Judul: Teatrikal Hati
Penulis: Rantau Anggun
dan Binta Al Mamba
Penerbit: Quanta
Tahun Terbit: 2013
Jumlah Halaman: 362
ISBN: 978-602-022-6279
Alhamdulillah
akhirnya saya bisa menyelesaikan membaca novel tebal ini yang sudah beberapa
bulan lalu dikirimkan oleh penulisnya langsung kepada saya, cihuuuiii…. Ini
novel perdana (yang berhasil diterbitkan) karya Rantau Anggun dan Binta Al
Mamba.
Sebenarnya
saya kebagian membaca naskahnya sebelum dikasih ke penerbit, tapi saya harus
jujur mengakui bahwa saya hanya baca beberapa bab pertama saja. Begitulah,
kalau disuruh ngasih kritikan, biasanya saya cuma minta beberapa bab di awal
dan akhir. Lah wong baca naskah versi cetak saja saya mesti butuh waktu lama,
apalagi baca versi digital. Bisa panas duduk di depan komputer terus (karena
waktu itu belum ada laptop). Udah gitu, penulisnya juga minta buru-buru,
ehehehe…. Konon kata penulisnya, masukan saya untuk bab awal itu benar-benar
diterapkan.
Well, saya gak mau sok tau di review ini
ya. Saya juga masih harus banyak belajar. Jadi, Teatrikal Hati itu tentang apa
sih? Kalau mengikuti taglinenya sih tentang perempuan antara cinta, obsesi, mimpi,
dedikasi, dan lika-liku perjalanan nurani. Intinya, tentang perempuan. Memang, novel ini menceritakan
tentang kehidupan empat perempuan lintas generasi: Setyani (nenek), Linda
(ibu), Gwen (tante), dan Zahra (anak). Sudut pandang penulisan menggunakan
orang pertama, alias AKU. Jadi, semua tokohnya bermonolog, menceritakan tentang
diri dan kehidupannya.
Setyani, seorang wanita yang dijodohkan
secara paksa oleh Harjun Notodiningrat. Harjun pun sebenarnya tidak rela
menikah dengan Setyani, sehingga pada kehidupan pernikahannya, melakukan banyak
kezaliman terhadap anak dan istrinya, seperti memukul (bahkan memukul Gwen yang
masih kanak-kanak), dan berselingkuh. Setyani bersikap layaknya istri yang
sabar dan menerima semua perlakuan suaminya. Padahal, Setyani ini anak seorang
Kyai.
Linda, anak Setyani yang lembut dan
penyabar, akhirnya juga dijodohkan paksa oleh Bagas, seorang dokter. Bagas
tidak romantis dan sibuk, sehingga membuat Linda kesepian. Apalagi mereka tidak
juga dikaruniai anak setelah sepuluh tahun menikah.
Gwen, adik Setyani, adalah korban
kekerasan Harjun. Dia pun menjadi gadis yang keras, pembangkang, dan merasa
hampir gila. Dia sering bermimpi tentang seorang lelaki yang menemaninya
bermain di waktu kecil. Dia menolak pernikahan karena membenci laki-laki akibat
trauma terhadap bapaknya.
Zahra adalah anak Linda (akhirnya Linda
punya anak), yang bekerja sebagai artis, kemudian beralih menjadi sutradara
film. Dia akan memfilmkan novel Linda yang berdasarkan kisah nyata dan
bersetting di Wonosalam, desa penghasil durian.
“Novel ini seperti kepingan-kepingan puzzle.
Pelan-pelan menyatu, lalu menjadi utuh. Duet yang manis.” (Shabrina Ws, Penulis Novel).
Novel
ini memang seperti kepingan-kepingan puzzle di mana semua tokoh menceritakan
kehidupannya masing-masing secara bergantian, lalu inti ceritanya pun menyatu
di bagian akhir. Saya pernah juga membaca novel sejenis yang berkisah tentang
empat perempuan yang bermonolog, yaitu GARIS PEREMPUAN, karya Sanie B. Koentjoro.
Sama-sama bersetting di daerah Jawa Tengah. Saya bukan hendak membandingkan
kedua novel itu ya, tetapi mari kita belajar dari novel Sanie yang lebih
teratur, indah, dan terasa emosinya.
Pertama, di dalam novel Garis Perempuan
(GP), hanya empat tokoh utama itu saja yang bermonolog, keempat perempuan yang
memiliki benang merah, yaitu mempertanyakan soal keperawanan. Di novel
Teatrikal Hati, semua tokohnya bermonolog. Ya, semuanya, termasuk juga Harjun
dan Bagas. Sudah tentu ini akan memberikan kebingungan bagi pembaca. Penulis
pun akan kesulitan menampilkan karakter setiap tokoh dalam dialog mereka. Maka,
tak heran jika monolog mereka pun singkat-singkat. Jika mengikuti novel GP yang
fokus pada inti cerita: keperawanan, maka semestinya di dalam novel TH, hanya
perlu tiga tokoh yang bermonolog: Setyani, Linda, dan Zahra, karena mewakili
tiga generasi (nenek, ibu, dan anak). Tapi, cerita yang lebih menarik justru
kisah GWEN. Gwen yang mengalami kekerasan fisik dan paranoia. Tokoh Linda
kurang kuat karakternya, dan tokoh Setyani tenggelam oleh banyak porsi kisah
Gwen. Seandainya cerita ini masih bisa diubah, lebih enak membahas kisah
Setyani, Gwen, dan Zahra. Kisah Linda bisa disatukan dengan Gwen, jadi si Linda
itu ditiadakan. Apa pun, itu hanya imajinasi saya belaka sebagai reviewer,
hehehe …..
Kedua, begitu banyaknya tokoh yang
“penting,” sampai saya bingung siapakah tokoh utamanya? Jika membaca prolognya
yang memuat monolog Zahra, begitu juga pada bab pertama, saya mengira Zahra
adalah tokoh utamanya. Tetapi, yang paling banyak mengambil porsi cerita adalah
Linda dan Gwen. Meskipun Linda banyak bertutur, cerita yang paling menarik dan
kuat adalah cerita Gwen. Dengan demikian, jumlah halaman yang sudah tebal pun
(362 halaman) tidak cukup membuat kisah-kisahnya mendalam dan detil.
Ketiga, menggunakan sudut pandang AKU
memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi daripada DIA (Pov 3). Belum lagi
dengan setting waktu yang berpindah-pindah seenaknya, membingungkan pembaca
karena harus bolak-balik melihat tanggalnya. Setting tempat di Wonosalam juga
tidak tergarap maksimal.
Masalahnya
adalah, saya membandingkan novel Teatrikal Hati dengan novel Garis Perempuan,
tentu saja saya keliru. Ya, saya keliru, karena Sanie B. Koentjoro adalah
penulis senior, sedangkan Rantau Anggun dan Binta Al Mamba baru memulai debut
mereka dalam menulis novel. Sebagai karya perdana, Teatrikal Hati telah cukup
ditulis dengan rapi, tanpa kesalahan ketik, dan mengusung cerita yang cukup
bagus. Rantau Anggun adalah penulis potensial dengan kemampuan berbahasanya
yang kaya, dia akan bisa menghasilkan tulisan-tulisan yang lebih baik lagi.
Sedangkan Binta Al Mamba mampu menulis dengan bahasa yang ringan, membumi, dan mengandung
pesan. Mari nikmati monolog hati ke semua tokoh di dalam novel ini.
Makasiih mbak, masukanya sungguh berharga.
BalasHapusJadi salting disandingkan mbak Sanie :D
Semoga doa2 baiknya diijabah Allah utk mbak Leyla juga, aamiin :)
makasih mbaakk.. jadi pengen baca buku garis perempuan itu.. asli baru tahu :D
BalasHapusmasukannya berharga banget, buat bekal menulis yg berikutnya.. jazakumullah mbak :)
Penasaran pengen baca novel ini Mbak jadinya...
BalasHapuswah, mantap masukannya.
BalasHapus