Kamis, 23 Januari 2014

A Cup of Tea for Single Mom


Judul: A Cup of Tea for Single Mom
Penulis: Lygia Nostalina, Triani Retno, dkk
Penerbit: Stiletto Book
Tahun Terbit: Cetakan 1, April 2011
ISBN: 978-602-96026-16

Siapa sih wanita yang mau jadi single mom, atau bahasa “kampungnya” = JANDA? Tidak ada seorang wanita pun yang ingin menikah, punya anak, tapi harus mengasuh anak-anaknya sendirian. Tentunya kita berharap lelaki yang menikahi kita itu tetap selamanya bersama kita. Namun, ujian hidup datang dengan caranya masing-masing, salah satunya adalah dengan mengambil pasangan kita, baik itu melalui kematian maupun perceraian. Seorang wanita yang dianggap lemah, harus mengasuh anak-anaknya sendirian, menjadi single mom. Seorang wanita yang sebagian besar mengandalkan suaminya dalam mencari nafkah, tiba-tiba harus mencari nafkah sendiri, di sisi lain juga harus mengasuh anak-anaknya. Mampukah?


Keempat belas single mom di dalam buku ini telah membuktikannya. Mereka berbagi kisah mengenai latar belakang menjadi single mom, serta bagaimana cara untuk  bertahan. Cerita dibuka oleh Lygia Nostalina tentang pengalaman buruknya menyandang status janda: hampir diperkosa oleh seorang pria beristri! Itu bukan satu-satunya pengalaman yang tidak enak. Dia harus bekerja keras mencari nafkah untuk kedua anaknya, tapi juga sangat merindukan saat-saat mendekap anak-anak yang semakin langka sejak waktunya banyak terbuang di tempat kerja. Saya diperlihatkan oleh Lygia betapa betapa beratnya menyandang status janda.

Siswiyantisugi bercerita tentang putrinya, Lintang, yang begitu merindukan ayahnya. Sejak bercerai, ayah Lintang hanya datang sebulan sekali. Setiap kali ayahnya pergi, Lintang akan menangis dan rewel. Ada saat penulis menyesali perceraiannya dan ingin kembali jika mengingat efek negatifnya terhadap Lintang, tetapi mantan suaminya menolak. Saya belajar memahami betapa perceraian akan berdampak buruk terhadap anak-anak, karena itu orang tua harus memikirkan benar-benar bila ingin bercerai. Ketika menikah, suami istri harus menekan egoismenya. Saling mengalah bukan untuk kalah, tetapi untuk memperkokoh bangunan pernikahan itu sendiri. Bila tetap ingin bercerai, harus siap dengan risiko menyandang status single mom, apalagi kalau sudah ada anak-anak.

Hal senada rupanya juga dialami oleh Aisya, putri dari Kiandra Aesya. Perubahan drastis dialami oleh Aisya setelah mamanya bercerai dengan papanya. Dari semula hidup berkecukupan menjadi pas-pasan, karena mereka harus pergi dari rumah papanya yang mewah. Kelihatannya Aisya baik-baik saja, meski kerap menangis dalam tidurnya. Aisya kecil diam saja, tak menunjukkan kekecewaannya kepada mamanya. Tetapi setelah remaja, barulah terlihat pemberontakannya. Nilai-nilainya turun drastis dan suka bergaul dengan anak-anak nakal. Emosi saya dibuat menaik membaca cerita ini. Bahwasanya setelah menjadi single mom, seorang ibu menjadi lebih fokus pada tuntutan mencari nafkah dan kerap lupa terhadap anaknya. Anak-anak dipaksa untuk menerima perceraian orang tuanya, serta kehilangan perhatian  yang penuh, baik dari ibu maupun ayah.

Selain ada anak-anak yang kecewa terhadap perceraian orang tuanya, di buku ini juga ada cerita anak-anak yang mengagumi keperkasaan ibundanya. Dalam kesendirian, mampu membesarkan anak-anaknya, sebagaimana cerita R. Yulia tentang ibunya.

“Sampai kapan aku selalu memberikan penghormatan tertinggi kepada ibu-ibu yang tegar mengarungi hidup dan membesarkan anak-anaknya seorang diri. Bagiku, mereka adalah perempuan-perempuan tangguh, tak pernah menyerah menghadapi gelombang cobaan dan rintangan yang senantiasa mengadang perjalanan mereka. Salut!” (halaman 71)

Haya Aliya Zaki menceritakan kisah seorang anak, Najwa, yang ibunya mengalami gangguan jiwa schizophrenia karena babanya. Perilaku ibunya seperti orang gila, sering mengamuk, berbicara sendiri, menangis, dan meraung-raung. Dengan sabar, Najwa mendampingi mamanya dan ikhlas menerima kondisi mamanya meskipun keadaan itu membuatnya sulit mendapatkan jodoh.  

Dan tentu saja masih banyak kisah inspiratif lain yang tersaji di dalam buku ini. Saya mendapatkan banyak pelajaran penting usai membacanya:

  • Menyandang status single mom adalah pekerjaan berat. Ada kalanya terjadi karena kesalahan sendiri, tetapi lebih banyak karena takdir: suami meninggal dunia, suami selingkuh, suami berpoligami, dan sebagainya. Perceraian menjadi sesuatu yang sulit dihindari, meskipun sangat berat untuk dijalani.
  • Ketika orang tua bercerai, tak hanya pasangan suami istri itu yang kehilangan. Anak-anak akan lebih merasakan kehilangan dan traumatis. Yang tadinya bisa melihat orang tuanya bersama, kini hanya sesekali saja. Kebanyakan anak akan tinggal bersama ibunya, dan itu berarti mereka kehilangan sosok ayah. Apabila perceraian itu terjadi karena perseteruan orang tua, maka orang tua harus mempersiapkan anak-anaknya dengan baik agar dapat menerima perceraian orang tuanya. Harus diusahakan agar anak-anak tidak kehilangan kasih sayang orang tuanya meskipun sudah bercerai.
  • Seorang single mom berarti harus mencari nafkah sendiri, tetapi jangan sampai mengabaikan perhatian kepada anak-anak. Sesibuk apa pun harus tetap memperhatikan anak-anaknya, setidaknya melalui telepon dan sms.
  • Uniknya, di dalam masyarakat kita, status janda itu berkonotasi buruk. Sedangkan lelaki yang menduda tidak divonis apa-apa. Maka sudah seharusnya kita hilangkan stigma buruk terhadap para single mom, karena sudah terlalu berat beban yang mereka sandang bila ditambah lagi dengan cemoohan orang-orang.
  • Setidaknya membaca buku ini membuat saya bersyukur masih memiliki suami yang baik dan bertanggungjawab, serta berdoa semoga Allah menjaga pasangan hidup saya dari segala apa pun dan bisa membesarkan anak-anak bersama-sama. 

4 komentar:

  1. aku juga suka kalau review non fiksi mba, segala kekurangan dalam penulisan gak bisa diganggu gugat karena memang demikian kenyataannya. dan kita bisa fokus memetik hikmah dari buku tersebut. kalau fiksi pastilah ada pertentangan plus minus dari khayalan si penulis tersebut dengan imaji pembaca karyanya:)

    BalasHapus
  2. sedih2 ya ceritanya mbak... dulu saya ikut audisi ini tp tp tak bs lanjut krn kudu scan surat pernyataan pake TTD... jauuh tempatnya.. ga jadi kirim hehehe..

    BalasHapus
  3. memag masyarakat kita banyak yg tidak siap jd single moms krn soal budaya juga sih, hikmah yg diambil smoga mbuat kita semaki bsyukur

    BalasHapus
  4. single mom pastinya berat ya, bun. apalagi jika belum siap secara mental maupun finansial.

    BalasHapus