalasHapus